Saat terdengar adzan subuh, kita masih sering menolak panggilan itu dan menjawabnya dengan tarikan selimut dan kembali terlelap. Begitu pula dengan panggilan shalat dzuhur, ashar, maghrib dan isya. Beragam alasan mengemuka untuk menunda atau bahkan menolak panggilan itu. Mulai dari alasan sibuk, banyak pekerjaan, malas, sedang sakit, atau minimal kalimat, "Sebentar lagi… " meski kalimat itu sekadar alasan untuk tidak memenuhi panggilan shalat.
Sudah lazim di berbagai perumahan di kampung maupun perkotaan, selalu saja ada kegiatan rutin di masjid berupa pengajian atau undangan acara keagamaan lainnya. Kajian ibu-ibu atau bapak-bapak biasa diselenggarakan satu kali dalam sepekan. Sekali tidak hadir, kedua dan ketiga tidak hadir, mungkin para tetangga akan mengunjungi rumah dan bertanya, "kenapa tidak hadir?’
Sejurus kemudian, undangan kebaikan itu pun terjawab dengan beraneka alasan; sibuk, tidak sempat, lelah, kajiannya dianggap tidak bermutu, waktunya yang tidak tepat, dan lain-lain.
Belum lagi kadang kita merasa lebih pintar, menganggap pengajian-pengajian di majelis taklim dan masjid itu tidak akan menambah ilmu. Padahal pengajian tidak melulu persoalan ilmu baru. Sesuatu yang pernah kita dapatkan sebelumnya, bisa teringatkan kembali dalam forum-forum kajian. Kalau pun tetap merasa tidak ada yang baru, minimal kita mendapatkan keberkahan dari silaturahim sesama warga dan tetangga.
Begitu mudah lidah ini menolak undangan dan ajakan-ajakan kebaikan, meski sebenarnya kita dalam kelonggaran untuk memenuhinya. Padahal semua ajakan itu sangat mungkin menambah perbekalan kita saat benar-benar tidak bisa menolak panggilan dari Allah melalui pesuruh-Nya Izrail. Sebelum panggilan terakhir itu tiba, cobalah untuk tidak melulu menolak ajakan kebaikan. Semoga masih ada waktu…
Gaw, (renungan untuk diri sendiri)
Ada undangan loh dari RISKA, klik aja
http://gawtama. Multiply. Com/photos/album/77