Syahdan, dalam tim akuntan kami di kantor ‘samurai’dulu, ada yang homo alias suka sesama jenis. Dia sendiri yang jujur mengakui hal itu. Tapi, ia sungguh menyenangkan dalam pergaulan. Hangat, seru dan lucu deh! Tawa berderai, “Hua-ha-ha..” sering terlepas bebas. Banyolan darinya, bisa melemaskan urat kepala yang senut-senut di akhir Maret. Biasa tuh, kinerja kawan-kawan (juga saya) senang dirapel. Wah.., sebenarnya salah sendiri ya. Bagai membuang waktu dahulu, menyiksa diri kemudian.
Nah, karena ada teman kami yang juga ganteng itu, perihal sumpek-sumpek bisa menghilang seketika! Saya terheran-heran, dari mana kosakata itu kok meluncur lucu semua? Tidak ada yang tidak bisa di-anekdot, situasi sesulit apapun. Kadang, kepala kami jadi geleng-geleng, karena kata-katanya sering tidak ada batas. Bila teman ganteng kami absen, sekantor bisa kehilangan! Termasuk si Matsubara-san, bos kami juga ikut mencarinya.
Tapi, itu semua dulu! Sekarang tawa kami sudah tak berderai. Sedih dan shok menohok, ketika kami reunian "gank akuntan", hanya teman homo ganteng kami yang tak dapat hadir. Dia telah dipanggil Yang Maha Kuasa, karena suatu penyakit "terkenal" menyerangnya di usia 38. Menurut teman sejawat dulu yang sempat bertemu dengannya, badannya menyusut perlahan, namun pasti. Suaranya tak lagi melukiskan betapa ia dulu pandai mengukir kata lucu. “Serak parau, hampir tak terdengar…” Ujar salah satu teman kami, sendu.
Hati bertambah miris, ketika di tivi marak sekali gaya begitu, dengan kalimat banyolan yang khas (menyerempet dan ngaco) menjadi trendi. Ibarat tiap hari makan daging atau makan gembos, mual juga. Banyak orang jadi begitu girang, menjadi homo, gay atau banci di tivi. Duh, ngeri ah.. Saya teringat teman ganteng kami, yang pernah saya dan teman-teman biarkan begitu saja. Ya, sadis sekali, kami hanya menikmati hiburannya. Oh…
Bergidik bila membayangkan, akan bertambah berat tuntutan Allah di hari nanti. Padahal kita sendiri mungkin sedang repot dengan timbangan hisab diri. Seperti kita percayai dalam Kitabullah, bahwa kelak Allah Ta’ala memerintahkan malaikat-Nya, untuk bebas bertanya detil kepada manusia. Misal saja begini: “Hai bani Adam, tak adakah teman yang mencerahkanmu ketika engkau hidup di dunia?”
Oh, no… Saya termasuk salah satu temannya, yang pernah tak peduli!
Sekarang, saya sudah lumayan banyak belajar. Jadi, tahu juga bahwa Mr. Homo ‘dan kawan-kawan’ akan menanggung akibatnya kelak. Penyakit berbahaya akan menemuinya dan nilai-nilai agama akan jauh dari mereka (bagi yang aktif, bukan yang berobat dan bertobat). Sungguh disayangkan bukan? Saya pernah membaca tausiah, “Jangan egois dong, masuk surga kok sendirian!”
"Ampuni kami Tuhan." Gumam sesal bergumul di hati.
Seandainya Anda, mempunyai teman seperti teman saya dulu, tolong peduli ya. Sayangilah Mr. Homo, ajak mereka untuk menemui jalan Tuhan, yuk! (end)
*beberapa nama disamarkan.