Beberapa waktu lalu ada tetangga berkebangsaan Libanon yang baru pindah menempati rumah di samping rumah saya. Oleh karena kesibukan saya di rumah, saya belum sempat bertemu dengan tetangga baru saya tersebut. Hingga pada suatu hari saya dapat berjumpa dengan tetangga baru saya ketika sama-sama menjemput anak kami sekolah. Mereka memiliki dua orang anak yang masih kecil, yang paling besar satu sekolah dengan anak saya, sedang yang terkecil ditempatkan di sekolah yang berbeda. Kalau dilihat dari wajah dan usia anaknya yang paling besar, rasanya usia ibu muda tadi lebih muda dari usia saya.
Sambil bercakap-cakap di dalam minibus compound (perumahan tempat tinggal), kami saling mengenal lebih jauh satu sama lain. Ibu muda tadi bekerja menjadi guru bahasa Inggris di salah satu sekolah Arab. Bila dilihat dari pekerjaan suaminya, rasanya secara ekonomi sudah lebih dari cukup, dan ibu muda tadi tidak perlu bekerja. “Untuk menghilangkan jenuh”, alasannya kepada saya. Sebab dia merasa selalu ingin pulang ke negaranya walaupun sudah tinggal di Arab Saudi delapan tahun lamanya.
Dia mengisi hari-harinya dengan mengajar hingga pukul 2 siang. Sampai rumah pun dia harus sibuk dengan anaknya yang masih kecil-kecil, meskipun ada seorang pembantu di rumah. Menurut si ibu muda tersebut dia tidak punya terlalu banyak teman jadi lebih baik bekerja dan menyibukkan diri. Dan pada hari itu, hari pertama anaknya sekolah sejak pindah rumah, dia sengaja mengambil cuti satu hari.
Sesampai di sekolah anak kami, saya bilang pada tetangga saya tersebut bahwa saya akan menuju kafetaria untuk membeli lauk makan siang anak-anak. “Saya belum sempat masak, “ kata saya. Setiap hari Sabtu dan Senin saya memang belajar di rumah teman saya. Rupanya tetangga saya tadi pun tertarik untuk datang ke kafetaria. Dia bilang, meskipun dia punya pembantu rumah tangga tetapi dia tidak bisa memasak masakan negaranya, karena pembantunya orang Etiopia. Jadi dia yang tetap harus memasak di rumah.
Karena jam sudah menunjukkan pukul dua lebih, tidak banyak makanan yang tersisa. Akhirnya saya membeli lauk seadanya. Setelah saya bayar di kasir, tetangga saya masih berbicara dengan penjual di kafetaria tersebut. Saya pikir dia juga mau membeli makanan.
Rupanya dia baru bertanya kepada penjaga kafetaria taditentang asal bahan-bahan makanan yang dimasak dari sana. Seperti darimana asal daging sapinya dibeli, dan juga ayamnya. Astaghfirullah…selama ini saya tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk bertanya kepada penjaga kafetaria sekolah.
“Kita memang tinggal di negara dengan mayoritas muslim, tetapi masalah makanan tetap harus berhati-hati“, katanya. Padahal menurut teman saya yang suaminya bekerja di perusahaan makanan, Saudi itu sangat ketat. Tidak mudah makanan yang tidak halal masuk ke negara ini. Semua makanan akan masuk ke laboratorium untuk diperiksa kehalalannya. Wallahu a’lam.
Sewaktu saya tinggal di negara yang mayoritas penduduknya non- Muslim, saya sangat berhati-hati. Membeli daging baik ayam dan sapi selalu dari tempat Halal Store. Setiap berbelanja ke supermarket pun saya selalu meneliti daftar bahan yang terkandung di dalamnya. Makanan yang sudah diproses akan lebih sulit lagi untuk dibedakan mana yang halal, haram, atau syubhat. Saya dulu termasuk orang yang paling cerewet dengan makanan. Sering makanan yang sudah terlanjur dibeli dan setelah diperiksa di rumah ada yang syubhat, langsung saya kirim ke tetangga saya yang non Muslim.
Dahulu setiap saya akan membeli roti tawar atau roti-roti lainnya, selalu saya tanya ke penjualnya apa bahan yang terkandung di dalamnya. Saya selalu bilang bahwa saya vegetarian, agar mereka mau mengeluarkan daftar bahannya. Saya pun sering memeriksa isi kulkas sahabat saya (dengan seizinnya tentu saja) dan memberitahu bahwa makanan ini, itu tidak boleh dimakan karena meragukan. Saya juga sering berkonsultasi dengan saudara saya yang memang ahli dalam hal halal haram makanan, di samping mencari informasi melalui internet. Kalau perlu saya pun tidak segan-segan menelepon ke layanan konsumen tempat makanan itu diproduksi, demi menanyakan lebih rinci asal bahannya.
Sekarang setelah lama tinggal di negara yang mayoritas penduduknya muslim, saya menjadi lengah. Bila yang sudah jelas keharamannya seperti babi dan alkohol di negara ini memang tidak ada (kecuali bila masuk secara illegal).Saya memang masih memeriksa makanan yang saya beli bila negara asal produk tersebut dari negara non-Muslim, namun terkadang tidak teliti lagi.
Aisyah RA menuturkan, Abu Bakar punya seorang budak lelaki yang ia keluarkan zakatnya. Abu Bakar juga pernah memakan sebagian makanan yang disediakan oleh budak tersebut. Suatu hari budak tersebut membawa makanan, lalu Abu Bakar memakannya sedikit.
“Tahukah tuan, barang apakah ini?” tanya budaknya menunjuk pada makanan yang telah dimakan sebagian kecil oleh Abu Bakar.
“Sebenarnya barang apakah itu?”Abu Bakar balik bertanya.
“Pada zaman jahiliyah dulu, aku pernah mendukuni seseorang, dan tiadalah aku melakukan perdukunan itu melainkan hanya tipu daya, “ ungkap budak lelaki tersebut. “Lalu orang itu datang kepadaku dan memberikan barang-barang itu kepadaku. Barang itulah yang tuan makan tadi.“
Seketika Abu Bakar memasukkan jemarinya ke dalam tenggorokannya, sebagai upaya untuk memuntahkan makanan yang telah masuk ke dalam perutnya.“ (HR Bukhori).
Abi Sa’id Al-Khudriy berkata, Muhammad Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa makan makanan halal, berperilaku sesuai sunnah, dan manusia lain selamat dari gangguannya, niscaya ia akan masuk surga.“
“Ya Rasul, apakah orang semacam itu di tengah umatmu banyak (jumlahnya)?“ tanya sahabat.
“Akan ada orang-orang seperti itu dalam kurun-kurun waktu sesudahku.“ (HR Tirmidzi)
Kejadian siang itu telah mengingatkan saya kembali untuk tetap berhati-hati dalam memilih dan membeli makanan. Karena bukankah makanan yang masuk ke dalam perut kita akan menyatu dengan darah daging kita? Bila kita ragu-ragu akan kehalalan suatu makanan, tinggalkanlah.Bila makanan yang diragukan itumasih bisa diganti dengan merk lain yang lebih jelas kehalalannya, gantilah. Semua itu tentunya dikembalikan kepada kemantapan hati kita masing-masing. Mudah-mudahan Allah SWT selalu menetapkan hati kita dalam ketaatan kepada-Nya.
Muharram 1429