Maka pantaslah jika para sahabat dan orang-orang shalih bersedih, bahkan menangis mendapati Ramadhan akan pergi.
Kedua, adalah peringatan dari Rasulullah bahwa semestinya Ramadhan menjadikan seseorang diampuni dosanya.
Jika seseorang sudah mendapati Ramadhan, sebulan bersama dengan peluang besar yang penuh keutamaan.
Namun masih saja belum mendapatkan ampunan, benar-benar orang itu sangat rugi. Bahkan celaka.
Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni (HR. Hakim dan Thabrani)
Masalahnya adalah, apakah seseorang bisa menjamin bahwa dirinya mendapatkan ampunan itu. Sementara jika ia tidak dapat ampunan, ia celaka.
Betapa hal yang tidak dapat dipastikan ini menyentuh rasa khauf (takut) para sahabat dan orang-orang shalih.
Mereka takut sekiranya menjadi orang yang celaka karena tidak mendapatkan ampunan, padahal Ramadhan akan segera pergi.
Maka mereka pun menangis, meluapkan ketakutannya kepada Allah seraya bermunajat agar amal-amalnya diterima, dengan berdoa :
Wahai Rabb kami… terimalah puasa kami, shalat kami, ruku’ kami, sujud kami dan tilawah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Para sahabat dan orang-orang shalih bukan hanya berdoa di akhir Ramadhan.
Bahkan, konon, rasa khauf membuat mereka berdoa selama enam bulan berturut-turut setelah Ramdhan, agar amal-amal di bulan Ramadhan mereka diterima Allah .
Lalu enam bulan setelahnya mereka berdoa agar dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya.
Dari Aisyah RA berkata: “Rasulullah jika telah masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggang”. (Muttafaq ‘alaih)
Apa rahasia perhatian lebih beliau terhadap sepuluh hari terakhir Ramadhan? Paling tidak ada beberapa sebab utama:
Sebab pertama, karena sepuluh terakhir ini merupakan penutupan bulan Ramadhan, sedangkan amal perbuatan itu tergantung pada penutupannya atau akhirnya. Rasulullah berdoa:
“Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hari-hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu Kelak.”
Jadi, yang penting adalah hendaknya setiap manusia mengakhiri hidupnya atau perbuatannya dengan kebaikan.
Karena boleh jadi ada orang yang jejak hidupnya melakukan sebagian kebaikan, namun ia memilih mengakhiri hidupnya dengan kejelekan. Na’udzubillahi min dzalik