Hal yang paling membuatku risau ialah saat pertama kali diajak pergi ke luar negeri oleh suami. Tinggal jauh dari keluarga, saudara dan sahabat. Yang terbayang ketika itu adalah bagaimana sunyi dan hampanya hidup di negeri orang tanpa mereka semua.
Adalah fitrah dan kebutuhan asasi manusia menjalani hidup bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai. Bersama mereka kita akan saling menguatkan dan mendukung saat kita jatuh. Menghapus air mata saat kita bersedih. Mengulurkan bantuan saat kita susah. Memancing tawa dengan pelbagai kelakar dan kisah jenaka. Sehingga yang berat menjadi ringan, yang susah menjadi mudah, dan yang pahit menjadi manis. Demikianlah berkat cinta dan persahabatan.
Pun Nabi Musa mohon pada Allah agar diberikan pendamping dalam mengemban tugas kerasulan. “Jadikanlah untukku penolong dari keluargaku. Yaitu, Harun saudaraku. Kokohkanlah dengannya kekuatanku. Dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepadaMu. Serta banyak mengingatMu.” (QS. Thaha: 29-34)
Saudara atau sahabat dalam perjalanan kehidupan ini bagaikan garam dalam masakan. Tanpanya hidup akan terasa hambar. Tanpa cinta dan persahabatn ini hidup tentu tidak ada dinamika dan akan terasa gersang.
Persaudaraan ini akan kian bermakna lagi apabila berada dalam satu mozaik indah beridentitas Islam. Karena dengannya segala perbedaan kelas sosial, ragam suku, bahasa, budaya, negara, politik hingga nuansa pemikiran dan rasa akan lebur menjadi satu pelangi yang indah dan tak terpisahkan. Dan seperti pinta Nabi Musa as, persaudaraan atau pertemanan ini akan menjadi peneguh kekuatan dan teman dalam memuji dan mengingat-Nya. Subhanallah, begitulah indahnya bersaudara dalam Islam.
Masih segar di ingatan, belasan tahun yang lalu hal yang tidak akan berhenti aku syukuri bahwa aku diberikan sahabat-sahabat yang baik. Sahabat yang meskipun tidak sempurnah (karena memang tidak ada orang yang sempurna kan?) tapi mereka mampu menjadi Harun bagi Musa. Peneguh bagi kekuatan dalam urusan memuji dan mengingat nama-Nya. Alhamdulillah! Suatu karunia yang tidak terhingga. Apalagi dalam masa-masa yang kata orang masa pencarian jati diri, masa-masa remaja yang penuh gejolak.
Bersamanya kami mencoba meniti jalan hidayah. Membenahi diri setapak demi setapak. Melalui satu wadah bernama tarbiyah. Meskipun langkah kadang surut setapak bahkan bertapak-tapak. Tapi selalu ada sahabat yang menarik agar langkah kembali sejajar.
Masih terngiang di telinga saat suara pintu digedor oleh sahabat. Jadwal tarbiyah hari itu, tapi kantuk menguasai diri, rasa malas mendominasi perasaan, langkah terasa berat untuk diajak ke tempat tarbiyah. Setengah hati bahkan kadang dengan perasaan gondok di hati, langkah terpaksa diseret juga.
Kemudian secara perlahan rutinitas ini menjadi kegiatan yang mendominasi waktu luang di sela-sela padatnya masa perkuliahan yang ada. Selain kegiatan rutin mingguan, seminar-seminar keIslaman hingga tabligh akbar bulanan sudah menjadi agenda kami. Hingga masa itu tiba. Masa di mana kami harus berpisah. Masa perkuliahan sudah usai, satu-satu melanjutkan perjalanan hidup dengan rencana masig-masing. Dan perpisahan pun tak terelakkan.
Begitulah pertemuan. Sudah tentu ada masanya berpisah, meninggalkan atau ditinggalkan mereka. Seperti yang aku alami ketika pertama kali diajak merantau oleh suami. Awalnya terasa sangat berat! Bagaimana mungkin berpisah dengan sahabat-sahabat yang selama ini selalu dekat. Apalagi persahabatan itu lebih bermakna lagi dengan sebuah ikatan bernama ikatan ukhuwah Islamiah.
Tapi kemudian aku mengerti bahwa hidup ini tak ada yang abadi dan tetap. Begitu juga dengan persahabatan. Seiring dengan pergantian bulan dan tahun, sahabat datang silih berganti. Ada yang pergi, ada yang datang, ada yang datang kembali dan ada juga yang pergi selamanya.
But life must go on! Langkah pun harus diteruskan. Meskipun harus berpisah dan jauh dari sahabat. Setelah sekian lama merantau, ada satu hal lagi yang kusadari bahwa selalu ada sahabat sejati! Begitulah kenyataan yang kujalani. Setelah beberapa kali berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu negara ke negara yang lain. Di tempat yang baru, kembali kutemukan sahabat dan teman berbagi. Harun-Harun yang lain kembali hadir dan menjadi teman mengisi hari. Hingga aku menarik kesimpulan bahwa di mana pun kita berada selalu akan ada sahabat yang bisa diajak berbagi. Begitu juga selalu ada kenangan yang tertinggal. Dan aku selalu besyukur karena Allah selalu menyatukan aku dengan sahabat yang baik.
Sahabat selalu ada, itu yang aku yakini. Tapi sahabat yang bagaimana yang kita pilih. Di sekitar kita berbagai jenis orang dapat kita jadikan sahabat. Dan jangan lupa bahwa sahabat dapat menjadi Harun buat kita, tapi sahabat juga bisa menjadi Fir’aun yang sesat dan menyesatkan. Jangan sampai apa yang kita bina bersama sahabat lama kembali hancur karena pengaruh sahabat-sahabat yang datang kemudian. Dan ini menurutku adalah pilihan. Meskipun aku yakin bahwa hidayah itu datangnya dari Allah. Tapi sedikit banyaknya pengaruh sahabat atau teman yang kita pilih akan sangat menentukan corak kehidupan yang kita jalani.
Aku sedih dan terpukul mendengar seorang atau beberapa orang sahabat lama membuka hijab. Ah, sungguh disayangkan! Apa yang dulu telah susah payah telah dimulai sungguh sangat disayangkan karena kembali runtuh. Meskipun kita tidak berhak menghakimi, tapi hal ini adalah suatu kecelakaan yang sangat fatal menurutku. Sungguh-sungguh sangat fatal. Semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan seperti ini.
Hal ini jika kembali diselidiki, bermula dari mulai longgarnya ikatan hati dengan sahabat-sahabat tarbiyah. Mulai mengelak satu dua kali ikut ajakan sahabat mengaji. Hingga semakin haripun sahabat semakin susah ditemui. Tidak mengapa jika seandainya sahabat ini bisa terus menjaga langkah. Meskipun tanpa sokongan sahabat yang lain. Tapi sangat diakungkan jika sahabat bukan hanya tidak bisa dihubungi, tapi langkahnya pun kini sudah bersimpangan. Ibarat domba-domba yang lepas dari kumpulannya. Semakin jauh dia melangkah, semakin jauh dia terpisah dari kumpulannya, semakin besar bahaya yang dihadapinya. Ah, sahabat semoga langkah kita semua selalu di jaga oleh-Nya!
Karena itu satu hal yang aku pahami bahwa sahabat boleh saja datang silih berganti tapi sahabat yang dipilih haruslah senantiasa sahabat yang bisa diajak menciptakan ukhuwah Islamiyah. Karena ini merupakan satu kekuatan dalam mewujudkan dan mengetengahkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Dan sebagai muslim yang baik, kita juga perlu memahami bahwa setiap pribadi-pribadi muslim juga adalah seorang da’i yang punya kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar.
Terakhir sekali semoga kita mendapat pelajaran dari setiap perjalanan hidup kita dan semoga ukhuwah yang sudah ada akan semakin harmonis. Terima kasih aku ucapkan kepada semua sahabat yang telah hadir dalam hidup aku. Sesungguhnya sahabat, bersamamu aku kuat!