Sabar Menunggu Giliran

Sore itu aku megunjungi perpustakaan Indonsia yang ada di Wisma Nusantara, Rab’ah. Kebetulan, bis yang kunaiki mengambil jalur belakang, bukan seperti biasa dengan jalur depan. Jadi memang ada dua jalur keluar dari distrik Sepuluh kediamanku saat ini. Pertama, jalur depan dengan rute distrik delapan, Makram, Awal Abas dan seterusnya. Dan kedua, jalur belakang dengan rute distrik Tujuh Enpi, Hadiqah Dauli, Awal Abas atau langsung jalan lurus menuju distrik Tujuh menuju Rab’ah.

Seperti biasa, jalanan perempatan distrik Tujuh macet sore harinya. Lalu lalang kendaraan penuh sesak memadati simpang tempat toko Syabrawi itu. Mulai kendaraan pribadi orang-orang yang baru pulang dari kantor, hingga angkutan umum yang saling berlomba mengejar setoran.

Kemacetan itu sampai Mahkamah, sekitar lima puluh meter dari perempatan. Semua kendaraan terhenti, tidak berpindah sedikit pun lima sampai sepuluh menit. Layaknya setiap kemacetan yang ada, kendaraan-kendaraan yang terjebak, berusaha memutar haluan dan mencari jalur beda untuk keluar dari kemacetan tersebut. Semula ada beberapa celah antara satu kendaraan dengan lain, namun setelah orang berebut putar haluan, jalur menjadi tidak teratur. Wal hasil, arus jalan tertutup dan kemacetan tambah lama.

Sudah bisa dibayangkan, kondisi seperti ini, saat semua orang ingin cepat, maka satu sama lain saling hujat. Belum lagi ada yang mengucapkan kata-kata kotor dan lain sebagainya. Semua jadi lebih kacau, dan tidak terkendali dalam waktu yang cukup lama. Seharusnya kemacatan hanya makan waktu sepuluh sampai lima belas menit, tapi dengan kondisi demikian baru selesai sekitar setengah jam.

Beberapa hari sebelumnya juga, saat pulang kuliah dengan bis delapan puluh coret, di perempatan Awal Abas terjadi tabrakan ringan. Bis yang kutumpangi itu menyerempet mobil pribadi. Tak sempat jatuh korban jiwa memang, tapi korban moral. Pasalnya, si pengemudi mobil pribadi itu keluar dan langsung melemparkan kata-kata kotor serta makian bertubi-tubi pada supir bis. Seorang wanita muda pemilik mobil itu dengan ringannya menyebut hewan pada supir bis yang sudah paruh baya.

Beginilah yang terjadi manakala kesabaran tidak diikutsertakan dalam menyikapi satu persoalan. Semua pandangan menjadi gelap, dan cara berpikir cenderung menyalahkan yang lain. Seseorang yang tidak sabar tidak akan bisa mengambil keputusan secara tepat. Oleh karenanya ia akan mudah mengenyampingkan hak orang lain. Dan tak jarang juga yang berujung pada pertengkaran.

Sabar butuh proses dan latihan. Kebanyakan sifat ini diperoleh bukan dari jalan warisan sifat keturunan. Sering kita lihat, terkadang ada orang tua yang sabar tapi anaknya tidak. Atau dalam keluarga, kakaknya sabar tapi adeknya tidak. Oleh karenanya sifat ini harus terus dilatih dan dibina. Agar sifat ini bisa menjadi pendamping kita manakala menyikapi permasalahan.

Rasulullah saw mengibaratkan sifat ini laksana cahaya. Seseorang yang memiliki kesabaran akan selalu menghadapi permasalahan dengan hati yang terang dan pikiran yang cerah. Semua akan berjalan normal. juga, orang-orang yang sabar akan terhindar dari mengambil hak-hak orang lain.

Kemacatan lalu lintas itu adalah salah satu potret kehidupan yang menuntut pelakunya harus mengambil keputusan dengan sabar. Alih-alih ingin cepat keluar dari kemacatan, para pengemudi yang mengambil jalan pintas, justru merusak jalur dan memperlambat kemacatan. Bukan hanya itu, bayangkan apa jadinya susana penuh sesak di tengah kota seperti itu seketika berubah kebun binatang. Karena memang tidak sedikit, diantara pengemudi yang berucap kasar, hingga mengutuk dengan panggilan binatang.

Andai saja mau bersabar menunggu giliran, jalan akan menjadi normal secepat mungkin. Dan tidak ada yang terzalimi, karena setiap hak pengguna jalan terpenuhi. Setiap jalan digunakan sesuai jalurnya. Tidak akan muncul upatan, cacian, makian dan sumpah serapah lainnya.

Dalam lini kehidupan yang lain juga seperti itu, orang yang mencari rezeki diiringi sifat sabar ia akan selalu berjalan di atas rel kebenaran. Setiap usaha dan inovasi yang dilakukan untuk menambah penghasilannya diperoleh dengan jalan yang baik. Tidak mengambil hak orang lain. Kalau ia sebagai bawahan tidak akan menjilat ke atasan dan menyikut kanan kirinya. Kalau ia wirausaha tidak akan bersaing dengan curang terhadap orang-orang yang membuat usaha yang sama dengannya.

Allah swt berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas” (QS. 39:10)

[email protected]