Kurang lebih dua puluh lima tahun lalu, sesasat sebelum malam takbiran di akhir Ramadlan, aku berdiri sedih di depan Radio kecil di ruang rumahku. Kutunggu saat adzan maghrib terakhir Ramadlan tahun itu sebelum berbuka puasa, sekaligus menandai datangnya Syawal bulan kemenangan. Anak-anak kecil seusiaku berlarian gembira di luar rumah menyambut datangnya malam takbiran, bersorak ria, ‘’Besok pagi kita ber-Lebaran’’. Sore itu aku justru terdiam sedih ketika adzan Maghrib berkumandang, Ramadlan telah berpulang.
Bagi aku kecil, Ramadlan bukanlah sebatas baju baru menjelang Lebaran, bukan pula melimpahnya makanan setiap hari menjelang berbuka puasa. Di hari Lebaran sejumlah uang dari ayah dan ibu serta kerabat banyak kudapatkan, bukan itu pula yang membuatku sangat merindukan Ramadlan. Indah dan syahdu saat berbuka puasa bersama keluarga, setiap malam pergi ke masjid untuk Tarwih bersama teman, setiap subuh berbaris ke masjid dalam kegelapan, khusyuk duduk mendengar ceramah ba’da Subuh, itulah setiap hal yang aku nantikan. Di waktu mana lagi kegairahan beribadah ini akan memuncak selain waktu Ramadlan, itu yang selalu aku kecil bayangkan. Sungguh, saat itu setiap hari Ramadlan adalah indah dan senantiasa kurindukan.
Sehingga…adzan Maghrib di akhir malam Sya’ban bagaikan gerbang penyambutan untukku melambaikan tangan…selamat datang Ramadlan.
Sehingga…adzan Maghrib di awal malam Syawal bagaikan gerbang perpisahan untukku melambaikan tangan…selamat jalan Ramadlan.
Saat ini kepala tiga usiaku, bahtera rumah tangga telah kuarungi hingga Allah telah memberiku anugrah dua orang putra dan putri yang pintar dan manis. Walau demikian, kisah masa kecil itu selalu kuingat hingga kini, betapa aku kecil selalu menjadikan Ramadlan sebagai bulan idaman untuk dinantikan, betapa kesedihan ditinggal Ramadlan saat itu begitu lekat dalam setiap ingatan.
Masa dewasa menandai lahirnya berbagai aktifitas dan kesibukan, rasa cinta dan rindu terhadap Ramadlan perlahan demi perlahan terkikis karenanya. Urusan sekolah, pekerjaan, dan rumah tangga seakan tidak pernah berhenti untuk dipikirkan. Ketika setiap tahun Ramadlan menjelang, sedikit sekali persiapan yang kulakukan untuk menyambutnya. Bahkan seringkali aku terkejut, tak terasa, ketika kusadari satu pekan lagi awal Ramadlan.
Sungguh, Ramadlan adalah bulan istimewa yang penuh kemuliaan. Betapa rugi setiap diri yang tidak memanfaatkan Ramadlan, karena didalamnya dilipatkan setiap pahala serta diampuni segala dosa. Ialah sebuah kewajaran untuk menyambutnya dengan penuh suka cita, bagaikan suka cita menyambut seorang kekasih dengan penuh kerinduan. Kecintaan dan kerinduan terhadap Ramadlan sesungguhnya menunjukkan seberapa bersih jiwa kita, sekaligus menunjukkan seberapa siap diri kita untuk selalu membersihkan jiwa.
Kecintaan terhadap Ramadlan tidak tumbuh dengan sendirinya. Ia perlu ditumbuhkan dalam diri setiap manusia semenjak masa kanak-kanak, sehingga orang tua dalam keluarga memiliki peran penting dalam mengkondisikan rumah tangga bagi tumbuhnya kecintaan anak-anak akan indahnya ibadah puasa Ramadlan. Setiap malam Ramadlan adalah sarana pelatihan bagi anak-anak kita untuk ruku’ dan sujud kepada Rabb-nya, sementara kesabaran dan budi pekerti mereka dilatih dalam setiap siang Ramadlan. Semangat kita para orang tua dalam menyambut dan mengisi Ramadlan serta merta bagaikan energi yang akan menumbuhkan semangat dan kecintaan anak-anak terhadap Ramadlan.
Demi indah dan berkahnya Ramadlan, demi kebersihan jiwa, demi anak-anak kita, mari kita mulai kembali merindukan, mencintai, dan mengisi Ramadlan. Mari jadikan kisah masa kecil kita yang merindukan Ramadlan sebagai sebuah pelajaran bahwa Rumah tangga berperan besar bagi tumbuhnya kecintaan akan Ramadlan. Mari jadikan kisah masa kecil kita yang merindukan Ramadlan sebuah semangat, untuk terus berupaya menjadikan rasa cinta itu tumbuh kembali dalam diri anak-anak kita.
Mari jadikan kisah masa kecil kita yang merindukan Ramadlan sebagai pengingat setiap saat untuk selalu membenahi diri menjelang Ramadlan, agar siap menyambutnya dengan penuh harapan dan kebahagiaan.
Sehingga…setiap adzan Maghrib di akhir malam Sya’ban bagaikan gerbang penyambutan untuk kita selalu melambaikan tangan…selamat datang Ramadlan.
Sehingga…setiap adzan Maghrib di awal malam Syawal bagaikan gerbang perpisahan untuk kita selalu melambaikan tangan…selamat jalan Ramadlan.
***
Menjelang Ramadlan, 29 Sya’ban 1428 H