Pukul enam belas sore, saya putuskan untuk pergi ke Plaza Semanggi yang letaknya tak jauh dari kantor saya. Daripada harus naik motor yang harus memutar dan repot mencari tempat parkir, akhirnya saya tempuh jarak antara kantor dengan Plangi dengan berjalan kaki. Hitung-hitung sebagai olahraga di sore hari.
Untuk menuju Plangi, yang letaknya berseberangan dengan gedung kantor, saya harus melewati jembatan penyeberangan. Ketika menaiki tangga jembatan penyeberangan, tak ada pemandangan yang menarik perhatian saya. Barulah ketika saya menyusuri bagian jembatan yang letaknya di atas Jalan Gatot Subroto, saya temukan beberapa pedagang asongan yang mangkal menjajakan dagangan. Mulai dari kartu perdana, payung, kaos kaki, dan barang dagangan lainnya. Hanya sekilas saja saya memperhatikan pada pedagang tersebut.
Yang menjadi pusat perhatian saya adalah pemandangan saat saya menuruni jembatan penyeberangan tersebut. Dari atas saya melihat seorang lelaki berpakaian dan bertopi hitam sedang duduk di salah satu anak tangga sambil memebersihkan sampah-sampah yang berserakan dengan sapu di tangan kirinya. Sementara tangan kanannya cacat, hanya sebatas beberapa centi dari sikunya yang terlihat. Tak ada jemari dan tak ada pergelangan tangan.
Bapak itu membersihkan anak tangga satu per satu seolah-olah tanpa meperdulikan keadaan sekeliling. Menggiring sampah ke bawah, dari satu anak tangga ke anak tangga berikutnya. tadinya saya berpikir bahwa Bapak itu akan menadahkan tangannya kepada siapa saja yang lewat di hadapannya. Tetapi tidak. Meski sekian banyak orang lalu-lalang di depannya, baik menaiki atau menuruni anak tangga, tak satu pun orang yang dimintai uang. Beliau hanya menyapu dan menyapu.
Setelah menyelesaikan urusan saya di Plangi, saya kembali ke kantor dengan rute yang sama. Kembali saya menggunakan jembatan penyeberangan. Di anak tangga pertama, mata saya menangkap sesuatu yang berbeda dibandingkan ketika saya menuruninya beberapa waktu yang lalu. Anak-anak tangga tersebut sudah bersih, taka ada plastik, kertas, sedotan, dan sampah-sampah lain yang berserakan. Benar-benar bersih. Kemana Bapak yang menyapu tadi?
Satu persatu saya naiki anak tangga tersebut. Di bagian jembatan penyeberangan yang rata, saya melihat Bapak penyapu jalanan lagi. Masih sama seperti yang saya lihat sebelumnya, Bapak tersebut seolah-olah asyik dengan sapu di tangannya. Menyapu tak henti-henti. Membersihkan jembatan penyeberangan yang membuat nyaman orang-orang yang melaluinya.
Saya rogoh saku jaket saya untuk mengambil selembar uang ribuan. Setelah dekat, saya berikan uang tersebut kepada Bapak itu. Yang langsung disambut ucapan terima kasih yang sangat jelas terdengar bersamaan dengan ukiran sebuah senyum yang menghiasi wajahnya. Sekelebat pandangan saya jatuh pada saku kaos yang beliau kenakan. Terlihat beberapa uang ribuan kertas menyembul di sana.
Pengemis atau bukan, rasanya Bapak itu lebih baik dari pengemis. Membersihkan jalan dari sampah-sampah tanpa meminta-minta. Insya Allah, semua itu akan bernilai sebuah sedekah. Wallahu a’lam.
http://jampang.multiply.com
[email protected]