Ibu dan Facebook
Ibu
Facebook
Hubungannya erat sekali
Setiap hari sehabis mandi selesai makan sehabis apapun
dalam hatiku aku berpikir
mau kemana gerangankah ia?
notebook
tapi apa yang selalu ia lihat di notebook?
facebook
tiap hari tawanya menggema
sampai kapankah hubungan erat antara ibu dan facebook?
mungkin sampai akhir hayatnya
notebooknya akan dibawanya ke surga
Judul email tersebut adalah “Bahaya Facebook”. Ketika saya membukanya, email tersebut tidak berisi tulisan ataupun foto. Hanya ada sebuah kalimat tentang anjuran untuk mewaspadai bahaya situs jejaring sosial yang sedang booming akhir-akhir ini, Facebook. Sebuah attach file video saya unduh.
Terlihat seorang gadis kecil usia sekitar 10 tahun duduk di atas kursi di sebuah panggung dengan sorot lampu besar terfokus padanya. Kemudian gadis kecil itu membaca puisi di atas. Ketika ia membacanya, terdengar tawa berderai dari audiens yang menonton.
Mendengar lirik pertamanya, spontan saya tertawa. Apalagi melihat ekspresinya ketika membaca, pun nada suaranya seolah menunjukan dia menahan rasa kesal untuk waktu yang cukup lama. Namun ketika meresapi lirik pada puisinya itu, saya tertegun dan termenung. Sebegitu dahsyatnya efek dari sebuah teknologi yang disebut situs jejaring sosial tersebut (social network site). Sebenarnya bukan untuk kali ini saja kasus semacam ini terjadi. Berberapa waktu yang lalu, Yahoo!Massanger meledak diantara para pengguna internet. Dikabarkan bahwa sepasang suami istri mengakhiri jalinan pernikahan mereka karena sang istri terpesona dengan seorang “teman” di daftar teman YMnya.
Alkisah, karena sang suami sibuk bekerja, sedangkan sang istri tidak bekerja, maka dipasanglah jaringan internet ke rumahnya untuk hiburan dan mengisi waktu bagi sang istri, disamping untuk menunjang tugas suami. Sang istri merasa nyaman dengan adanya fasilitas tersebut. Ketika YM mengalami booming, sang istri ikut terbawa arus. Setiap hari tidak bisa lepas dari perangkat komputer dan internetnya itu. Puncaknya, ketika sang istri menemukan sesosok “teman” laki-laki yang dianggapnya “lebih” dari suaminya sendiri. Boleh jadi karena kesibukan sang suami, sang istri merasa kurang mendapat perhatian. Ketika sang istri mendapat perhatian “teman” tersebut, segala sesuatunya dicurahkan kepadanya.
Parahnya, sang istri sampai melupakan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu dan seorang istri. “witing trena jalaran saka kulina”, adanya cinta karena ada kebiasaan. Merasa sudah cocok, “teman” berjanji menikahi sang istri itu jika sudi bercerai dari suaminya yang sekarang. Benar saja, sang istri tersebut akhirnya bercerai. Namun ketika wanita tersebut menagih janjinya, sang “teman” mengelaknya. Dia mengatakan bahwa apa yang dikatakannya hanya untuk mengujinya apakah ia orang yang setia atau tidak.
Ketika internet pertama kali booming di era 2000-an, MiRC mengambil kendali. Ketika mailing list muncul, beragam komunitas membentuk mailing listnya untuk memperat komunikasi dan interaksinya. Hampir semua komunitas memiliki mailing list. Tanpa harus dicek, milis bisa hidup dan tidak akan kadalauarsa (expired). Beberapa waktu kemudian, Yahoo! Mengembangkan Yahoo!Massanger (YM). Dengan fitur ini, kita dapat ngobrol (chat) sepuasnya dengan koneksi kita dengan biaya jauh lebih murah dari telepon. Berkembang kemudia forum diskusi. Orang-orang ramai bergabung pada forum diskusi. Entah forum itu bertema daerah asal, almamater, komunitas hobi, agama, ilmiah, dan sebagainya. Bosan dengan forum, meledaklah situs pertemanan (Friendster, Hi5, dan sebagainya). Dan yang paling mutakhir adalah Facebook.
Kesemuanya itu membawa dampak positif dalam pengembangan jejaring komunitas. Namun yang terkadang luput dari perhatian adalah dampak kurang baik yang ditimbulkan. Dua kisah di atas menjadi contohnya. Dalam kasus tersebut, sosok seorang ibu menjadi sorotan. Sebuah amanah termulia di atas bumi ini, yang Rasulullah menyebutkannya hingga tiga kali, menjadi pertaruhan. Seorang ibu yang mempunyai amanah sebagai pemimpin rumah tangga dalam membina keluarga, dan membina pendidikan bagi anaknya. Beratnya tanggungan amanah itu tidak jarang membuat seroang ibu jenuh dan membutuhkan hiburan sebagai selingan. Perkembangan teknologi yang ditawarkan internet dewasa ini, tidak hanya memberikan hiburan, namun ketika salah atau berlebih dalam penggunaannya, mempunyai akibat yang fatal.
Teknologi komunikasi dan informasi memungkinkan kita untuk memperpendek jarak ruang dan waktu. Kita bisa mengetahui informasi terbaru dari belahan dunia manapun pada saat ini juga. Namun yang perlu diingat, belum tentu apa yang terjadi di balik sana adalah beul-betul terjadi. Boleh jadi ada konspirasi dalam pengelolaan dan pengolahan informasi.
Pada situs jejaring pertemanan tersebut misalnya, ataupun melalui fasilitas ngobrol (chat), kita (dipaksa) mempercayai semua hal yang ada di depan kita. Ketika teman kita menulis bahwa dia sedang marah, kita percaya mentah-mentah. Pun begitu ketika teman kita mengatakan atau menulis kisah lucu tentang dirinya ataupun orang lain, serta merta kita percaya dan ikut larut dalam kegembiraannya. Kita lupa akan satu prinsip dalam informasi: objektifikasi. Dalam sebuah iklan permen, disebutkan, “gak semua yang loe denger itu bener…”. Kita lupa untuk mengkonfirmasi dengan sumber lain. Boleh jadi ketika teman kita mengatakan dia sedang sedih, nyatanya dia sedang tertawa terbahak-bahak. Karena hanya mengandalkan satu sumber, kita percaya mentah-mentah. Kita semakin larut.
Klimaksnya, terjadilah kasus tersebut. Bukan tidak mungkin hal seperti itu akan terulang kembali. Masing-masing dari kita adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Laki-laki bertanggung jawab atas dirinya dan anak istrinya kelak. Seorang wanita bertanggung jawab atas putranya dan untuk suaminya. Meskipun yang menjadi contoh tadi adalah sosok seorang wanita, bukan berarti renungan ini hanya untuk wanita. Renungan ini untuk kita resapi bersama.
Selamat Hari Kartini dan Hari Perempuan Internasional.
p.s.
Jika RA Kartini masih hidup, dan melihat video tadi, apa yang akan dikatakannya?