“Penyesalan selalu datang terlambat”, kata-kata ini seakan sudah menjadi hukum yang disepakati bersama. Jarang sekali pendapat “sesal dulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna” bisa diejawantahkan. Hal ini bisa terjadi karena kita belum bisa menyeimbangkan tiga perangkat penting yang dianugerahkan Allah kepada kita : akal, perasaan dan kecerdasan spiritual. Tiga komponen ini adalah satu kesatuan yang tak mungkin dipisahkan.
Sulit sekali memang ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan atau pilihan, kita “bertanya” dengan apik kepada ketiga komponen yang kita miliki tersebut. Terkadang, perasaan lebih dominan hingga akal terkalahkan. Jadilah keputusan yang dibuat jauh dari cara pandang secara umum. Atau sebaliknya, akal lebih menguasai hingga kita jadi seorang makhluk yang tak punya rasa empati. Lebih parah lagi ketika kita sama sekali tidak melirik pada kecerdasan spiritual yang kita punyai, dan kitapun tidak terlalu cerdas untuk yang satu ini.
Maafkan saya sahabat. Penyesalan menjadi penting untuk dibahas, karena kecerobohon demi kecorobohan yang saya lakukan akhir-akhir ini. Spiritual yang tak terasah telah membuat saya melaju menjadi seorang hamba yang sombong, mengabaikan sunatullaah, kehilangan rasa empati dan sering mengeluh. Pertolongan Allah serasa sulit digapai, Syair lagu Bimbo “Aku jauh.. Engkau jauh… Hati adalah cermin.. tempat pahala dan dosa bertarung.. ” seringkali terngiang tapi tak satupun perubahan yang saya lakukan. Saya merasa “stag”, tak bisa bergerak, tak bisa berbuat apa-apa, bahkan menangis pun tak bisa, tak ada yang bisa menyentuh perasaan terdalam padahal saya adalah seorang wanita.
“Tangis adalah senjata seorang wanita” tidak berlaku sama sekali. Hati ini terasa begitu gersang. Saya merasa ngeri dengan diri sendiri, berada di “negeri lain” dan tak menghiraukan dunia yang sudah ada. Saya tidak peduli dengan pandangan teman-teman, saya tidak peduli dengan lingkungan, tidak bisa membedakan hak dan kewajiban, mencampuradukkan benar dengan salah, dan tak ingin berpikir yang membuat lelah. Saya lelah lahir batin. Norak ya sobat ?
Bacaan-bacaan penggugah semangat juga tak mempan. Perjuangan tak kenal lelah dari Siti Khadijah dalam mendampingi Rasulullah, kesabaran Siti Hajar mencari mata air untuk puteranya ketika terdampar di Padang Pasir, ketegaran Al-Khansa mengantarkan puteranya syahid, kesetiaan para sahabat kepada Rasulullah lewat begitu saja, tak berbekas ! Nasehat demi nasehat dari orang terdekat hanya melintas di telinga untuk sekejap..
Hingga suatu hari, Allah mendatangkan seorang pemuda dari dunia penuh “kerlipan”, dunia selebritis dengan kekayaan yang bisa menggoda iman. Dia berada di puncak kejayaan. Usianya masih sangat muda. Grup band yang diusungnya menempati tiga besar di jajaran panggung hiburan Dengan tampilan bersahaja, ia datang untuk berdiskusi. … “Mba, jiwa saya gelisah, saya ragu apakah Allah ridha dengan apa yang saya perbuat saat ini ? Saya ingin mencintai-Nya seutuhnya. Tahukah mbak? tidak jarang ketika azan berkumandang, saya sedang sibuk berjingkrak-jingkrak dalam kalimat yang tak pantas. Jauh dalam hati saya menangis, ingin berontak…” Kalimat sederhana itu merobohkan semua tiang keangkuhan yang sedang meraja. Subhaanallaah…dia masih sempat ingat Allah dalam dunianya yang hingar-bingar, dia ingin disayang Allah… sementara saya menampik semua kasih sayang itu. Betapa tak bersyukurnya… Saya malu ya Allah.. benar-benar malu..
Dalam hati, saya teriak dan menangis.. hingga curhat-curhatnya yang lain tak sempat saya dengarkan dengan seksama. Saya rasakan “tamparan demi tamparan” Allah merasuk dalam hati, sejuk sekali.. Kasih sayang Allah serasa menjalar di setiap pembuluh darah.
Penyesalan selalu datang terlambat. Tiga bulan, cukup lama untuk sebuah kekecewaan dan kemalasan, cukup lama untuk tidak istiqomah dalam melaksanakan amalan sunnah, cukup lama untuk tidak khusyu shalat dan cukup lama untuk mengabaikan sesama. Tiba-tiba rasa takut menyelinap.. andaikan Allah memanggil dalam keadaan terburuk itu, sanggupkah saya menghadap-Nya ? Astaghfirullaah..
“Ya Rabb, jadikan penyesalan ku ini sebagai penyesalan terakhir. Beri aku kemampuan untuk mengerahkan semua instrument yang Kau anugerahkan sebagai kompas untuk penuntun langkah dalam setiap detak kehidupan, hingga tiada lagi penyesalan tak berguna. Ijinkan aku menitipkan cinta untuk semua makhluk yang telah Kau hadirkan tuk belajarku. Pandu aku untuk bisa selalu bermuhasabah. Ampuni aku ya Allah. Makasih telah ajari aku cintai-Mu lewat jalan yang Kau sukai”