Ramadhan Cinta
Dan, ramadhan kembali tiba…
Sudah siapkah kita menyambutnya..? Tentu, setiap diri kita punya jawaban masing-masing. Jawaban yang berbeda-beda. Sungguh beruntung mereka yang penuh suka cita menyambutnya, dengan perasaan senang karena dipertemukan lagi dengan bulan yang mulia ini. Merugi, mereka yang biasa saja, bermalas-malas menyambutnya, apalagi mereka yang tak senang atau merasa terkekang karenanya. Padahal kalau kita memahaminya, sungguh banyak hikmah yang bisa petik pada setiap ramadhan tiba.
Di dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman “Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasanya” (Muttafaqun’alaih). Dalam dimensi ini, kita memaknai bagaimana ibadah puasa adalah ibadah khusus. Ini adalah kesempatan kita untuk membuktikan cinta, kerendahan hati seorang hamba kepada sang khalik. Apa yang kita lakukan, puasa yang kita lakukan di bulan ramadhan, Dialah yang akan membalasnya. Bulan ini juga memberi kesempatan kita terhapus atas segala dosa-dosa kita. Doa-doa ampunan atas segala kesalahan terkabulkan, tentu dengan semangat pengharapan terdalam dari diri kita.
Lewat perantaraan Rasulullah, juga disebutkan tentang keistemewaan orang yang berpuasa “ Sesungguhnya di surga ada satu pintu bernama Al-Rayyan, dari pintu ini akan masuk orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat, tidak ada siapapun selain mereka yang akan memasuki pintu ini, dikatakan, mana orang-orang yang berpuasa..? Lalu mereka semua berdiri, tidak ada satupun yang memasuki pintu ini, jika orang-orang yang berpuasa telah masuk, maka pintu itu ditutup, sehingga tidak ada seorang pun selain mereka yang memasukinya”. (Muttafaqun’laih).
Inilah dimensi transendental. Dimensi keTuhanan. Allah SWT telah menjanjikan kepada hambanya dengan kenikmatan kelak di kemudian hari jika benar-benar melakukan ibadah puasa dengan semestinya, sesuai sunnah-sunnah yang diajarkan Rasulullah. Maka, tak ada yang kita lakukan, selain kita memaknai bulan ini dengan bulan pembuktian cinta kita. Kita isi hari-hari puasa kita dengan ibadah-ibadah untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Bukan untuk apa-apa, semata-mata untuk meraih keridhoan Allah saja.
Lantas, bagaimana dimensi kemanusiaannya..? Puasa, sebenarnya ada wujud solidaritas kemanusiaan. Sebulan penuh kita melakukan puasa, menahan lapar dan haus sepanjang pagi dan siang. Makna yang bisa kita ambil sebenarnya melatih kepekaan sosial kita, kepedulian kita kepada sesama. Kita, mungkin hanya sebulan merasakan lapar dan dahaga, tapi diluar sana, bisa jadi teramat banyak yang setiap hari menahan lapar, sudah terbiasa hidup dengan amat kesulitan dan memprihatinkan. Para pengemis itu, gelandangan itu, buruh-buruh kasar itu, orang-orang pinggiran kota itu, petani miskin itu.
Sungguh inilah bulan pembuktian cinta kita kepada sesama. Melihat dengan mata hati kita, teramat bersyukur kita sebenarnya. Sepanjang pagi dan siang mungkin kita sama-sama menahan lapar. Tapi ketika sore tiba, saat berbuka puasa, makanan-makanan enak toh masih sempat kita santap. Tidakkah kita pantas bersyukur karenanya? Bagaimana pembuktiannya, salah satunya adalah dengan derma kita untuk sesama, semangat untuk memberi dan berbagi dengan sesama. Kita asah mata hati kita untuk lebih peka atas nasib dan penderitaan orang lain. Lantas, kita berikan kebahagiaan sepanjang kita bisa untuk mereka. Membuat mereka sejenak tersenyum.
Demikianlah ramadhan cinta menyapa kita, tidakkah kita merindukannya..?
Purwokerto, 9-September-2007
http://penakayu. Blogspot. Com