“Sumber daripada penyakit adalah perut. Perut adalah gudang penyakit dan berpuasa adalah obatnya”. (HR Muslim).
Islam adalah ajaran yang utuh dan sempurna. Tiada satu pun aspek dari kehidupan manusia, yang luput dari pengaturan ajaran Islam yang Rabbaniah. Kesempurnaan risalah Islam ini telah ditegaskan Allah Swt dalam wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw ketika melakukan haji wada di Makkah (QS 5:3). Tulisan ini menyinggung satu aspek kecil yang cukup menarik dan berkaitan dengan hikmah puasa Ramadhan. Semoga menambah motivasi untuk menikmati jamuan-Nya.
***
Makanan yang berlebihan memiliki dua efek yang membahayakan. Yang diserap berlebihan menimbulkan penimbunan lemak, yang dibuang menimbulkan penimbunan kotoran. Berkait dengan penimbunan lemak dan efeknya, sudah banyak tulisan yang membahas hal tersebut. Berkait dengan penimbunan kotoran, adalah hal baru yang saya dapatkan baru-baru ini, dari sebuah brosur tentang produk suplemen makanan.
Pengetahuan tersebut sangat berguna bagi saya. Dan saya makin menyakini bahwa puasa adalah sebuah instrumen penting untuk mencapai jalan ketaqwaan, sebagaimana bunyi ayat Allah Swt yang masyhur kita baca, yaitu QS 2:183.
Dalam brosur itu diungkap bahwa hasil penelitian tentang penimbunan toksin di usus besar (kolon), disimpulkan bahwa 90% dari segala penyakit bermula dari usus besar (kolon). Hasil penelitian tersebut juga mengungkap bahwa dari 100.000 usus besar, hanya 6% (atau 6.000) yang betul-betul normal. Dokter terkemuka dunia pernah melakukan diagnosa atas 22.000 usus besar, dan hasilnya belum pernah ditemukan suatu usus besar yang berada dalam kondisi normal. Ada saja bentuk kelainan yang ditemukan.
Yang menjadi penyebab dari segala penyakit adalah kotoran yang tertahan yang merupakan sisa-sisa makanan yang melekat pada dinding usus dan dapat diserap oleh lapisan mukosa yang akhirnya menjadi kotoran yang tidak dapat dikeluarkan. Kotoran tertahan ini selanjutnya dapat menghambat proses detoksifikasi, memperlambat proses metabolisme dan meracuni tubuh. Suatu penyelidikan oleh sekelompok pakar Jepang disimpulkan bahwa jumlah kotoran yang tertahan yang berada dalam tubuh seseorang yang sehat rata-rata seberat 6 hingga 10 pon (atau 2, 72 s.d 4, 54 Kg). Tentu, pada orang-orang yang menderita kelaianan, jumlah kotoran yang tertimbun jauh lebih banyak.
Yang menarik, direkomendasikan bahwa puasa adalah cara utama untuk menghindari penumpukkan kotoran-kotoran itu, selain rekomendasi untuk banyak mengkonsumsi makanan organik yang tidak tercemar (sayuran dan buah non-pestisida), minum air putih yang cukup, mengendalikan emosi, mendapatkan cukup sinar matahari dan udara segar, dan membiasakan olah raga secara teratur.
Secara sederhana saya memahami dan menganalogikan bahwa kotoran yang menyumbat saluran pembuangan (got, drainase, parit, dll) memang potensial menimbulkan malapetaka, seperti banjir, sarang kuman penyakit, polusi udara, pencemaran tanah, dan malapetaka turunan lainnya. Tindakan terbaik adalah dengan selalu membersihkan saluran air agar tidak tersumbat, atau tidak membuang kotoran secara berlebihan ke dalam saluran air.
Dengan puasa, maka asupan yang masuk ke dalam perut dikendalikan kuantitasnya. Pengendalian ini memberi kesempatan kepada organ tubuh untuk bekerja secara optimal. Sebagai contoh, usus besar jika menerima banyak zat buang, maka akan terjadi penumpukan-penumpukan di sana. Sebaliknya dengan pengendalian makan, maka zat buang yang dilempar ke usus besar, bisa dialirkan tanpa menimbulkan penumpukkan kotoran.
Penyerapan zat makanan yang berlebihan juga mengakibatkan penumpukkan lemak di dalam darah, pembuluh darah atau di kelenjar-kelenjar lemak. Kondisi ini membahayakan aliran darah di dalam tubuh. Lemak-lemak ini tidak ubahnya seperti kotoran yang menutupi aliran darah. Padahal kita tahu bahwa darah harus bekerja optimal untuk menghantarkan sari makanan dan oksigen ke seluruh sel-sel tubuh, termasuk ke Jantung. Jika perjalanan darah ini tersumbat, maka kerja jantung pun menjadi terforsir. Kondisi ini sangat rentan terhadap timbulnya berbagai macam penyakit dan gangguan tubuh.
Makan berlebihan juga berefek pada penumpukkan energi yang berlebihan di dalam tubuh, termasuk pada penguatan nafsu syahwat. Nafsu syahwat ini jika tidak dikendalikan dengan baik, maka yang terjadi adalah pelampiasan yang bukan pada tempatnya (diharamkan oleh Allah). Selain itu makan berlebihan, menimbulkan macam penyakit psikologis yang merupakan dampak tidak bisa dikendalikannya emosi (hawa nafsu), seperti marah, sombong, tidak empati kepada orang lain, kikir, tamak, dan lain-lain. Semua perilaku tersebut mengarahkan manusia pada tindak kefujuran.
***
Dengan bukti-bukti biologis tersebut, kita mengetahui bahwa manfaat puasa itu sebenarnya untuk kebaikan manusia itu sendiri, yaitu membersihkan manusia dari penyakit fisik (dhohir) dan penyakit psikis (bathin/jiwa). Dengan memahami sifat perut dan peranan puasa untuk mengendalian perut itu, semestinya ajaran puasa ini disambut dengan bahagia dan suka cita, bukan dengan perasaan susah dan serba berat.
Sungguh menyedihkan jika nanti di bulan Ramadhan, masih banyak kaum muslim yang tidak melaksanakan puasa tanpa udzur yang syar’i. Ibaratkan diberi kemudahan untuk menuju sehat, mereka lebih memilih sakit. Diberi jalan menuju ketaqwaan, mereka lebih memilih jalan- kefujuran.
Waallahua’lam bishshawaab.
([email protected])