Jangan tanyakan dunia gelap macam apa yang sudah ia geluti. Karena ia kan meneteskan air mata bila mengingatnya.
Gambar naga itu masih melekat di lengan dalam kanannya. Gagah memang. Siapapun yang melihatnya kan gentar bahkan nge-per duluan. Di samping perawakannya yang atletis. Dada bidang nan tegap. Raut muka yang berwibawa. Sorot mata yang tajam. Ditopang rahang yang kokoh dan suara yang keras dan tegas bila berbicara. Soal keberaniannya. Jangan ditanya, karena ia sudah melampaui dengan tindakan. Bukan sekedar omongan belaka. Maka siapapun kan mengakui kekuatan ‘sang naga’. Ia preman yang amat disegani di daerahnya.
Ia tak menyadari, hidayah itu harus datang dari ‘sekedar’ mendengar sebuah ceramah. Tentang kisah masuk Islamnya seorang preman di zaman Rasulullah Saw. Lewat cara ala ‘preman’nya. Menampar keras hingga jatuh adik iparnya, hingga merebut paksa sesuatu yang suci dari dekapan adik perempuannya. Keduanya terhuyung pasrah di bawah kekuatan ‘sang amir’. Tiada seorang pun yang berani melawan. Kecuali salah satu di antara keluarga mereka. Entah Ayah, Suami, Saudara Laki atau Anak Lelaki mereka rela mati. Dialah pelantun do’a:
“Ya Allah lindungi kami dari orang-orang yang bertaqwa yang lemah dan tidak bertaqwa yang lemah dan tidak berdaya, dan lindungi kami dari orang-orang jahat yang perkasa dan tangguh. ”
Sang pembeda Al-Haq dan Al-Bathil Umar ‘Al-Faruq’.
Kisah Umar menjadi inspirasi ‘sang naga’ untuk kembali kepada rengkuhanNya. Walau ia tak mesti menampar seseorang. Ia memasuki ‘alam baru’, yang mungkin pernah ia singgahi waktu masa kanak-kanaknya dahulu. Di ruang surau kampungnya atau bilik rumah orang tuanya. Sesuatu yang bercahaya, serta terang benderang.
Hidayah itu memang harus dikejar. Sebagaimana IA berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(Al-Ankabut:69)”.
Banyak orang menunggu hidayah. Karena mereka sekedar beranggapan, itu hak perogatif Allah. Dengan berbagai alasan. Belum siap berjilbab-lah, belum mau berhenti pacaran-lah, masih kadar makruh-lah (rokok), masih kotor-lah, dan sebagainya. Padahal perubahan membutuhkan pergerakan. Tanpa itu, hanya diam belaka. Ujung-ujungnya tidak berubah, hingga ajal menjelang. Na’udzubillah min dzalik.
Pilihan ‘sang naga’ hanyalah satu. Menjadi tentara Allah atau tentara syaithan. Ia lebih suka memilih menjadi tentara Allah. Dengan kekuatannya ia ucapkan salam akhir pada dunia kegelapan. Babak baru dimulai, pergulatan atas pilihan fitrah tidaklah mudah. Cibiran bahkan keraguan orang akan dirinya adalah makanan harian ‘sang naga’. Tapi ia tidak ambil peduli, apalagi pusing. Ia bertahan. Dengan keberaniannya ia suarakan kebenaran. Hingga akhirnya, semua orang menjadi yakin. Preman juga Muslim.
Ia kini bukanlah ‘sang naga’ lagi. Yang suka memperlihatkan tatto ular mitos pada semua orang. Ia kini menjadi ‘sang ustadz’ bagi daerahnya, Dago. Yang tetap disegani warga, walau tidak berprofesi lagi menjadi preman. Dan tetap berpengaruh dengan segala kharisma yang ia miliki. Karena ia menjadi juru da’wah yang mengajak orang untuk kembali pada Allah. Sekarang ia selalu berpakaian lengan panjang. Untuk menutupi sisa gambar jahiliyyah yang masih menempel di lengan dalam kanannya. Wajahnya teduh, dengan janggut dan peci putih yang selalu ia kenakan.
Kenangan untuk beliau, Beliaulah Ustadz Anom. Salam cinta dan tandzim untuk beliau.
Manrie13@yahoo. Com