Masjid itu dibangun 21 tahun yang lalu. Namun masjid ini jangan dibayangkan benar-benar berbentuk masjid, yang lengkap dengan speaker adzan dan kubahnya. Masjid ini berupa ruangan tempat tinggal (Wohnung) dengan luas 100 m², di dalamnya terdapat dapur, toko, tempat wudhu, kamar mandi, dan perpustakaan. Sempit memang, namun masjid ini toh dapat bertahan selama 20 tahun dan menjadi tempat utama pembinaan keIslaman untuk masyarakat Indonesia di Berlin dan sekitarnya yang terhitung sekitar 2000 orang.
Al-Falah – kemenangan – begitulah kami memanggil pondok cinta itu. Dulu, masjid ini dibangun atas nama sebuah perkumpulan resmi (eingetragener Verein) bernama Youth Muslim Assosiation Europe e. V yang mendirikan dua masjid Indonesia di Berlin dan Amsterdam. Dengan harga sewa 1000 € per bulan dan ditambah dengan pemakaian listrik, air dan telepon, tentu terasa berat untuk dapat menjaga keberadaan masjid ini dari segi finansial, terlebih pengurus dan pengguna masjid ini sebagian besar adalah mahasiswa yang memiliki keterbatasan waktu dan juga keterbatasan penghasilan. Namun alhamdulillah, Allah menginginkan masjid itu terus bertahan.
Awal 2006, kami mendapat cobaan. Izin sewa ruangan kami diputus secara sepihak oleh sang pemilik gedung. Wallahualam apa alasannya. Namun kami berpikir, kami memang harus segera pindah dari tempat itu karena selain letaknya yang kurang strategis, harga sewanya juga mahal ditambah dengan luas ruangan yang terlalu sempit. Ide untuk pindah memang sudah berkali-kali terbesit, namun kami belum menanggapinya secara serius. Dan „teguran“ itupun akhirnya datang, dan „memaksa“ kami untuk merealisasikan ide kami. Setelah 20 tahun, masjid itu harus berpindah tempat.
Upaya mencari masjid baru bukan perkara mudah. Banyak pertimbangan dan memerlukan banyak perhatian serta keseriusan. Masalah dana memang selalu menjadi kendala utama. Pencarian masjid tidak cukup dalam sebulan dua bulan. Untungnya, dalam masa pencarian banyak pihak yang membantu seperti KBRI Berlin yang bersedia dititipi barang-barang masjid yang cukup banyak, dan masyarakat yang senantiasa berupaya mencari informasi tentang gedung yang strategis dengan harga sewa yang realistis. Kegiatan keIslaman pun dialihkan ke ruang serbaguna KBRI Berlin. Di sanalah kegiatan rutin masjid seperti shalat Jumat, Taman Pendidikan Al-Qur’an, dan pengajian bulanan diadakan.
Ketika proses pencarian masjid kami membentuk sebuah perkumpulan resmi yang nantinya akan menjadi nama tempat masjid kami bernaung. Perkumpulan itu kami beri nama Indonesisches Weisheits- und Kulturzentrum e. V. Kami menyingkatnya dengan sebutan IWKZ – sebutan baru untuk masjid kami. Di negara Jerman, segala sesuatu akan lebih mudah apabila ada badan resmi yang menanganinya, termasuk dalam hal pendirian masjid. Terlebih saat ini banyak fitnah yang menyebar tentang Islam di dunia barat seperti di Jerman ini. Namun alhamdulillah, dengan adanya perkumpulan resmi, maka masjid kami juga resmi di mata pemerintah Jerman.
Satu tahunpun berjalan. Setelah cukup banyak kami menyeleksi gedung mana saja yang pantas kami jadikan masjid, akhirnya kami memutuskan sebuah tempat di Perleberger Str. 61. Tempat itu sangat strategis, terletak hampir di dekat jantung kota Berlin. Tidak jauh dari stasiun kereta utama kota Berlin (Hauptbahnhof), tidak jauh dari KBRI, dan bertetangga dengan gedung Kedutaan Uzbekistan serta markas kepolisian Berlin. Sekitar 60 meter di depan tempat itu terdapat sebuah masjid Turki. Harga sewa pun tidak terlalu mahal, 1000 € per bulan, sama seperti gedung yang lalu, namun dengan luas dua kali lipat, yaitu 200 m².
Yang kami lakukan setelah menandatangani kontrak sewa ruangan untuk masjid itu adalah merombak interior habis-habisan, mengingat sejarah ruangan itu yang mantan bar dan ruangan sebelahnya yang dulunya dipenuhi dengan sekat-sekat dinding. Proses renovasi tidak sebentar, membutuhkan waktu sampai tiga bulan. Masyarakat harus bersabar untuk mendapatkan tempat ibadah dan pendidikan Islam yang nyaman setelah memendam rasa rindu selama lebih dari satu tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk renovasipun tidak sedikit, namun alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, segala kesulitan dapat kami hadapi dan kami selesaikan.
Kini, berdirilah kembali masjid kami yang menjati jantung serta pusat kegiatan keIslaman untuk masyarakat muslim Indonesia pada khususnya, dan masyarakat muslim di Jerman pada umumnya. Berlin adalah kota multikultural, dengan jumlah penduduk muslim yang termasuk paling banyak di Eropa. Di kota ini berdiri puluhan masjid, termasuk masjid kami di antaranya. Semoga upaya kami dalam memakmurkan masjid selalu dilimpahkan kelurusan niat dan ridho dari Allah SWT.
Lalu bagaimanakah cara kami mempertahankan masjid dari segi finansial? Banyak cara yang dapat kami lakukan dalam menggalang dana sebanyak-banyaknya untuk masjid. Selain kotak amal yang rutin diedarkan ketika shalat Jumat atau ketika pengajian bulanan, kami juga membuka Dauerauftrag, yaitu amal rutin tiap bulan dari para jamaah. Semua turut berpartisipasi, baik para mukimin, pekerja, maupun mahasiswa dapat menyumbang sesuai kadar kemampuannya. Bahkan sekali waktu ketika acara pengajian bulanan, dana yang didapat dari kotak amal mencapai angka yang sangat signifikan. Allahuakbar!
Ada metode pencarian dana lain yang kami usahakan untuk masjid, yaitu makan siang. Setiap hari Jumat pascashalat Jumat, ada beberapa ibu-ibu yang mempersiapkan makan siang untuk para jamaah. Setiap porsi dijual dengan harga 4 €, dan hasil penjualannya 100% untuk masjid. Ibu-ibu yang menyumbang makanan biasanya tidak meminta modal masaknya kembali, semoga pahala Allah yang dilimpahkan kepada mereka. Dengan sistim makan siang, maka para jamaah selain dapat menyantap santap siang yang mengenyangkan, juga dapat secara tidak langsung ikut beramal untuk masjid. Dari makan siang inilah sebagian besar kebutuhan masjid perbulannya bisa dipenuhi.
Selain itu, tiap tahun kami juga mengadakan program penggalangan dana yang bertajuk Sate Somay. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak lama, sejak masjid yang dulu baru beberapa tahun berdiri. Konsepnya sederhana, ketika musim panas kami menyelenggarakan dua kali Grillenfest (pesta kebun) di taman pusat kota Berlin yang menyajikan makanan khas Indonesia seperti Sate Ayam, Sate Kambing, Bakso, Somay, Pempek, dan kue-kue serta minuman. Yang datang tidak hanya masyarakat Indonesia yang muslim, namun juga yang non muslim, dan juga masyarakat Jerman maupun masyarakat dari negara lain. Keuntungan dari kegiatan ini alhamdulillah sangat membantu untuk eksistensi masjid kedepannya.
Memang masalah uang adalah masalah utama, namun jika kita terus berusaha dan bertawakal kepada Allah atas segala kesulitan – terutama kesulitan finansial – yang kita hadapi, insya Allah, Allah SWT akan selalu membantu kita. Semoga Allah terus melimpahkan cintaNya ke pondok cinta kami di sini.