eramuslim – “Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak (perempuan) yatim maka kawinlah dengan perempuan yang menyenangkan hatimu dua dan tiga dan empat. Jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil, maka kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar kamu lebih dekat agar tidak melanggar yang benar.” (QS. 4:3).
Sebab Turunnya Ayat
Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmizi dari Urwah bin Zubair, bahwa ia bertanya kepada Aisyah, istri Nabi Saw tentang ayat-ayat tersebut lalu jawabnya: “Wahai anak saudara perempuanku, yatim disini maksudnya adalah anak perempuan yatim yang ada dibawah asuhan walinya punya harta kekayaan bercampur dengan harta kekayaannya, dan hartanya serta kecantikannya membuat pengasuh anak yatim ini senang padanya lalu ia ingin menjadikan perempuan yatim ini sebagai istrinya, tapi tidak mau memberi mas kawin kepadanya dengan adil, yaitu memberikan mas kawin yang sama dengan mas kawin yang diberikan kepada perempuan lain. Maka pengasuh anak yatim seperti ini dilarang mengawini mereka kecuali mau berlaku adil. Jika tidak dapat berlaku adil, mereka disuruh kawin dengan perempuan lain yang disenanginya. (Sabiq, Sayyid, 1978:166).
Tentang Adil
Allah Ta’ala MEMBOLEHKAN poligami dengan batasan sampai 4 orang istri saja dan MEWAJIBKAN berlaku adil kepada mereka dalam urusan makan, tempat tinggal, pakaian, atau segala sesuatu yang bersifat kebendaan tanpa membedakan antara istri yang kaya atau miskin dari asal keturunan tinggi maupun rendah.
Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak dapat memenuhi semua hak-hak mereka, maka diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya hanya tiga orang istri, maka haram beristri empat. Jika ia hanya sanggup beristri dua, maka haram baginya mempunyai tiga istri. Demikian seterusnya. (Sabiq, Sayyid, 1978:171)
Dari Abu Hurairah Nabi Saw bersabda: “Barang siapa punya dua istri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat dengan bahunya miring”. (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Firman Allah: “Dan tidaklah kamu sanggup berlaku adil kepada istri-istrimu sekalipun kamu sangat menghendakinya. Karena itu janganlah kamu miring semiring-miringnya kepada salah seorang istrimu, sedangkan yang lain kau biarkan ibarat barang tergantung.” (QS 4:129)
Muhammad bin Sirrin berkata: Saya telah menanyakan soal ayat ini kepada Ubaidah. Jawabnya: Yaitu dalam cinta dan bersetubuh. (Sabiq, Sayyid, 1978:173).
Aisyah berkata: Rasulullah selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil. Dan beliau pernah berdoa: “Ya Allah, Ini bagianku yang dapat kukerjakan. Karena itu janganlah Engkau mencelaku tentang apa yang Engkau kuasai sedang aku tidak menguasainya.” Kata Abu Daud: Yang dimaksud dengan Engkau kuasai tetapi aku tidak kuasai yaitu “hati”. (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Hak Perempuan
Islam juga memberikan perempuan atau walinya untuk mensyaratkan kepada suaminya agar dia tidak dimadu. Jika syarat yang diberikan oleh istri ini dilakukan ketika ijab qabul maka syarat ini sah dan mengikat, sehingga ia berhak membatalkan perkawinannya jika syarat ini tidak dipenuhi suaminya. Namun hak membatalkan perkawinan ini hilang jika ia rela akan pelanggaran suaminya. Demikian pendapat Imam Ahmad dan dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibul Qayyim. (Sabiq, Sayyid, 1978:175)
Fakta-fakta yang patut dipertimbangkan:
1. Ketimpangan jumlah antara perempuan dan laki-laki
Di AS jumlah perempuan 8x lebih banyak dari laki-laki. Di Guinea ada 122 perempuan untuk 100 laki-laki. Setelah PD II, di Jerman jumlah perempuan adalah 7,3 juta lebih banyak dari laki-laki (3,3 jutanya adalah janda). Banyak dari perempuan-perempuan itu yang membutuhkan laki-laki bukan hanya sebagai pendamping tapi juga sebagai pemberi nafkah keluarga. Pasukan Sekutu (AS-Inggris) banyak yang memberikan perempuan-perempuan itu rokok, cokelat dan roti sebagai imbalan dari hubungan intim yang diberikan. Seorang anak berumur 10 tahun pada saat mendengar adanya pemberian semacam itu berharap ibunya bisa mendapatkan laki-laki diantara pasukan sekutu itu supaya mereka tidak kelaparan lagi (Frevert, 1998:263-264).
Di AS ada krisis gender pada masyarakat kulit hitam. 1 dari 20 pria kulit hitam meninggal dunia sebelum berumur 21 tahun. Bagi yang berumur 20-35, penyebab kematian utama adalah pembunuhan. (Hare dan Here, 1989:25). Disamping itu banyak laki-laki kulit hitam yang tidak punya pekerjaan, dipenjara atau kecanduan obat (Harrre dan Here, 1989:26). Akibatnya 1 dari 4 perempuan kulit hitam, pada umur 40 tidak pernah menikah, dan pada perempuan kulit putih terdapat 1 dari 10 perempuan tidak pernah menikah pada usia yang sama (Kilbridge, 1994:94). Banyak perempuan kulit hitam menjadi single mother sebelum usia 20 th. Akibat ketimpangan dalam man-sharing, perempuan-perempuan ini banyak yang kemudian menjalin hubungan selingkuh dengan laki-laki yang sudah menikah (Kilbridge, 1994:95).
Jadi, sebetulnya mana yang lebih baik menjadi istri kedua (ketiga atau keempat) yang sah dimata manusia dan Allah, atau “prostitusi terselubung” seperti yang dilakukan pasukan Sekutu (yang sebetulnya di masyarakat kita juga mulai ‘membudaya’?)
2. Praktek poligami
Sejak zaman dahulu pria ber-poligami. Para nabi juga, contohnya nabi Ibrahim. Para Raja, contoh terdekat raja-raja di Jawa. Jadi sebetulnya poligami itu bukan hal yang aneh, tapi memang tidak semua laki-laki mampu untuk poligami.
Banyak perempuan muda Afrika, baik Islam maupun Kristen, lebih suka dinikahi laki-laki yang sudah menikah karena telah terbukti dapat bertanggung jawab. Sebuah penelitian terhadap perempuan berumur 15-59 tahun, yang dilakukan di kota terbesar kedua di Nigeria menunjukkan bahwa 60% perempuan akan senang kalau suami mereka beristri lagi. Hanya 23% yang mengungkapkan tidak suka ide poligami. Penelitian di Kenya menyatakan 76% perempuan melihat poligami itu positif. Penelitian di pedesaan Kenya menunjukkan 25 dari 27 perempuan menganggap poligami lebih baik dari monogamy. Perempuan-perempuan itu menganggap poligami dapat menguntungkan jika istri-istri itu bekerjasama satu sama lain (Kilbridge 1994:108-109).
3. Setuju pada poligami
Dr. M. Yusuf Musa berkata: Saya mengikuti Konferensi Pemuda Internasional di Munich, Jerman Barat, 1948 dan membahas persoalan ketidakseimbangan jumlah perempuan dan laki-laki. Usulan poligami pada awalnya tidak disetujui. Namun setelah dikaji lebih mendalam, peserta sependapat bahwa poigami adalah solusi. Akhirnya poligami dimasukkan sebagai salah satu rekomendasi pesrta konferensi. Tahun 1949 saya mendengar nahwa penduduk kota Bonn ibukota Jerman Barat menuntut agar dalam undang-undang negara dituangkan ketentuan yang membolehkan poligami. (Sabiq, 1978:191)
Pada diskusi panel di Temple University, Philadelphia, 27 Januari 1993, dibicarakan tentang man-sharing/satu laki-laki untuk beberapa wanita (Kilbridge, 1994:95-99). Sebagian pembicara menganjurkan poligami sebagai pemecahan masalah.
Tahun 1987, sebuah polling yang dilakukan koran mahasiswa Universitas California di Berkeley menanyakan para mahasiswa apakah setuju jika laki-laki diperbolehkan secara hukum untuk memiliki lebih dari 1 istri untuk mengatasi keterbatasan jumlah calon pengantin laki-laki di California. Hampir seluruh mahasiswa yang mengikuti polling setuju. Salah seorang mahasiswa perempuan mengatakan bahwa perkawinan poligami akan memenuhi kebutuhan emosi dan fisiknya di samping memberikan kebebasan yang lebih besar daripada perkawinan monogamy (Lang, 1994:172). Argumen yang sama dikemukakan perempuan Mormon fundamentalis yang menjalani poligami di AS. Mereka yakin poligami cara yang ideal bagi perempuan untuk memiliki karir dan anak-anak karena istri-istri itu dapat saling membantu dalam mengurus anak-anak (Kilbridge, 1994:72-73).
Poligami dalam Islam adalah persoalan kesepakatan bersama. Tidak seorang pun yang dapat memaksa perempuan untuk menikah dengan orang yang sudah menikah. Seorang istri juga berhak untuk membuat persyaratan bahwa suaminya tidak boleh memiliki perempuan lain sebagai istri kedua (Sabiq, 1994:187-188).
Ada hal yang patut kita cermati dari kata-kata Billy Graham, seorang penginjil Kristen: “Ajaran Kristen tidak kompromi pada persoalan poligami. Islam telah mengijinkan poligami sebagai jalan keluar untuk mengatasi penyakit-penyakit masyarakat dan telah membolehkan dengan sewajarnya pada naluri manusia, tetapi dalam kerangka hukum yang diatur ketat. Negara-negara Kristen mempromosikan monogami besar-besaran, tapi kenyataannya mereka sebetulnya poligami. Setiap orang tahu permainan ‘wanita simpanan’ dalam masyarakat Barat. Islam merupakan agama yang sangat jujur dan memperbolehkan muslim untuk menikahi perempuan lain jika dia terpaksa, tapi Islam melarang dengan ketat semua bentuk percintaan terselubung untuk menyelamatkan integritas moral masyarakat”. (Doi, 1994:76).
Kalau nonmuslim saja bisa melihat ke-tawadzun-an dalam masalah poligami ini, kenapa kita masih ribut? Bukankah ini bukti luarbiasanya dan sempurnanya Islam? Islam MEMBOLEHKAN poligami, dalam beberapa kasus diatas bahkan bisa jadi SOLUSI. Hukum menikah ada beberapa, bisa jadi WAJIB, MUBAH, MAKRUH, bahkan HARAM. Dilihat kasus per kasus. Poligami juga, tergantung setiap keluarga yang menjalaninya.
4. Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
a. Adakalanya istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan sembuh, padahal suami ingin mempunyai anak. Dengan keadaan seperti ini apakah lebih baik suaminya dibiarkan menderita karena kondisi istrinya dan ditimpakan seluruh penderitaan tadi kepada suaminya seorang, atau dipandang lebih baik istrinya diceraikan saja dan menderita dengan perceraian itu, padahal ia masih menginginkan hidup berdampingan dengan suaminya? Ataukah lebih baik poligami sebagai suatu alternatif yang cukup win-win solution?
b. Kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar dari perempuan. Kesanggupan perempuan untuk mempuanyai anak berakhir sekitar usia 45-50 tahun, sedang laki-laki sampai dengan lebih dari 60 tahun.
c. Ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual sangat besar sehingga tidak puas dengan seorang istri saja. Maka itu poligami bisa menjadi alternatif pemecahan.
d. Terhindar dari lahirnya anak-anak di luar pernikahan. Menteri Kesehatan, Pendidikan dan Sosial Amerika Serikat mencatat biaya yang ditanggung pembayar pajak untuk anak-anak tidak sah adalah US $ 210 juta di tahun 1959 untuk sekitar 205 ribu anak. (Sabiq, Sayyid 1978:185-186)
Sebagai penegasan dan kesimpulan semoga kita sepakat bahwa: Merupakan karunia dan rahmat Allah yang menjadikan poligami bukan wajib dan bukan sunnat, tapi DIBOLEHKAN dan dibatasi hingga empat saja. (Sabiq, Sayyid 1978:179). Selain hak suami untuk beristri sampai empat, istri juga berhak saat ijab qobul meminta untuk tidak dimadu.Subhanallah, betapa luar biasa adilnya Allah dalam mengatur masalah ini.
Dengan paparan ini, harapan kecil saya adalah adalah:
1. Yang sekaum dengan saya jangan langsung alergi ketika berbicara poligami atau berkata “Tidaaaaakkkkkkkkkk!!!” kepada suami saat suami mengutarakan keinginannya untuk poligami.
2. Bagi kaum Adam, tolong jangan mengatakan ini sunnah Nabi, dengan demikian harus diikuti, seperti sunnah-sunnah Nabi yang lain. Tolong jangan mengikuti hawa nafsu dan berlindung dibalik ayat.
3. Tidak perlu berbeda pendapat tentang poligami, karena ini adalah hak masing-masing pasangan, yang kondisinya bisa berbeda-beda. Bisa jadi bagi seseorang poligami adalah suatu solusi, dan bagi orang yang lain adalah petaka.
Literatur:
Doi, Abdul Rahman. 1994. Woman in Shari’ah. London : Ta-Ha Publishers.
Frevert, Ute. 1988. Woman in Germany History : From Bourgeois Emancipation to Sexual Liberation. New York: Berg Publishers.
Hare, Nathan and Julie Here (ed.). 1989. Crisis in Black Sexual Politics. San Francisco : Black Think Thank.
Kilbridge, Philip L. 1994. Plural Marriage For Our Times. Westport Conn : Brgin & Garvey.
Sabiq, Sayyid, 1978. Fiqhussunnah Jilid 6. Bandung : PT Alma’rif.
Dewi Oetari