Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan hidayah bagi manusia yang Ia kehendaki. Salam bagi Rasul Allah terakhir, Muhammad SAW, manusia yang paling baik akhlaknya dan dijadikan teladan bagi seluruh manusia di bumi.
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (Yunus : 99-100)
“Sesungguhnya petunjuk-Nya adalah nikmat yang sangat besar”
Hidup dalam lingkungan keluarga yang sangat terbuka namun penuh nasihat dan arahan membuatku tidak pernah merasa khawatir dalam mengerjakan sesuatu. “Asalkan baik dan benar, silahkan saja.” Kalimat tersebut merupakan pedoman yang diberikan keluargaku dalam menghadapi hidup. Satu hal yang ingin aku sampaikan, kalimat tersebut sangat jarang sekali dikatakan dalam kehidupan sehari-hari. Itu merupakan kalimat yang aku simpulkan sendiri berdasarkan kenyataan yang ada dalam keluargaku. Sesungguhnya tindakan akan memberikan dampak yang lebih besar ketimbang perkataan indah yang tidak dilakukan si penyampai.
Saat SD, aku selalu mendapatkan nilai akademik yang sangat bagus-bagus. Sayangnya, pendidikan agama masih aku anggap sebagai sebuah mata pelajaran seperti IPA, matematika, IPS, dan sebagainya dimana aku harus menjadi yang terbaik. Shalat aku anggap sebagai suatu rutinitas yang menyita waktu untuk bersenang-senang. Namun, hal itu karena aku masih kecil alias belum cukup umur. Orang tua? Keluargaku tidak terlalu intensif dalam urusan membina agama anak-anaknya, Muslim yang masih suka shalat sendirian dibanding berjamaah. Tidak seperti keluarga kalian yang rajin untuk shalat berjamaah.
Saat kelas 6 SD, nenek beserta kakak ayahku dan istrinya berangkat ke tanah suci, Alhamdulillah. Sepanjang kepergian mereka, hati ini menggerakkan tubuhnya untuk selalu shalat tepat waktu. Doa-doa dilantunkan agar mereka kembali ke tanah air dengan selamat. Kekaguman sedikit terlihat di wajah keluargaku saat melihat aku rutin melaksanakan shalat 5 waktu. Hal yang aku pandang wajar karena sebelumnya shalat adalah hal yang kulaksanakan semaunya.
Alhamdulillah, doaku dikabulkan oleh Allah SWT. Keluargaku kembali dalam keadaan selamat sambil membawa oleh-oleh khas tanah suci, kurma, teko, dan tentunya air zam-zam.
“Setiap cucu nenek dapat jatah 1 gelas air zam-zam. Sebelum minum baca doa dan minta sama Allah apa saja yang diinginkan.” Ungkap nenek sambil membagi-bagikan air zam-zamnya.
Dalam hati, kusyukuri itu dan langsung kuambil airnya. Kupanjatkan permintaan seperti perkataan nenek sebelumnya.
“Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah, aku mau si A jadi pacarku. Aamiin” Sekali teguk langsung habis karena terlalu bersemangat.
Ya itulah saat-saat dimulainya aku mengenal agama. Sesuatu yang terjadi secara tidak langsung. Keberangkatan keluarga ketanah suci yang membawa berkah bagi cucunya. Alhamdulillah.
Di SMP, alhamdulillah shalatku semakin rajin. Aku kadang mengumandangkan adzan dengan semangatnya. Walaupun kaki gemetaran, hal itu tertutupi dengan suara lantangku. Dikelas 2 SMA, ku punya teman yang sangat anti berdekatan dengan perempuan. Ia selalu menyapu bagian tubuhnya yang tersentuh perempuan.
“Aneh nih orang. Kenapa ya? Akalku berpikir mencari jawaban.
Di SMA, kegiatan organisasi ku tidak lagi sepadat saat SMP. Sebagian besar waktuku digunakan untuk membaca, berlatih suatu cabang olahraga, dan sedikit keorganisasian sosial. Saat kelas 3, aku aktif mengembangkan bisnis pribadi. Tidak hanya itu aku mencoba mendalami kehidupan remaja, seperti rutinitas berhubungan dengan lawan jenis. Hape selalu penuh dengan SMS seputar kegiatan sehari-hari, diskusi suatu hal, candaan, dan sebagainya.
“Kalo q n u ada di dekat jendela suatu rumah yang tinggi. Apa yang terjadi? Tanya si dia.
“U terlempar keluar!” balasku
“Loh, knp?”
“Soalnya, didepan qt ad kipas angin. Itu cukup untuk menerbangkanmu keluar jendela. Wkwkwkwk. Piss!”
Tak pernah disangka, hal-hal seperti itu membuat ku mengenal dunia remaja lebih jauh. Selama 1 tahun di kelas 3, masalah-masalah orang dewasa dihadapi. Alhamdulillah, dikelas 3 itu pula aku berteman dengan seseorang perempuan yang mengenalkan berbagai hal yang berkaitan dengan agama. Istilah-istilah yang tren seperti mentoring, liqo, dan kegiatan-kegiatannya aku dapatkan dari dia. Alhmdulillah, di SMA ilmu agama bertambah banyak walaupun masih diselingi dengan perbuatan-perbuatan yang tidak disyariatkan Islam.
Dunia perkuliahan kumasuki beberapa tahun yang lalu. Hidup sendiri di daerah orang menjadikan ku gelisah. Mencuci, makan, kebutuhan sehari-hari, semuanya harus dilakukan sendiri. Walaupun aku terkenal sebagai orang yang tertutup dan tidak pernah bercerita mengenai masalah pribadi, rasa kesepian itu tetap dirasakan. Tak ada orang yang bisa dijahili seperti adik-adik dirumah, tak ada orang yang selalu memberi nasihat seperti kedua orangtua di kampung, dan orang-orang yang menjadi teman bermain karena didaerah baru ini masyarakatnya sibuk dengan urusan pribadi mereka alias individualis.
Tak disangka, aku menjadi salah satu orang yang sibuk dengan urusan salahsatu organisasi di kampus., hal lama yang telah aku lupakan semenjak SMA. Berkecimpung dengan orang-orang yang tidak berasal dari daerah sendiri membuat masalah batin selalu muncul. Namun, hal luar biasa terjadi disaat-saat itu. Aku selalu diajak untuk mendatangi sebuah pengajian yang diselenggarakan. Walaupun pikiran ku masih dipenuhi oleh ketakutan bahwa pengajian itu adalah salah satu ajaran sesat yang selama ini ditayangkan di televisi. Berkali-kali aku ikuti itu hingga akhirnya kuputuskan bahwa aku akan mengejar hal lainnya untuk mendapatkan hidayah yang lebih banyak.
“…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra’d 11)
Berbagai hal aku ikuti demi secercah pengetahuan yang ingin aku dapatkan. Salahsatu pertanyaan lama mengenai keanehan temanku sewaktu SMP akhirnya terjawab. Melihat para teman-teman lancar membaca Al-Qur’an membuat hati ini terkikis karena menyadari ketidakmampuan membaca Al-Qur’an dengan baik. Akhirnya, kuputuskan untuk mengikuti pelatihan mengaji disuatu tempat. Musuhku hanya 1 dalam mengikuti pelatihan mengaji ini, malas. (sangat dianjurkan sekali kepada kalian agar tidak mengikuti hawa nafsu yang satu ini)
“Allah selalu ingin memanjakan manusia” dan itu aku rasakan. Ketika tingkat ibadah meningkat, tidak menyepelekan dosa kecil seperti menggunakan barang orang tanpa izin, dan dosa lainnya seperti berduaan dengan lawan jenis, berkumpul dengan orang lain untuk membahas suatu hal yang tidak berguna atau sekedar kumpul, menghabiskan waktu untuk kepuasaan pribadi HAL LUAR BIASA TERJADI. (Sangat direkomendasikan kepada diri ini khususnya untuk tidak berbuat dosa. Sebagai manusia kita tidak mungkin terhindar dari hal ini, namun kita dapat meminimalkan kuantitas dan kualitasnya). Setiap kali memohon suatu kebaikan, hal itu langsung terjadi. Saat memohon agar diberikan uang untuk biaya hidup, tak diduga Allah mengabulkannya melalui silaturahim yang dijalin dengan muslim lain. Saat kesulitan dalam mengurus organisasi karena tidak bisa membagi waktu dengan kesibukan lainnya, Allah memudahkannya dengan memberikan ide-ide yang mampu menggerakkan orang lain.
Namun, sekali lagi bahwa musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Tanpa disadari, aku melakukan hal-hal yang dapat menjauhkan pertolongan Allah kepada hambanya. Bercerita mengenai keburukan orang lain, menghabiskan waktu dengan permainan yang akhirnya menurunkan kuantitas dan kualitas ibadah, menyibukkan diri dengan berbagai hal demi terpenuhinya hawa nafsu dan banyak lagi. Akhirnya, untuk mendapatkan suatu hal yang diinginkan, kemudahan yang selama ini didapatkan berkurang sehingga menuntut kerja ekstra keras dan bahkan gagal. Keresahan diri mulai muncul akibat goyangnya iman.
“Karena tergoda oleh hawa nafsunya, nabi Adam dikirim kedunia oleh Allah. Jika sebelumnya ia dapa memakan segala makanan yang terbesit di pikirannya, maka di bumi nabi Adam harus berusaha untuk memperoleh makanan. Dan cucu-cucu Nabi Adam hingga kita saat ini selalu berbuat dosa yang mengakibatkan tercabutnya kemudahan-kemudahan yang Allah berikan kepada manusia.”
Berbagai musibah akhirnya kurasakan sebagai sebuah kesialan, bukan sebagai sebuah ujian Allah kepada makhluknya untuk meningkatkan derajat manusia. Sekali lagi, melalui sebuah artikel Allah memberikan petunjuk kepadaku. Hati ini seperti tersambar halilintar dan tak terasa air mata mengalir saat membaca artikel itu. Tekad untuk memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas ibadah kembali bersemayam. Tilawah yang selama ini mulai ditinggalkan, aku rutinkan kembali hampir setiap hari pada suatu waktu, dan sebagainya. Akhirnya, segala kesulitan yang dihadapi selama ini Allah berikan kemudahan dalam menyelesaikanya. Kebutuhan kuliah, ide-ide mengembangkan suatu usaha, kerumitan menghadapi ujian, hingga beberapa sumber rezeki berdatangan (doakan agar bisa dimanfaatkan dengan optimal).
“Sesungguhnya,bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
Firman Allah itu ditujukan hanya bagi makhluknya yang selalu mengingat-Nya disetiap saat. Ketika melakukan suatu pekerjaan, ia ingat kepada-Nya sehingga takut untuk melakukan dosa. Ketika dihadapkan pada permasalahan atau musibah, ia ingat bahwa semuanya adalah ujian yang Allah berikan untuk meningkatkan derajatnya di sisi Allah. Ketika ia mendapatkan rezeki, ia ingat bahwa sebagian rezeki itu adalah milik orang lain. Ketika ia merasa jenuh dengan rutinitasnya, ia ingat bahwa membaca surat cinta-Nya untuk manusia, Al-Qur’an, akan menyegarkan dirinya kembali. Ia ingat bahwa segala perbuatan yang ia lakukan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhir. Dan ia ingat bahwa semua makhluk akan kembali ke Sang Pencipta, Allah SWT.
Semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah ini. Segala kesalahan dan kebodohan yang terdapat dalam kisah ini sesungguhnya berasal dari diri saya sendiri dan segala yang baik dan benar berasal dari Allah SWT. Semoga kita selalu istiqomah dalam beribadah dan berjuang di jalan-Nya. Aamiin.