Bulan Syawal identik dengan bulan pernikahan. Banyak pernikahan terjadi mengambil momen di bulan ini. Bagi saya menghadiri undangan pernikahan ibarat memperbarui kehidupan dan pernikahan saya sendiri. mengingat di masa belasan tahun lampau dan memperbanyak bersyukur karena Allah mengaruniai keberkahan dalam banyak sisi keluarga saya.
Setiap kali menghadiri undangan pernikahan, yang tampak di depan mata adalah sepasang pengantin yang dihias cantik, senyum orang tua, dekorasi indah dengan hiasan bunga-bunga, makanan yang berlimpah ruah disertai gubug aneka menu yang mengundang selera, pager ayu dan pager bagus yang muda dan cerah ceria, foto-foto pengantin yang dicetak besar dan memenuhi sisi-sisi gedung walimah, tamu undangan yang berdandan istimewa, kilatan cahaya kamera di sana-sini, senandung musik penghibur telinga dan sovenir mungil yang bisa jadi pengenang. Tak ada yang salah sebenarnya.
Toh semua juga berharap pernikahan adalah peristiwa yang mestinya terjadi hanya sekali dalam seumur hidupnya. Wajar kalau kemasan acaranya dibuat istimewa dan berbeda konsepnya dengan acara pernikahan yang sudah pernah ada.
Suatu saat saya mengikuti suami menghadiri pernikahan seseorang di luar kota. Subhanallah, jarang saya menjumpai pernikahan yang seperti ini. Begitu khidmat dan sederhana. Mereka memakai halaman samping sebuah masjid di kampung pengantin putri. Dengan bangku kecil yang dijajar, mereka membuat panggung untuk tempat pelaminan.
Di belakangnya adalah dekorasi yang dibuat oleh teman-teman mahasiswanya. Mereka memesan makanan kardus dari katering yang biasanya melayani makan anak kost di kota tempat mereka kuliah. tamu-tamu duduk sejajar, tak ada yang makan sambil berdiri. Mereka merasa setara karena tak ada yang dandan ngejreng dan kemilau perhiasan emas yang menarik. Pengantin diantar oleh becak ketika meninggalkan tempat acara dan pulang menuju rumah orang tua. Tak ada yang mubadzir. tak ada pula yang merasa tak dihormati, baik oleh tuan rumah atau oleh sesama tamu yang datang.
Pernikahan adalah ibadah. Sesungguhnya Rasulullah saw pun pernah berpesan agar pernikahan itu tak hanya mengundang tamu orang kaya dan melupakan yang miskin. Sehingga, sesungguhnya pernikahan bukanlah ajang menampakkan gengsi dan kesuksesan seseorang karena kemilaunya acara pernikahn yang ia selenggarakan. Bahkan ada yang menunda pernikahan karena mengumpulkan dana untuk menyelenggarakan pernikahan yang istimewa.
Bukankah menunda pernikahan tanpa waktu yang tegas justru akan memungkinkan datangnya fitnah?
Pernikahan juga bukan ladang bisnis bagi penyelenggaranya. dhitung modalnya sekian dan balik modal dari sumbangan yang datang dari para undangan mestinya sekian. Terkadang sempat terfikir di benak orang tua saat menikahkan anaknya adalah saat ia mengumpulkan lagi sumbangan yang pernah ia berikan ke orang tua yang terdahulu menikahkan anaknya. Bukankah Islam mengajari kita untuk berfikir ikhlas, bertindak dan berkata dengan ikhlas juga?
Maka, menjasederhana…dikan pernikahan sebagai satu ibadah yang tidak memberatkan mestinya adalah keniscayaan. Wajar bila orang tua ingin memuliakan para tamu, wajar pula orang tua ingin menampakkan keindahan dalam setiap jenak kehidupan anaknya. Tetapi itu tak mesti membuat
kita memicingkan mata ketika kita menghadiri pernikahan yang sederhana….