Akhir tahun, biasanya di pilih banyak orang untuk melakukan introspeksi yang biasanya menghasilkan resolusi, istilah kerennya.Untuk saya, akhir tahun ini, disaat usia saya tepat 35 th, saya memilih untuk berbagi wacana singkat tentang perbaikan diri.
Setelah saya menulis tentang catatan perjalanan pernikahan saya di bulan Oktober yang lalu (http://eramuslim.com/oase-iman/pernikahan-saya-sebuah-media-untuk-mengasah-kemampuan-berkomunikasi-dan-kompromi-menguji-cinta-dan-keikhlasan-serta-sarana-perbaikan-diri-dan-ibadah.htm), banyak teman dan kerabat, baik pria maupun wanita, mengajak saya berdiskusi tentang perbaikan diri, terutama dalam hubungan antar suami istri.
Jika saya buat klasifikasi umum, hampir semua teman pria mengatakan akan menunjukkan tulisan tersebut kepada istrinya, dan setelah membaca umumnya istrinya akan berkata, “keenakan di elo dong…”
Sedangkan teman wanita memiliki kekhawatiran yang berbeda. “Masalahnya Yen, nggak fair banget dong kalau gue aja yang berubah, suami gue nggak. Capek di gue dong terus perbaikan, suami gue terima enaknya doang.”
Dari respon tersebut, saya menarik kesimpulan umum, bahwa pelaku rumah tangga di Indonesia masih merasa bahwa titik berat sebuah perubahan sikap diletakkan di tangan para wanita.
Jujur, saat membuat tulisan itu, sama sekali tidak terpikir oleh saya masalah gender, juga masalah kedudukan wanita di dalam keluarga. Saat saya mengambil keputusan untuk berubah, sama sekali bukan karena memikirkan orang lain. Tapi justru karena saya memikirkan diri saya sendiri. Terdengar sangat egois? Hahahah…. Mungkin juga.
Anyway, here we go, sesuai dengan judul notes ini, "Mengapa saya sampai bertekad untuk selalu mengadakan perbaikan diri dari hari ke hari?"
Tidak lain tidak bukan, karena membaca Al-Qur’an, tepatnya Surat An Nur : 26 :
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
Dari keterangan di footnote, disebutkan bahwa ayat ini diturunkan saat ada fitnah kepada Ibu Aisyah dan Shafwan, sahabat Rasulullah.
Saat itu saya berpikir, bahwa Al-Qur’an merupakan Janji Allah kepada seluruh umat manusia, bukan hanya kepada Rasulullah saja.
Jadi bagaimana dengan saya? Saya berani mengatakan bahwa saya bukan wanita keji. Namun saya belum berani mengatakan saya wanita baik menurut ajaran Islam. Apakah karena itu saya merasa demikian banyak kekurangan suami saya saat itu? Karena saya bukan wanita baik sehingga tidak bisa mendapatkan laki-laki baik?
Terus terang sempat ada rasa takut. Apakah dengan demikian saya akan selamanya hidup bersama laki-laki yang tidak baik?
Namun kemudian muncul sebuah keyakinan bahwa tentu Janji Allah tidak akan se-sempit itu. Islam saja merupakan agama yang universal. Apalagi sekian banyak ayat Al-Qur’an yang menjanjikan bahwa Allah Maha Pengampun.
Maka sejak itu saya berjanji untuk selalu memperbaiki diri, meskipun tidak selalu langsung berhasil.
Dan Alhamdulillah, saya merasa Janji Allah terbukti pada rumah tangga saya, bahwa suami saya pun semakin hari semakin baik dan penuh cinta.
Kepada teman pria yang berkata bahwa istrinya tidak bisa seperti tulisan saya, saya hanya bisa berkata, “Tidak ada salahnya kamu yang berubah terlebih dahulu. Percayalah, setiap perubahan akan ada efek domino-nya. Perubahan diri ke arah yang baik biasanya diikuti dengan perubahan orang-orang di sekitar kita ke arah yang lebih baik pula. Insya Allah, istrimu akan berubah menjadi lebih baik juga, karena saya yakin kamu pasti tidak akan memilih menikahi wanita yang tidak punya hati.”
Kepada teman wanita, yang pastinya lebih sulit diyakinkan, saya akan bertanya, “Kamu lebih percaya janji Allah atau janji manusia?”. Saya percaya semua akan menjawab, “Ya janji Allah dong…”
Maka saya akan meminta teman-teman wanita saya untuk yakin bahwa janji Allah pada Surat An Nur : 26 diatas pasti akan terlaksana.
Bagi teman-teman yang belum memiliki pasangan hidup, saya ingin mengajak melihat dari sisi bahwa Allah masih memberikan waktu kepada kalian untuk berubah menjadi lebih baik, sehingga langsung bisa mendapatkan pasangan hidup yang juga baik, di dunia atau di akhirat kelak. Jadi, selamat memanfaatkan waktu yang diberikan oleh Allah dengan sebaik-baiknya.
Di akhir tahun ini, saya ingin mengajak teman-teman semua untuk melihat perubahan dari sudut pandang yang berbeda, bahwa perubahan ke arah yang lebih baik, yang dilakukan segera, tanpa menunggu pihak lain berubah lebih dulu, justru paling berguna untuk diri kita sendiri. Karena dengan berubah menjadi lebih baik secepatnya, kita akan lebih cepat menikmati Janji Allah, yaitu kehidupan yang lebih baik pula.
Bagi saya pribadi, perbaikan diri merupakan wujud dari rasa syukur saya atas nikmat Allah yang sudah banyak saya terima, sehingga perubahan tidak perlu menunggu akhir tahun dan awal tahun.
Sedikit demi sedikit, dari hari ke hari, saya selalu ingin berubah menjadi lebih baik. Sehingga akhirnya, pergantian tahun bagi saya hanya merupakan pergantian kalender dan penulisan angka tahun saja, bukan merupakan waktu yang spesial untuk sebuah resolusi, karena saya selalu berusaha melakukan introspeksi setiap hari.
Hanya saja, karena akhir tahun adalah hari ulang tahun saya, besoknya hari libur pula, sehingga yang istimewa bagi saya adalah moment berkumpul dengan keluarga, bukan pergantian tahunnya. So here I am, my friends, always be my self, only a better person day by day, Insya Allah…
Jakarta, 31 Desember 2009
Yeni Suryasusanti