Apabila seorang kafir harbi menghina agama Islam, menistakan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya atau menistakan ayat al-Qur`an maka diperangi dan dibunuh kecuali ia masuk Islam.
Hal ini didasari dengan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allâh belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim. [al-Baqarah/2:193]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan menyatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla memerintahkan memerangi mereka hingga mereka berhenti melakukan sebab-sebab fitnah yaitu kesyirikan. Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zhalim. Orang yang sengaja menghina dan memusuhi agama Islam berarti tidak berhenti (dari kekufuran), sehingga memeranginya adalah wajib bila mampu dan membunuhnya bila mampu hukumnya wajib. Penghina agama ini seorang yang zhalim sehingga diberlakukan permusuhan.
[2] Adapun kafir yang terikat perjanjian terbagi menjadi tiga jenis. Kafir dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum Muslimin. Kafir mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum Muslimin atau sebagian kaum Muslimin. Orang kafir mana saja dari tiga jenis orang kafir ini yang berani menghina agama Islam, menistakan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, maka perjanjian yang telah terjadi menjadi batal dan halal darah dan hartanya bagi pemerintah Islam.
Hal ini adalah pendapat mayoritas Ulama kecuali mazhab Hanafiyah. Imam al-Qurthubi rahimahullah menyatakan, “Mayoritas Ulama berpendapat bahwa orang kafir dzimmy yang menghina, mencela atau merendahkan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mensifati Beliau dengan sesuatu yang menjadi ajaran kufurnya mereka, maka ia dibunuh, karena kita tidak memberikan perlindungan untuk seperti itu. Abu Hanîfah dan Ats-Tsauri serta para pengikutnya dari ahli Kufah berbeda dan berpendapat tidak dibunuh, sebab kesyirikan yang mereka lakukan lebih besar dari itu semua. Namun tetap mereka diberi hukuman ta’zîr.
[3] Mayoritas Ulama berdalil dengan firman Allâh Azza wa Jalla :
كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِ إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ﴿٧﴾كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ يُرْضُونَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَىٰ قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ﴿٨﴾اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ ۚ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴿٩﴾لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُعْتَدُونَ﴿١٠﴾فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ﴿١١﴾وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ ۙ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ
Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allâh dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyirikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haram maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadapa mereka. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang bertaqwa. Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allâh dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyirikin), padahal mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.