Cuaca panas sekali siang itu, namun kesejukan ruangan ber-AC di rumah salah seorang teman saya membuat kami nyaman mengikuti pengajian bulanan yang diadakan muslimah Indonesia di Kampung Melayu ini. Kampung Melayu, begitulah sebutan untuk komunitas Indonesia yang tinggal saling berdekatan di Jepang. Ada beberapa Kampung Melayu di sekitar Tokyo. Tempat tinggal saya saat itu di Ayase, di sebelah Tenggara kota Tokyo. Komunitasnya terdiri dari beberapa keluarga Indonesia, yang rata-rata bersuamikan pelajar, pekerja atau menikah dengan orang Jepang.
Pengajian bulanan kali ini diisi oleh seorang muallaf Jepang. Sebut saja Halimah san, seorang muslimah yang bercerita tentang bagaimana perjalanan hidupnya, sampai ia memutuskan untuk menjadi muslim. Berawal dari kegersangannya dalam menjalani kehidupan di Amerika, yang hanya dilaluinya dengan rutinitas belajar dan belajar. Dia ingin mengenal Tuhan, tetapi tak tahu bagai mana caranya. Dia mencoba mengatasinya dengan berbagai cara. Membaca buku tentang berbagai agama di dunia, sampai melakukan meditasi, satu cara untuk mencapai ketenangan. Tapi tak ada satu pun yang memuaskan hatinya. Sampai suatu ketika, ia berkunjung ke sebuah restoran muslim Afrika. Terpesona dengan keramahan yang ditunjukkan oleh pemiliknya, meskipun terhadap orang yang berbeda ras dan agama dengannya. Ketertarikannya semakin dalam ketika ia datang ke Malaysia dan melihat muslim di sana melaksanakan Islam dengan baik. Kemudian ia kembali ke Tokyo dan memutuskan untuk menjadi muslim. Saat ini Halimah san sudah menikah dengan Muslim Pakistan dan memiliki tiga orang anak. Berjilbab rapi dan terus menerus bersemangat meningkatkan pengetahuannya tentang Islam.
Hidayah. Tidak ada yang kuasa menolaknya ketika ia menghampiri. Bahkan kepada orang sekuat Umar ra., yang dianggap jagoan kaum musyrikin Makkah di zaman nabi saw. Umar ra. masuk Islam justeru ketika berniat untuk membunuh Nabi. Hidayah itu hadir secepat angin. Mengalihkan kebenciannya menjadi cinta hanya karena mendengar lantunan awal surat Thoha dari Al-Qur’an.
Saya jadi teringat juga dengan seorang muslimah Jepang, sebut saja Megumi san. Persahabatannya dengan orang Indonesia membuatnya tertarik untuk mempelajari Islam lebih jauh. Saat kembali ke Tokyo, Megumi san aktif mengikuti kajian Islam yang diselenggarakan oleh Masjid Otsuka. Meskipun belum muslim, interaksinya dengan muslimah dari berbagai negara di Otsuka menariknya lebih dalam ke lingkaran kehidupan Islami. Ia mencoba menerapkan apa yang ia tahu tentang Islam, seperti mencoba melakukan sholat. Terharu dengan usahanya untuk bangun di waktu subuh, ketika dingin begitu menggigit. Hal yang sangat berat, bahkan untuk orang Islam sendiri. Sampai di suatu hari di bulan Romadhan. Ia mencoba ikut serta merasakan lapar dan hausnya berpuasa. Ketika ifthor bareng di Masjid Otsuka, ada rasa lain yang menyelinap ke dalam dirinya. Semacam ketenangan yang lain. Saat itu saya sempat berbincang dengannya dan mengharap dia mendapatkan hidayah dari Allah, kembali ke dalam pangkuan Islam. Tak disangka ketika ia hendak pulang, dan sudah sampai di stasiun Otsuka, Seperti ada suara yang memerintahkannya untuk kembali dan mengikrarkan syahadat saat itu juga. Akhirnya ia pun berbalik dan mengikuti suara hatinya. Allahu Akbar. Ternyata hidayah itu datang padanya di hari itu.
Saya juga banyak bertemu dengan muslimah Indonesia yang justeru mendapat hidayah di sini. Mereka memang muslim sejak lahir. Tetapi di negerinya sendiri tidak ada sedikitpun keinginan untuk menggali Islam lebih dalam atau menjadi muslim yang lebih baik. Banyak juga di antara mereka yang tenggelam dalam kehidupan maksiat. Bahkan bertemu dengan suami, yang berkebangsaan Jepang, di saat bekerja di dunia malam. Tapi ternyata Allah masih sayang kepada mereka. Di tengah gemerlap kota Tokyo. Jauh dari suara azan. Jauh dari tempat-tempat menggali ilmu agama, justeru di sinilah mereka mencari hidayah. Mereka bosan dengan kemaksiatan, dan ingin mencoba ketenangan yang baru. Yang lebih abadi. Saya mengenal baik salah satunya. Saat ini ia sudah berjilbab dan mencoba membangun keluarga Islami dengan suaminya yang nihonjin.
Sebagaimana paman Rosulullah, Abu Tholib, yang sangat dekat dengan Nabi. Ia mengorbankan dirinya untuk membantu Dakwah Nabi, tetapi justeru tak menerima Islam sampai akhir hayatnya. Sebaliknya, banyak juga orang yang mencari hidayah justeru di tengah-tengah merajalelanya kemaksiatan. Seperti Cat Steven atau Yusuf Islam, yang memilih menjadi muslim di puncak ketenarannya sebagai seorang bintang. Ia rela meninggalkan semua kesenangan yang sudah berada dalam genggamannya demi Islam.
Yah, itulah hidayah. Hanya Allah yang tahu, siapa yang berhak menerimanya. Saya hanya berharap, semoga saya dan orang-orang yang saya cintai termasuk orang yang bersemangat menggapai hidayah itu. Dan bisa mendapatkan rahmat-Nya. Hidup dalam naungan hidayah-Nya. Semoga.
Nihonjin: orang Jepang
Tiga hari menjelang Romadhan…
Marhaban ya. Romadhan, marhaban ya syahrusshiyaam..
Hifizahn at yahoo dot com (FLP-Jepang)