Oleh : Bayu Gawtama
Seorang wanita Ghamidiyyah itu mendatangi Rasulullah SAW dan memohon kepada beliau agar dirinya dihukum rajam, karena telah melakukan perzinahan. “Bersihkan saya” pinta wanita itu kepada Rasul.
Meski telah mendengar cerita perihal perzinahan itu dan mendengar keterangan dari para saksi, baginda Nabi Muhammad SAW tidak langsung memenuhi permintaan itu, bahkan menyuruh wanita yang telah hamil itu untuk pulang. “Pulanglah janin yang ada dalam perutmu punya hak untuk dilahirkan”.
Dengan rasa sedih dan menyesal, wanita itu pulang dan berniat kembali kepada Rasulullah setelah anaknya lahir. Saat-saat yang ditunggu itupun datang, wanita itu kembali mendatangi Nabi SAW dengan membawa anak yang baru dilahirkannya dan memohon agar ia dihukum rajam. Untuk kedua kalinya Rasulullah menolak permintaannya. Kali ini alasan Rasulullah adalah sang bayi perlu disusui selama dua tahun.
Setelah dua tahun menyusui, barulah Rasulullah memenuhi permohonan itu dan segera mempersiapkan prosesi hukuman rajam terhadap wanita yang sungguh-sungguh menginginkan dirinya kembali bersih itu.
Seperti diketahui, hukuman rajam bagi penzina yang belum menikah adalah dicambuk seratus kali. Sedangkan hukuman rajam dengan dilempari batu hingga mati, dikenakan kepada penzina yang telah menikah. Karena si wanita ghamidiyyah itu belum menikah, maka ia akan dihukum cambuk seratus kali dan Khalid bin Walid lah yang diberi tugas untuk melaksanakan hukuman tersebut.
Prosesi rajam siap dilaksanakan, Khalid sudah siap dengan cambuknya. Sementara didepannya, wanita itu dengan ikhlas siap menerima satu persatu ayunan cambuk sang algojo. Disekelilingnya, Rasulullah dan para sahabat serta masyarakat muslim lainnya menahan haru menyaksikan detik-detik peristiwa ‘penyucian diri’ itu.
Darah pun meleleh seketika, dan ayunan cambuk pun terus menerus ‘membelai’ tubuh wanita itu. Dan saat ayunan cambuk kembali menghujam, cipratan darah mengotori gamis putih Khalid. Khalidpun marah, tangan besarnya kembali menghujamkan cambuk berkali-kali dan dari mulutnya keluar kata-kata serapah yang menghina si wanita dengan sebutan ‘wanita kotor’.
Melihat amarah dan cacian Khalid yang menjadi-jadi itu, Rasulullah berdiri dan berkata kepada Khalid bin Walid, “Sungguh darah wanita itu lebih suci dari gamis putihmu”.
Sungguh sikap ikhlas memagari permohonan hukum rajam itu. Si wanita, sangat memahami makna terkandung firman Allah, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy Syams:9-10). Ia bisa saja lari dari hukuman rajam ketika berkali-kali Rasulullah memberinya ‘kesempatan’ untuk itu, toh dunia ini luas dan ia bisa tetap hidup tanpa mengalami bentuk siksaan apapun. Tetapi ia tidak ingin kelak Allah memberikan hukuman yang lebih berat baginya diakhirat, hingga tak sejengkalpun ia lari dari hukuman tersebut.
Banyak sudah manusia yang berbuat keji, maksiat dan kerusakan. Dan tidak jarang perbuatan mereka berakibat buruk pada orang lain ataupun lingkungan sekitarnya. Tanpa merasa bersalah, orang saling membunuh satu sama lainnya, memakan harta yang bukan haknya, pemaksaan kehendak, tidak peduli fakir miskin, berbuat anarkis serta berderet perbuatan lain yang jelas-jelas Allah memurkainya. Sementara tidak ada keinginan untuk bertaubat kepada Allah SWT maupun sejumput kata maaf untuk orang-orang yang telah teraniaya olehnya.
Mereka juga seringkali berupaya untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan, berbohong demi menyelamatkan diri dari hukuman, dan tidak segan memakai topeng kebaikan untuk menyembunyikan kejahatan mereka yang dahulu. Mereka, benar-benar tidak menyadari peringatan Allah SWT, Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasannya) pula. Sementara Allah SWT selalu membuka pintu ampunan dan menyediakan syurga seluas langit dan bumi bagi orang-orang yang bertaqwa dan berbuat kebajikan serta orang-orang yang senantiasa mengingat Allah apabila berbuat keji dan menganiaya diri sendiri.(QS.Ali Imran:133-135).
Ia, tidak akan pernah pulas tertidur, bila tahu ada orang yang tersakiti oleh lisannya, tidak merasa nikmat makan melihat anak-anak yang kelaparan, ia akan lebih rela menelan makanan dari tempat sampah ketimbang harus mencicipi hak orang lain, dan iapun akan senantiasa menyerahkan dirinya untuk mendapat hukuman setimpal dengan apa yang dilakukannya. Malam-malamnya akan terisi isak tangisnya memohon ampunan kepada Allah, karena ia tahu, junjungannya, Muhammad Rasulullah pun tak pernah lepas taubatnya.
Dan ia lah sang Pembersih jiwa sejati, Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu.