Sabtu pagi saya mengantarkan si kecil ke sebuah taman bermain yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumah. Jarak yang cukup pendek itu saya tempuh dengan waktu melebihi normal karena kemacetan di sekitar pasar yang saya lewati.
Kondisi jalan di sekitar pasar itu memang cukup parah rusaknya. Beberapa lubang besar banyak ditemukan di sana. Tak urung, kondisi itu menyebabkan semua pengendara yang melewatinya harus ekstra hati-hati. Terlebih pada saat hujan turun di malam harinya, beberapa genangan terlihat menyebar di sekitar jalan di depan pasar itu. Banyak pengendara yang tidak menyangka bahwa lubang di balik genangan itu adalah cukup besar dan dalam sehingga banyak pengendara yang tersentak kaget saat melintasi genangan air itu. Beruntung jika para pengendara itu sekedar kaget, oleng sedikit, basah sepatu atau sebagian celananya. Tidak jarang kondisi seperti itu menimbulkan kecelakaan atau hal tidak menyenangkan bagi pengendara, khususnya para pengendara yang melaju cukup kencang ketika melintasinya.
Pagi itu kondisi pasar yang saya lewati cukup macet. Banyak mobil angkut yang berhenti seenaknya menunggu penumpang datang. Banyak pula yang berhenti kemudian menaikkan atau menurunkan penumpang di tengah jalan. Sementara itu, banyak pula becak-becak dengan muatan barang berseliweran berpacu dengan pengendara lainnya. Tidak kurang juga pedagang soto, ketoprak, es cendol dan pedagang lain yang melintasi pasar, mewarnai suasana kemacetan di pagi hari itu.
Saat itu, ketika sedang terjebak kemacetan, saya –bersama si kecil– terdiam berhenti di atas sepeda motor. Tiba-tiba saya melihat pedagang ketoprak melintas dengan gerobak lengkapnya di depan saya, menuju arah yang berlawanan. Langkahnya melambat ketika tiba daerah genangan air yang tidak jauh dari tempat kami berhenti di atas sepeda motor itu. Pelan namun pasti ia mendorong gerobaknya menerjang genangan air. Mungkin karena kaget, saat ban gerobak menyentuh air dan dirasakan ada lubang sehingga ban itu meluncur cepat (Jawa: kejeglong), ia berusaha sekuat daya menahan laju gerobak yang menurun secara tiba-tiba. Karena tidak mengira lubangnya cukup dalam ia menjadi terkejut dan panik. Posisi gerobaknya menjadi labil dan beban gerobak yang harus ditahan menjadi berat sebelah. Karena tidak kuat menahan berat gerobak yang berat sebelah, perlahan-lahan gerobak itu makin miring dan ambruk. Sebagian besar isi gerobak menjadi berantakan dan tumpah menerjuni genangan air. Piring yang seharusnya disediakan buat pelanggan, kaleng berisi kerupuk dan bumbu, keranjang kecil berisi cabe-cabe ijo yang sudah dikukus, wajan berisi tahu, dan aneka peralatan beserta isinya, tumpah dan basah akibat jatuh menimpa genangan air hujan yang menutupi lubang “maut” itu.
Pedagang ketoprak itu nampak tersenyum mentertawakan diri sendiri. Saya yakin, itu adalah upayanya dalam menghibur diri karena kepedihan akibat “sumber penghidupannya” yang menghilang, setidaknya untuk hari itu. Beberapa orang di sekitar pasar kemudian menghampiri dan membantu menegakkan posisi gerobak dan memunguti barang-barang yang tumpah. Para pengendara di belakang pedagang ketoprak itu harus sabar dengan kemacetan hingga ia tuntas memindahkan gerobak ke posisi pinggir jalan. Nampaknya mereka pun maklum dan menyadari karena kejadian yang dihadapi adalah kejadian yang cukup memilukan.
Sungguh malang nasib pedagang ketoprak itu. Boleh jadi hari itu ia tidak jadi jualan karena barang-barangnya berantakan. Andaipun berjualan, ia harus berkorban merapikan dahulu beberapa barang dan menyiapkan kembali bahan-bahan jualannya seperti cabe, kerupuk, bumbu ketoprak, tauge, tahu, dan ketupat. Yang jelas, ia pasti merugi pada hari itu. Hanya kepada Allah ia bisa bergantung atas limpahan rezeki yang hendak dikucurkan-Nya hari itu.
Kemalangan dan kerugian yang menimpa pedagang ketoprak itu, boleh jadi dianggap sebagai kelalaiannya akibat tidak berhati-hati mengendalikan gerobak. Namun kelalaian itu tidak bisa sepenuhnya ditumpukan kepada dirinya. Andai jalan itu tidak rusak dan tidak berlubang, maka kejadian tragis itu Insya Allah tidak akan terjadi. Artinya, ada pihak lain yang juga berbuat kelalaian, khususnya pihak-pihak yang bertanggungjawab dan berkepentingan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kejadian seperti yang menimpa pedagang ketoprak itu, saya bukan sekali itu terjadi. Sudah banyak manusia yang menjadi korban dan fenomena itu lazim terjadi pada daerah yang jalannya mengalami kerusakan parah. Di surat kabar banyak diberitakan adanya beberapa pengendara yang meninggal atau luka parah akibat jalanan yang rusak dan penuh lubang. Ada pula seorang ibu hamil yang mengalami keguguran kandungan akibat melintasi jalan berlubang itu. Masya Allah, alangkah memilukannya.
Allah menciptakan takdir dan segala sesuatu, tentu bukan dengan maksud sia-sia. Pasti terkandung beberapa hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi banyak pihak, khususnya mereka yang masih memiliki keimanan. Aparatur pemerintah, hendaknya lebih berhati-hati dalam membangun fasilitas jalan. Ini adalah amanah yang harus ditunaikan sebagai imbalan atas pajak-pajak (kewajiban) yang telah mereka tunaikan secara baik. Pemimpin proyek yang menangani pembangunan jalan hendaknya juga memperhatikan betul kualitas jalan yang dibangun, jangan sampai berusia lebih pendek dari yang usia ekonomis diperkirakan. Jalan yang berusia lebih cepat tentu saja akan menunda perbaikan manakala terjadi kerusakan karena harus melalui proses penganggaran dan pencairan dana (mekanisme anggaran) yang bisa memakan waktu cukup lama, yakni sekitar satu tahun.
Kualitas jalan yang jelek dan mudah rusak itu mestinya tidak terjadi jika memang proyek jalan itu dikerjakan oleh ahlinya, yang memiliki kompetensi dalam bidangnya dan memiliki integritas (kejujuran) yang tinggi. Andai pun rusak, pastilah telah diperkirakan sebelumnya sehingga dana perbaikan pun telah siap. Aparat patut lebih malu dalam hal merespon perbaikan jalan yang digulirkan masyarakat dengan cara memungut sumbangan di sekitar jalan yang rusak karena sebenarnya mereka memiliki dana yang terbatas dibanding aparat yang menguasai sumber perekonomian dan kekayaan alam yang melimpah.
Bagi masyarakat, kejadian kecerobohan yang berulangkali terjadi itu, hendaknya menjadi peringatan agar berhati-hati dalam memilih pemimpin di kemudian hari. Pilihlah pemimpin karena keyakinan akan kualitas layanan yang akan dihasilkannya, bukan semata-mata demi mendapatkan uang yang tidak seberapa besar jumlahnya.
Tidak dipungkiri, bahwa kecerobohan yang selalu terjadi dari tahun ke tahun itu, menanamkan suatu image di benak masyarakat bahwa kerusakan (moralitas pemimpin) sudah terjadi sedemikian parahnya. Ibarat benang, ia sudah terlanjur kusut yang sulit diurai, sehingga menjadikan mereka apatis, tidak peduli, tidak mau sadar, untuk partisipasi dalam edukasi dan penyadaran politik demi kemajuan bangsa yang saham mayoritasnya dimiliki oleh ummat Islam ini.
Meski sepele, saya melihat bahwa kejadian yang menimpa pedagang ketoprak dan juga kejadian-kejadian tragis lainnya adalah wujud peringatan dari Allah yang ditujukan semua pihak yang peduli dengan nasib perjalanan bangsa ke depan. Jika tidak ada perubahan yang signifikan menyangkut kompetensi dan moralitas pada pelayan masyarakat, pasti, korban-korban akan semakin banyak berjatuhan akibat perencanaan, pengelolaan dan pengendalian pembangunan yang tidak akurat dan salah sasaran.
Alangkah indahnya andai memiliki pemimpin yang peduli seperti pedulinya Khalifah Umar bin Khattab kepada rakyatnya. Seingat saya beliau pernah mengatakan bahwa andaikan ada seekor anjing yang terperosok jatuh di suatu wilayah akibat jalan yang rusak dan belum diperbaiki, maka beliau merasa berdosa untuk itu. Subhanallah. Beliau amat peduli kepada nasib komunitas binatang. Tentu, kepedulian dan kecintaan beliau ummatnya jauh lebih besar dari itu.
Waallahua’lamu bishshawaab [[email protected]]