Senyum, itulah sedekah yang selalu saya dapatkan setiap kali bertatap muka dengannya. Sedekah yang mudah dan indah. Sedekah yang menghangatkan suasana. Sedekah yang menjadi obat bagi hati yang diliput kesusahan. Ia adalah pemilik senyum mesra yang dikenal sahabat-sahabatnya.
Lelaki yang telah dikarunia seorang buah hati ini selalu tampak bersemangat. Semangat itu selalu saya temukan dari pantulan sinar wajahnya. Dari kata-katanya yang sanggup meruntuhkan tembok-tembok kemalasan yang menutupi hati.
Saya sudah sejak lama mengenalnya. Sejak tahun pertama saya datang ke Mesir. Dan kini, setiap minggu saya datang ke rumahnya mengikuti kegiatan pengajian. Sebuah majlis iman dan ilmu. Majlis yang dicintai Allah swt, dicari-cari malaikat dan disukai penduduk langit. Majlis yang menyejukkan hati dan menentramkam jiwa orang yang hadir di dalamnya.
Walau kecil dan sederhana, rumahnya selalu ramai dikunjungi oleh teman-temannya dan sahabat-sahabat istrinya. Setiap kali saya datang ke rumah kecil itu, setiap kali itu juga tamu-tamu berdatangan silih berganti. Ada kegembiraan yang saya tangkap dari raut muka mereka dan ada rasa kepuasan yang mereka peroleh setelah kunjungan itu. Bahkan saya menduga rumah kecil itu tempat berlabuh permasalahan banyak orang. Rumah itu semakin bercahaya dengan sambutan hangat darinya dan istrinya.
Saya seolah membayangkan rumah mungil itu umpama rumah sakit. Dan dokternya, ia dan istrinya. Bahkan setiap kali saya dan teman-teman saya datang ke rumahnya, ia selalu bertanya, "Adakah yang ingin antum bagi dengan abang? Adakah yang bisa abang bantu?". Kalimat-kalimat tulus itu tak pernah bosan terlontar dari bibirnya. Ia ibarat dokter yang selalu bersedia mengobati penyakit-penyakit yang diderita setiap pasien.
Walau rumahnya kecil, tapi hati pemiliknya seluas samudera. Hati yang bersedia menampung setiap keluh dan kesah jiwa. Hati yang tenang dan damai. Hati yang mencerahkan setiap hati yang lain dengan kata-kata optimis dan meyakinkan. Hati yang bisa mengobati keraguan yang tengah menyerang jiwa-jiwa yang lemah.
Saya bersyukur diperkenalkan dengan dirinya. Sosok yang begitu sanggup membangkitkan gairah hidup saya. Tatapan matanya serasa sudah cukup untuk membangunkan jiwa-jiwa yang tengah tertidur. Kata-katanya mampu merubah cara pandang saya tentang sebuah permasalahan. Ia dicintai banyak orang. Kata-katanya menjadi pemompa semangat yang kendor. Ya, sungguh beruntung ia dan istrinya, Allah swt telah menjadikan mereka jalan kebaikan bagi orang lain.
Setiap kali saya dan teman-teman datang ke rumahnya, kami selalu dihidangkan menu-menu yang lezat. Sehingga, setiap saya pulang dari rumahnya saya mendapat ilmu, iman bertambah, semangat beramal semakin kuat dan juga perut yang kenyang. Subhanallah.
Saya jadi teringat dengan kisah salah seorang Anshar yang memuliakan tamu.
Dari Abu Hurairah r.a berkata, "Suatu ketika seseorang datang menemui Nabi saw. Ia menceritakan kepada Nabi saw tentang kesusahan hidup yang tengah menimpanya. Kemudian Nabi saw menyuruh seseorang untuk menanyakan pada beberapa orang istri beliau, apakah di rumah beliau ada makanan atau tidak. Setelah ditanyakan, semua istri beliau menjawab, ‘Demi Allah yang telah mengutusmu dengan haq, tidak ada di rumah kami sedikit pun makanan kecuali hanya air.’ Kemudian beliau bertanya kepada para sahabatnya, ‘Adakah diantara kalian yang sanggup melayani orang ini sebagai tamunya pada malam ini?’.
Seorang dari kaum Anshar menyahut, ‘Wahai Rasulullah, sayalah yang akan menjamunya.’
Orang Anshar itupun membawa orang tadi ke rumahnya. Ia berkata pada istrinya, ‘Muliakanlah orang ini, ia adalah tamu Rasulullah saw.’
Dalam riwayat lain, ia berkata pada istrinya, ‘Adakah makanan yang bisa dihidangkan?’
Istrinya menjawab, ‘Tidak ada, kecuali sedikit yang hanya cukup untuk memberi makan anak kita.’
Orang Anshar itu berkata, ‘Kalau begitu, engkau sibukkan mereka dengan sesuatu, jika mereka ingin makan malam, engkau tidurkan mereka. Apabila tamu kita masuk, engkau padamkan lampu dan perlihatkan pada tamu itu bahwa seolah-olah kita juga ikut makan bersamanya. Kemudian mereka duduk menemani tamu makan. Malam itu, suami istri tersebut tidur dalam keadaan lapar. Ketika di pagi hari, orang Anshar itu datang menemui Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah swt kagum dengan apa yang kalian lakukan pada tamu kalian tadi malam." [HR Bukhari (7/149) no. 3798 dan Muslim (3/1624) no. 2054]. Subhanallah.
Inilah barangkali diantara rahasia yang ia dan istrinya miliki. Inilah yang menjadikan rumahnya selalu ingin didatangi banyak orang. Rumah yang bagai taman penentram hati bagi orang-orang yang tengah dirundung kegelisahan. Ia telah mengamalkan hadits yang disampaikan Rasulullah saw tentang memuliakan tamu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw di hadits lain, "Barangsiapa yang beriman pada Allah swt dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." [HR Bukhari (10/460) no. 6018 dan Muslim (1/68) no. 47]
Hari itu, seusai melakukan kegiatan pengajian pekanan, saya melihat istrinya turun ke lantai bawah dari apartemen, menuju ke sebuah rumah salah seorang mahasiswi yang juga telah berkeluarga. Di tangannya ada bungkusan, berisi makanan yang saya makan ketika saya berkunjung. Saya terharu, bahkan dalam hati ada rasa kagum yang menyelinap. Saya hampir tak kuasa membendung rasa haru itu. Bahkan tak terasa air mata saya hampir menetes. Subhanallah, sebuah keluarga yang mulia. Saya jadi teringat dengan hadits Rasulullah saw yang berbunyi, "Dari Abu Dzar r.a berkata, bersabda Rasulullah saw, "Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak makanan yang berkuah, perbanyaklah airnya, kemudian bagikanlah juga pada tetanggamu." [HR Muslim (4/2025) no. 2625]
Mereka selalu memuliakan tamu dan memuliakan tetangga. Mereka memiliki sifat ikram dan sifat itsar yang tinggi. Saya jadi iri, saya ingin meniru prilaku mulia itu yang mungkin sudah hampir jarang ada. Apalagi yang hidup di daerah perkotaan, yang cenderung hidup individualistis.
Rumah sederhana itu ibarat kebun sorga yang memberi ketenangan kepada siapapun yang berkunjung kesana. Rumah yang teduh dan penuh kenyamanan. Rumah yang berisi buah-buah kebaikan dari kata-kata dan sikap pemiliknya. Rumah yang darinya mengalir sugai-sungai kebaikan kepada orang-orang yang berada di dalamnya dan yang tinggal di sekitarnya. Rumah itu umpama taman surga yang turun ke bumi, tempat mengobat resah dan mencari ketenangan jiwa.
Begitu banyak kisah tentang bang Azis. Kisah yang menggetarkan hati, memompa semangat dan membangkitkan gairah keimanan.
Kisah ini terinspirasi dari Guru saya.
Kairo,
[email protected]