Usia anak laki-laki kami ketika itu belumlah genap 2 tahun.
Tapi si kecil sudah bisa bicara dan berkomunikasi dengan kami ataupun orang lain yg dikenalnya.
Tingkah polah dan "kenakalan" khas anak seusianya, menjadi penghibur hati kami selaku orang tuanya.
Kebiasannya sebelum tidur yakni dinyanyikan terlebih dahulu.
Maka lagu anak-nak tempo doeloe spt "nina bobok", "tidurlah tidur", dll menjadi lagu "wajib" buatnya sebagai pengantar tidur.
kadang lagu anak2 tsb dimodifikasi atau bahkan "terpaksa" mencipta sendiri lagu yg dinyanyikan sesuai dgn sikon dan kebutuhan.
Maksudnya, semakin lama si kecil terlelap, makin banyak lagu yg dinyanyikan dan ini menuntut kami orang tuanya untuk makin "kreatif" dlm menyanyi.
(saya aja bosen kalau harus nyanyi lagu yg sama…apalagi si kecil yg mendengarkan…he..he…)
Suatu malam saya kebagian mengendong si kecil untuk ditidurkan.
Maka "ritual" menyanyikan lagu pun dimulai. Awalnya saya menyanyikan lagu-lagu "standard" yg biasa dinyanyikan baginya.
Karena si kecil belum juga terlelap, kemudian timbul keinginan saya untuk "menyanyikan" kalimat tahlil buatnya. Maka terlantunlah kalimat "laa ilaaha iLlallaah" dengan perlahan dan berulang-ulang.
Si kecil yang sebelumnya tengah "terlayang-layang" (kondisi sesaat sebelum tidur/setengah sadar) terlihat bereaksi. Tanpa saya duga dia berujar, "papa tadi nyanyi lagu apa?" sontak bagai kena sambar gledek di malam buta saya terperangah dgn pertanyaannya itu.
saya tak tahu bagaimana harus menjelaskan kepada anak seusia itu tentang Allah dan nilai-nilai agama kepadanya.
Pertanyaan polos dari hati si kecil yg masih bersih tsb telah menyadarkan kekeliruan saya selama ini.
Boleh jadi selama ini saya sbg orang tua hanya memperhatikan bagaimana terpenuhinya gizi terbaik bagi anak, memberikan permainan dan hiburan, memikirkan bagaimana agar si anak mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehataan berkualitas, dll yg bersifat keduniawian, tapi lupa akan tugas utama untuk mengenalkan kepada Tuhannya, Allah Swt, penciptanya dan Penguasa jagat raya ini.
Sebagai orang tua, saya lah orang pertama yg bertanggung jawab utk mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai tsb kepadanya.
Tiadalah artinya meninggalkan harta berlimpah kepada keturunan kita bila mereka jauh dari tuntunan agama, rusak aqidah dan akhlaknya.
Karena dgn agamalah yg menyelamatkan mereka tidak hanya di dunia ini, tapi di akhirat kelak.
——————-
Kisah di atas adalah kejadian sekitar dua tahun lalu, saat kami msh di negeri yang penduduknya mayoritas non Islam/sekular. Sekarang anak laki2 saya telah berusia sekitar 3 tahun dan kami sdh berada di lingkungan yg lebih islami (negara berpenduduk mayoritas islam). Di rumah kadang saya ajak si kecil mengaji. Sesekali saya bawa ke masjid/surau. Dia juga sdh pandai mengikuti saya shalat, walau gerakannya belum sempurna. sudah bisa melafalkan (dgn sedikit cadel)surah al Fatihaah dan ayat-ayat pendek lainnya. Bisa menirukan suara adzan bila kebetulan terdengar kumandang adzan dari masjid atau televisi.
Saya sadar, perjalanannya masih panjang. Entah bagaimana kerasnya cobaan hidup 20 atau 30 tahun mendatang.
Yang jelas, kami sebagai orang tua telah berusaha memberikan bekal dan lingkungan yg mendukung buatnya dalam beragama.
Sehingga saat di padang mashar nanti, tak ada lagi "gugatan" dari si anak kepada kami selaku org tua karena melalaikan amanah dari Allah SWT.
Alhamdulillah, sekarang bila saya mengucapkan kalimat tahlil atau pun berdzikir, si kecil kadang ikut pula melantunkannya dan yg melegakan hati, tak ada lagi terlontar pertanyaan: "Papa tadi nyanyi lagu apa?"
************************
”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS An-Nisa: 9).
"Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar" (QS Lukman: 13).
"Tidaklah ada seorang anak kecuali ia dilahirkan di atas fitrah. Lalu, orang tuanyalah yang menjadikan anak itu (menjadi) Yahudi, Nasrani, atau Majusi ” (Nabi Muhammad SAW, HR Bukhari dan Muslim).
————————
1 Jumadil Awal 1430 H