Di akhir hadis, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yang beliau lihat;
أما الرجل الأول الذي رأيت فإنه رجل كذاب، يكذب الكذبة فتحمل عنه في الآفاق، فهو يصنع به ما رأيت إلى يوم القيامة، ثم يصنع الله به ما شاء
“Orang pertama yang kamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan ke seluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat, kemudian Allah memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165)
Apabila kita sudah berusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diam tentu lebih selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَمَتَ نَجَا
“Barangsiapa yang diam, dia selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501) [3]
Bertanyalah, Adakah Manfaat Menyebarkan suatu Berita Tertentu?
Lalu, apabila kita sudah memastikan keberannya, apakah berita tersebut akan kita sebarkan begitu saja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi, kita lihat terlebih dahulu apakah ada manfaat dari menyebarkan berita (yang terbukti benar) tersebut? Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, maka hendaknya tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dan kondisi dan tepat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melarang Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu untuk menyebarkan ilmu yang dia peroleh karena khawatir akan menimbulkan salah paham di tengah-tengah kaum muslimin. Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu;