Namanya Udin, umurnya sekitar empat puluh tahun. Dia adalah salah satu petugas kebersihan di tempatku bekerja. Dia selalu menjalankan tugas dengan penuh ketekunan, datang paling pagi dan pulang akhir. Tidak pernah berkeluh kesah dalam melayani kami yang bekerja sehari-hari di sayap kiri lantai dua kantor pusat perusahaan. Itulah wilayah tanggung jawab Pak Udin, yang selalu dijaga kebersihannya dengan penuh dedikasi.
Mengepel lantai di sore hari setelah kami semua pulang kerja adalah tugas rutin Pak Udin. Membersihkan kotak sampah di kantor setelah membuang sampah di tempat sampah besar di halaman kantor, membersihkan toilet juga merupakan tugas rutin yang dikerjakannya dengan tidak kenal lelah. Musholla kantor selalu dibersihkan olehnya tiap hari. Wajahnya selalu cerah, mencerminkan kesyukuran dan selalu merasa cukup serta ridho atas karunia Allah SWT.
Walaupun hanya berprofesi sebagai petugas kebersihan, Pak Udin sangat mulia dalam pandangan Allah SWT karena mengedepankan sikap qana’ah. Orang yang bersikap qana’ah akan selalu merasa cukup dan ridho atas karunia Allah. Selanjutnya, karunia tersebut dipergunakan di jalan-Nya. Merupakan perwujudan rasa syukur yang hakiki. ”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhan-mu memaklumkan, ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7). Inilah janji Allah yang berkaitan dengan syukur.
Di tengah realitas kehidupan saat ini yang sangat hedonistik, kebanyakan orang akan merasa sulit dan berat untuk bersikap qana’ah. Sebab, keberhasilan hidup hanya dilihat dari sudut pandang yang sempit. Sehingga, tolok ukur yang dipakai adalah atribut duniawi, seperti kekayaan harta, pangkat dan jabatan. Segala cara dan upaya dilakukan untuk menggapai keinginan di atas. Timbul penyimpangan-penyimpangan dari jalan-Nya, seperti perampokan, korupsi, suap, cari muka kepada atasan untuk ambisi karir, perjudian, pelacuran atau memperdagangkan barang haram.
Bagi yang tidak bersikap qana’ah, pikirannya dipenuhi oleh angan-angan tinggi yang melalaikan. Selalu merasa kurang, sehingga muncul sikap serakah. Tak jarang dibarengi dengan rasa dengki atas karunia Allah SWTkepada orang lain. Padahal, jika mereka menyadari, sesungguhnya nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah tak terhitung banyaknya.
“ Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yunus:107). Ayat di atas merupakan jaminan dari Allah atas karunia-Nya yang akan memberikan ketenangan hati kita. Tidak terbersit sedikitpun, rasa cemas dan khawatir memikirkan nasib. Sesungguhnya nasib seseorang telah tertulis sejak berada di dalam rahim ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR Ahmad, Bukhari & Muslim).
Dalam urusan duniawi hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR Bukhari-Muslim). Jika telah punya pekerjaan tetap walaupun dengan gaji pas-pasan, jangan berkeluh kesah namun bersyukurlah. Masih banyak orang yang berpenghasilan lebih rendah dan tidak menentu.
Kita telah diberi oleh Allah karunia berupa potensi diri yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan mendorong untuk saling bersinergi dan saling memberi manfaat. Rasulullah saw bersabda, " Khoirunnasi anfa’uhum linnas” yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya (HR Daruquthni).
RasulullahSAW bersabda: ” Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sesungguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.” (HR Dailami). Hadis di atas akan memberikan dorongan dan motivasi untuk meraih kemajuan, namun masih dalam bingkai qana’ah. Sikap qana’ah hendaknya tidak diartikan dengan pasif dan pasrah secara total dalam menyikapi keadaan yang dihadapi. Optimis dalam menghadapi kehidupan dengan ikhtiar tanpa putus asa dan bertawakal kepada-Nya merupakan jalan yang terbaik.