Berjamaah Membuang Waktu

Delapan belas tahun yang lalu ketika saya bersekolah di Sekolah Menengah Pertama, saya adalah pecandu bola. Hampir tiap malam jika ada kompetisi antar klub saya akan dengan setia menonton.

Takdir Kehidupan

Saya lebih suka menyebutnya sebagai keajaiban sebuah takdir Allah SWT. Saya dan dia dipertemukan, dipisahkan dan dipertemukan kembali oleh takdir. Pertemuan pertama ketika kita sama-sama beraktivitas di organisasi kemahasiswaan di suatu PTN di Yogyakar

“Wong Kang Sholeh Kumpulono”

Satu hal yang kurasakan selama berbincang ini: aku tidak merasa seperti orang asing. Aku di-uwongke, kata orang Jawa. Di-orang-kan. Padahal kedua beliau adalah seorang “tokoh” di bidang masing-masing. Sedangkan aku? Seorang yang nyar

Melepas yang Terkasih

Saya begitu nikmat melihat pemandangan sungai yang menjadi sarana transportasi air di Kalimantan Barat itu. Ditambah lagi dengan berjejernya rumah-rumah penduduk di sepanjang tepian sungai tersebut. Menjadikan saya malas beranjak ke tempat lain. Sedang

Label Saja Tidak Cukup

Kami tengah melintas di jalan Prapen – Jemursari. Matahari sudah bergeser dari atas kepala. Surabaya terik. Anak-anak mulai rewel. Perut mereka mungkin sudah keroncongan seperti ibunya.

Bahagia Setiap Hari

Ahmad dan Nurul bekerja di sebuah perusahaan ternama di bagian customer care, di mana mereka bekerja untuk menangani keluhan pelanggan perusahaan. Bagi Ahmad pekerjaannya begitu menyiksa dirinya…

Bercermin pada Kehidupan

Saya nyaris tidak percaya bahwa kondisi-kondisi tak terduga, seperti kesulitan mencapai lokasi dan keterlambatan dimulainya acara, tidak menjadikan pertemuan yang hanya seminggu sekali itu menjadi tidak efektif. Jiwa saya kembali segar, penat saya hila

Kalimat Terindah

Saya terdiam. Tapi saya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang bergejolak di dada ini. Pulang! Sebuah kata yang sangat indah di telinga saya. Setelah dua tahun lebih saya meninggalkan orang-orang yang saya cintai…

Di Usia Tiga Puluhan

Ia tidak sendiri. Banyak di tengah-tengah kita para wanita yang juga masih melajang di usianya yang sudah kepala tiga. Malah, tidak sedikit dari mereka sudah berusia lebih dari tiga puluh lima tahun.

Ibunda Perkasa dari Tanah Duka

Namanya ibu Tuminem. Saya bertemu dengannya dihari ke-enam gempa yang menimpa Yogya dan Jawa Tengah. Ibu bertubuh kecil itu datang ke posko Masjid Mardliyyah-tempat saya berkativitas sebagai relawan- dengan menggendong bayinya.