Oh Kids, Because I Love You: Catatan Akhir Tahun Seorang Ayah

Oh kids, because I love you: catatan akhir tahun seorang ayah
By Azzam A Abdullah

Sore ini terasa begitu sepi. Bahkan sangat sepi. Saya yakin sebagian besar warga Brunswick sedang ‘memburu’ tahun baru di pusat kota. Atau bahkan mereka sedang keluar kota untuk sekedar menyaksikan dan merasakan pergantian tahun di tempat yang lebih ‘wah’. Dan seperti biasa, pesta dan hura-hura akhir tahun di berbagai belahan dunia pun dimulai. Berbagai stasiun TV seperti berebut pemirsa dalam menayangkan paket acara hiburan akhir tahun. Tidak kurang dari 15 menit langit kota-kota besar seperti Melbourne dan Sydney, dan tentu di belahan bumi lainnya termasuk New York, Berlin, Tokyo, Nairobi dan tentu saja Jakarta, diterangi oleh warna-warni kembang api. Entah berapa dana yang telah dihabiskan. Entahlah saya tak tahu. Sekiranya dana itu dikumpulkan dan dialihkan untuk membantu mereka yang sedang kelaparan di berbagai penjuru dunia, tentulah amat signifikan dampaknya.

Saya justru makin terhanyut dalam sepi. Saya sadari jatah masa ‘tayang’ saya di dunia ini makin berkurang. Makin dekat waktu perjumpaan saya dengan Sang Maut. Saat saya harus meninggalkan orang-orang tercinta dan dunia ini beserta isinya. Saat saya harus mempertanggungjawabkan atas segala amanah dan nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan selama hidup ini. Saat mulut saya tak bisa bicara untuk sekedar membela diri atas salah, alpa dan khilaf. Saat ketidaktahuan, kebuntuan dan ketakutan yang amat menghampiri diri. Tiba-tiba saya merasa sangat takut dan ngeri. Duh Gusti….

Saya belum siap. Ketika harus meninggalkan si bungsu yang lucu. Saya pun belum siap. Ketika harus meninggalkan si sulung sahabat karibku. Apalagi berpisah dengan anak perempuanku, si cantik yang begitu baik. Saya pun sungguh belum siap untuk berpisah dengan isteri tercinta. Tapi, kematian dan perpisahan begitu jelas tergambar. Menyambar dan mengincar. Kapan saja jika telah tiba waktunya. Siapa yang bisa mengelak dari takdir kematian dan perpisahan ini? Tidak juga Fir’aun, sang pengusa yang mengaku sebagai tuhan. Tidak juga para ksatria gagah perkasa yang selalu menang di medan laga.

Tak satu makhluk pun. Tidak seorangpun yang bisa mengundurkan kematian meski hanya sesaat saja. “ …Dan Allah sekali-kali tidak akan mengakhirkan kematian seseorang meski hanya sesaat saja..”. Seperti ada yang mengingatkan dan membisikkan suatu pesan. Pesan akhir tahun bagi para ayah atau calon ayah sebelum meninggalkan orang-orang sekitar yang dicintainya.

Pertama, Berusahalah untuk diingat menjadi orang terbaik. Silahkan tinggalkan dunia ini jika kita telah yakin akan diingat oleh anak-anak kita menjadi orang terbaik yang pernah mereka miliki. Ketika mereka merasakan bahwa menjadi keturunan kita adalah anugrah terbaik dari Sang Khalik yang patut disyukuri. Ketika kita menjadi orang terbaik bagi mereka bukan karena kemewahan yang kita wariskan. Tapi karena kita telah menjadi kawan dan sahabat terbaik mereka dalam keseharian. Menjadi guru dan panutan mereka dalam menghadapi kesulitan. Serta menjadi pembimbing dan penuntun mereka dalam mengarungi kehidupan. Wahai para ayah, sudahkah hal ini kita tunaikan?

Kedua, Berusahalah untuk menjadi kebanggaan orang-orang tercinta. Silahkan tinggalkan dunia ini jika kita yakin telah menjadi kebanggaan anak dan isteri kita. Menjadi kebanggaan karena prestasi dan kontribusi kita terhadap nilai –nilai kemanusiaan yang kita emban. Karena itu berprestasilah selama kita hidup di dunia. Sebagaimana Thomas Alfa Edison atau Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA. Tidak peduli berapa tahun mereka menghirup udara di dunia. Jejak kehidupan mereka tetap diingat anak keturunan bahkan manusia sepanjang sejarah karena prestasi dan kontribusinya bagi dunia. Karena itu pula Sang Rasul yang mulia berpesan;..”Khairukum liyanfa’ukum linnas”, sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Seberapa banyak kontribusi dan nilai kemanfaatan kita bagi manusia itulah yang harus senantiasa kita pikirkan dan kita wariskan bagi orang-orang yang kita cintai. Meminjam nasehat orang bijak, “ad dunya mazroatul aakhirah”, dunia adalah ladang untuk mencari bekal bagi akhirat. Dus, jika kita telah menorehkan prestasi hidup kita untuk kepentingan manusia seluasnya, silahkan tinggalkan dunia ini. Anak dan isteri, serta orang-orang tercinta yang kita tinggalkan pun akan bangga dan bersyukur pernah hidup bersama dengan orang yang begitu berarti bagi kehidupan dan umat manusia. Wahai para ayah, prestasi apa yang telah ditorehkan untuk kepentingan dunia dan umat manusia yang akan engkau tinggalkan?

Ketiga, Berusahalah untuk menjadi contoh nyata bagi kehidupan mereka. Silahkan tinggalkan dunia ini jika kita yakin telah menjadi contoh hidup bagi anak dan keturunan kita. Umumnya, orangtua menginginkan agar anak keturunannya menjadi anak yang baik, sholeh dan sholehah. Bermanfaat bagi diri dan lingkungannya, menjadi qurrota a’yun bagi siapa saja yang bergaul dengannya. Namun, lihatlah tempat-tempat penyewaan play station yang menjamur di berbagai tempat. Anak-anak kita itu rela berjejal dan begitu khusyu’ di tempat-tempat penyewaan play station. Mereka rela menghabiskan waktunya berjam-jam untuk bermain sepak bola, balap mobil atau bahkan adu kekuatan fisik sekalipun hanya dengan memandangi layar kaca di depannya dan sedikit menggerakkan dua jempol jarinya. Sampai kapan pun mereka tak akan pernah menjadi pemain sepak bola sungguhan. Mereka pun tak akan pernah menjadi seorang pembalap beneran. Mereka juga tak akan pernah menjadi seorang Karateka untuk kelas kampung sekalipun. Anak-anak itu lebih tergila-gila untuk berperan menjadi orang hebat di dunia maya. Bukan belajar yang sesungguhnya di dunia nyata. Barangkali karena kita selaku orang tua sangat sibuk dengan urusan kita masing-masing. Atau bahkan justru berfikir bahwa memberikan mainan ‘play station’ bagi mereka adalah solusi tepat agar mereka menjadi anak manis dan cerdas. Atau mungkin karena kita lebih pandai bercerita kepada anak-anak kita tentang tokoh-tokoh hebat masa lalu sementara kita kesulitan mencari tokoh nyata yang hidup masa kini.

Lalu, mengapa kita tidak mengisi kekosongan ruang bawah sadar anak-anak kita untuk menjadi contoh dan tokoh nyata masa kini bagi kehidupan mereka? Mengapa kita tidak menjadi contoh hidup bagi mereka tentang pentingnya sikap empati dan peduli bagi sesama? Tentang hidup dengan prestasi dan amal nyata. Tentang bagaimana menjadi part of the solution, bukan part of the problem bagi kehidupan ini. Bukankah kehadiran orang-orang besar dan para pahlawan di tengah umat manusia selalu menawarkan solusi bagi orang-orang di zamannya? Maka, anak-anak pun akan mencontoh apa yang diperbuat dan dilihat dari ayahnya. Wahai para ayah, jika kehadiran kita telah menjadi part of the solution bagi orang-orang sekitar kita dan manusia pada umumnya, maka bolehlah lega sekiranya Sang Maut telah datang menjemput.

Keempat, Berusahalah untuk menginspirasi mereka agar menjadi lebih baik dari kita. Silahkan tinggalkan dunia ini jika kita yakin kehadiran kita di dunia telah menginspirasi mereka untuk menjadi lebih baik. Menjadi orang baik memang baik. Tapi seringkali kehadiran orang baik hanya berdampak pada dirinya. Tidak menjadi daya tarik bagi orang sekitarnya untuk mencontoh dan menjadi lebih baik dari kita. Karena itulah menjadi sangat penting bagi seorang ayah agar kebaikan pada dirinya menginspirasi dan menjadi daya tarik bagi anak-anaknya untuk mencontoh dan mengikutinya. Itulah yang dicontohklan oleh Al-Khalil, Nabiyullah Ibrahim AS kepada kita. Kebaikan dan keshalehan pribadinya mampu menginspirasi dan membangkitkan kebaikan pada diri anak dan keluarganya. Sehingga anak-anak dan isterinya pun menjadi teladan umat manusia sepanjang masa. Bukan saja manusia pada zamannya. Tapi juga generasi kita saat ini yang hidup setelah beratus-ratus abad sesudahnya. Wahai para ayah, nilai kebaikan apa, sekecil apapun kebaikan itu, pada diri kita yang telah menginspirasi anak dan keluarga kita untuk menjadi lebih baik dari diri kita? Tidak masalah peran sosial apa yang (akan) diemban oleh mereka. Selagi pernik-pernik kebaikan yang senantiasa mereka tebarkan untuk keperluan sesama manusia, maka itulah salah satu sumber kebajikan. Wahai para ayah, jika itu telah dilakukan, barangkali tugas kita di dunia telah usai. Dan kita, para ayah, boleh tersenyum lega ketika tiba saatnya meninggalkan dunia fana ini.

“ Yaa Allah, limpahkanlah kepada kami pasangan hidup kami dan anak keturunan kami sebagai penyejuk mata kami dan jadikanlah mereka pemimpin bagi orang-orang yang beriman&rdquo.Amien.

[email protected]
Brunswick, 1 Januari 2007 Bumi Victoria, Australia, di awal tahun 2007.