Sebuah Bis antar kota-antar propinsi melaju perlahan meninggalkan terminal. Di dalamnya menumpang tiga puluh mahasiswa yang akan pulang kampung, salah satunya adalah Annisa. Ia memilih ikut bersama rombongan teman-teman satu kampus menghabiskan liburan semester di kampung halaman. Lebih aman, alasannya. Jarak tempuh kota tempatnya menuntut ilmu dengan daerah asalnya memang cukup jauh, membutuhkan waktu satu hari satu malam. Dengan ikut bersama rombongan tentu akan mengusir kebosanan selama dalam perjalanan, juga aman dari gangguan laki-laki iseng yang biasanya berkeliaran bebas di atas kapal penyeberangan.
Tidak seperti teman-temannya yang terlihat menikmati perjalanan, Annisa tampak gelisah dalam perjalanannya kali ini. Entahlah, ia merasa seakan-akan Bis yang ditumpanginya akan mengalami kecelakaan. Perasaannya tak menentu, sedangkan Bis belum lagi menempuh separuh perjalanan. Setiap kali memejamkan mata, Annisa sontak terjaga bila sopir Bis menginjak rem. Kalimat tahlil terus mengalir dari lisannya. Bayang-bayang kecelakaan membuatnya tak dapat tidur, padahal obat anti mabuk yang diminumnya sebelum berangkat tadi telah memaksanya untuk tidur.
Di sebuah rumah makan, Bis berhenti untuk istirahat. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Annisa, juga teman-temannya turun untuk makan. Usai makan, Annisa segera menuju musholla dengan agak terburu-buru. Teman-temannya sudah tak terlihat di meja makan sejak Annisa keluar dari toilet tadi. Ia takut tertinggal. Di muholla Annisa mengernyitkan keningnya, sepi. Tak ada teman-temannya yang sholat. Hanya ia sendiri. Tanpa berprasangka Annisa segera menunaikan kewajibannya, menjamak sholat maghrib dan isya. Usai sholat, dipanjatkannya Do’a dengan khusyu’. Kegelisahannya masih belum hilang, Annisa merasa membutuhkan tempat berlindung.
“ Ya Allah.. hamba berlindung pada-Mu dari kegelisahan ini. Berilah hamba keselamatan hingga…”. Do’a Annisa terputus. Annisa terdiam sesaat. Ia merasa ada yang salah dengan permohonannya.
“Kenapa aku egois? Aku hanya mendo’akan diriku sendiri…” Annisa menggumam di hati. Kembali diangkatnya kedua tangan dan berdo’a, “Ya Allah…hamba berlindung pada-Mu dari kegelisahan ini. Berilah pada kami semua keselamatan hingga tiba di tujuan…Amin”. Annisa segera membuka dan mengemas mukenanya. Keluar dari musholla, teman-teman bersorak memanggilnya, Bis akan segera berangkat.
Tengah malam, saat Annisa dapat tidur dengan hati tenang dan teman-temannya telah tertidur lelap, tiba-tiba Bis terguncang keras! Para penumpang sontak terbangun tak terkecuali Annisa. Pekik takbir menggema dari lisannya. Di depan, kaca Bis pecah berhamburan. Gelap. Annisa tak dapat melihat apapun. Hanya jerit tangis dan erangan kesakitan yang terdengar. Tak lama kemudian lampu dalam Bis menyala. Annisa melihat ke sekeliling. Teman duduknya tampak pucat pasi, begitu juga dengan yang lainnya, tapi tak ada yang teluka. Lalu siapa yang mengerang kesakitan…?
Annisa baru tahu apa yang terjadi setelah sopir Bis menyuruh seluruh penumpang keluar dari Bis, dan… Masya Allah! Bis tabrakan dengan sebuah mobil minibus. Setengah badan minibus itu hancur. Dua orang meninggal di tempat. Satu orang kakinya tergencet dan sudah dilarikan ke rumah sakit. Dua orang lainnya selamat.
Bagaimana dengan Bis yang ditumpangi Annisa dan kawan-kawan…? Setelah tabrakan terjadi, Bis yang ditumpangi Annisa oleng, sopir membanting stir ke kiri menabrak tembok rumah orang hingga roboh. Bis berhenti dengan badan miring, dan yang membuat Bis itu tidak terbalik karena adanya gunungan pasir yang menahannya. Suatu keajaiban seluruh penumpang selamat, tanpa cidera. Menyadari ia dan teman-temannya selamat, Annisa teringat do’anya ketika di musholla rumah makan. Annisa tidak hanya mendo’akan dirinya sendiri, ia juga mendo’akan teman-temannya agar diberi keselamatan.
Satu lagi bukti Maha Kasih-Nya. Walau teman-teman Annisa lalai menunaikan sholat, Allah dengan Maha Kasih-Nya mengabulkan permohonan Annisa, menyelamatkan mereka dari kecelakaan maut itu…(Cahaya Khairani)
NB: Sudahkah kita mendo’akan orang-orang di sekeliling kita…?