Mulai tahun ini hingga beberapa tahun ke depan, muslim di Berlin, seperti umumnya juga muslim di negara Eropa lainnya, akan memulai hari-hari panjang Ramadhan.
Bagi yang telah lama menjadi muslim umumnya tidak akan ada masalah. Lain halnya bagi muallaf yang belum terbiasa beraktifitas menahan lapar dan minum dalam waktu yang sangat lama. Ujian Ramadhan di musim panas tahun ini menjadi lebih berarti karena harus menahan lapar dan haus selama sekitar 15 ½ jam, mulai dari pukul 4:30 pagi hingga pukul 8 malam.
Tapi bagi Abdul Shakur, Ramadhan sama sekali tidak menganggu aktivitasnya sebagai instruktur angkat berat dan gymnastic, olah raga yang identik perlu banyak tenaga. Ia bertekad tetap shoum di samping melakukan pekerjaan rutinnya di Berlin. Ya, itulah Abdul Shakur, nama yang hebat yang ia dapatkan dari pembimbingnya ketika masuk Islam. Seperti namanya, ia terobsesi untuk selalu mensyukuri nikmat hidup ini.
Abdul Shakur bercerita, ketika ia baru pertama kali masuk Islam, Ramadhan bertepatan dengan Februari. Matahari sudah terbenam pukul 4:30.
” Wah, saat itu saya hanya berfikir bahwa apa yang saya kerjakan bukan shoum. Ini hanya spät Mittagsessen (makan siang yang telat)”, ujarnya tertawa kecil.
”Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terpanjang pertama dalam hidup saya. Karena saya yakin inilah bulan penuh rahmat, maka saya tidak akan takut mengganggu kesehatan saya. Para sahabat di zaman Rasul juga harus mengerjakan puasa. Dan mereka mengerjakannya di padang pasir Arab di mana matahari lebih panas dari di Berlin. Subhanallah, mereka tidak pernah mengeluh, bahkan perang jihad di zaman Rasul ada yang di bulan Ramadhan”. Tuturnya berapi-api tapi dengan tatapan dalam nan teduh.
Ah, sesungguhnya inilah pusat gravitasi bruder-ku ini. Allah telah menganugerahkan padanya aura keramahan dan kehangatan di balik tubuh tinggi kekar dan mata tajam di bawah alisnya yang tebal. Setiap orang yang pertama kali bertemu dengannya pasti menebak akan menemukan kesombongan dan segala jenis kekerasan: keras fisik, keras kata-kata dan juga keras karakter, yang ”wajar” dimiliki atlet bina raga semacam dia. Tapi berbicara dengannya, seolah justru menemukan kelemah kelembutan seorang syaikh.
Ia pun melanjutkan ceritanya dengan tambah meyakinkan.
“Dengan Ramadhan saya justru lebih peduli pada nikmat kesehatan. Waktu dari menit ke menit menjadi jauh lebih saya perhatikan, terutama saat-saat ketika saya harus memenuhi hak-hak tubuh saya. Tiap hari sebelum memulai puasa, saya tidak memakan banyak makanan berlemak, cukup menikmati cereal gandum dan yoghurt. Untuk minum saya memilih teh hijau anti-oxidant atau minuman bermineral yang bisa membantu mengurangi dehydrasi dalam tubuh saya“.
Ia pun bercerita pengalaman pertamanya melaksanakan shoum sekitar 10 tahun lalu.
“Semua kawan saya, keluarga saya banyak yang mengatakan kepada saya, bahwa apa yang saya lakukan dengan tidak minum berjam-jam adalah kebodohan besar. Itu merusak kesehatan!“ Ia memulai ceritanya kali ini dengan berapi-api. Alisnya semakin terangkat dari mata birunya.
“Awalnya saya seperti hendak membenarkan kekhawatiran itu semua, karena memang pelajaran tentang kesehatan itulah yang bertahun-tahun saya dapatkan dar sekolah“, ujarnya.
“Tapi anehnya, setelah pertama kali saya melakukan shoum, maka pada saat ifthor pertama saya itulah saya mengalami seluruh kenikmatan spiritual terhebat dalam hidup saya“ kenangnya, matanya kemudian menerawang ke atas.
“Malam itu saya sempat pusing luar biasa. Saya pusing bukan karena saya tidak makan minum. Saya pusing awalnya karena dengungan azan maghrib yang saya putar melalui internet seolah memutar perut saya, semakin lama saya dengar semakin mengajak isi perut saya cepat-cepat ingin memuntahkan seluruh makanan haram yang pernah saya makan. Badan saya seperti berputar tak berdaya. Dan saat itulah air mata saya mengalir deras tidak terbendung” Mata Abdul Shakur berkaca-kaca mengenang kejadian itu. Bibirnya di antara senyum dan getaran tak teratur. Ia pun melanjutkan.
“Saat itu, seolah-olah saya seperti baru dilahirkan. Saya mengalami kesepian nan indah, seolah bertahun-tahun saya tidak pernah ada di bumi ini. Setelah shalat, saya merasa lebih mencintai ayah-ibu saya, bruder dan schwester saya, meskipun mereka semuanya belum muslim”. Tuturnya, namun kali ini sepertinya aku menangkap kegetiran yang tidak bisa disembunyikan setelah ia bercerita tentang orang tua dan saudara kandungnya. Ada kerinduan dan kegetiran.
“Hingga kini, saya tetap terus berdoa semoga mereka bisa menikmati kelezatan iman seperti apa yang saya rasakan saat ini“Ujarnya penuh harap
“Apa yang saya rasakah adalah seolah Ramadhan sebuah proses regenerasi dalam tubuh saya. Di samping kondisi spritual yang lebih tenang, dengan Ramadhan saya merasa darah saya lebih lancar dan lebih banyak mendapatkan oksigen segar, sama ketika saya selesai melakukan gymnastic. Maka lebih panjang Ramadhan seperti tahun ini, insya Allah lebih barokah, lebih banyak nikmat dan saya yakin sel-sel badan saya jauh lebih banyak yang erneut (peremajaan). Saya ingin badan saya merasa lebih muda lagi dan spiritual saya lebih dekat lagi dengan Allah”. Tatapnya mantap dan pasti.
Ya Allah, Engkaulah Maha Mendengarkan doa bruderku ini. Engkau pasti menurunkan barokahmu di bulan Ramadhan ini. Maka ampuni dosa-dosa kami Ya Allah. Anugerahkan ketenangan dalam hidup kami dan tanamkan rasa cinta yang lebih dalam kepada saudara-saudara kami. Amiiin.
Berlin, Agustus 2008
Catatan:
- Bruder: Saudara kandung laki-laki, Schwester: saudara kandung perempuan. Tapi bisa juga digunakan untuk ungkapkan seperti kata: akhi, ukhti dalam istilah bahasa arab.
- Sh dalam ejaan jerman seperti mengucapkan syin dalam bahasa arab. Semoga pembaca tahu maksud saya.