Sebagai anak kedua dan kebetulan satu-satunya wanita, aku menjadi sosok yang harus memberi teladan yang baik bagi adik-adikku, bahkan bagi lingkungan kami karena aku anak seorang guru. Kenapa harus aku? Karena kakakku satu-satunya tuna rungu dan tuna wicara.
Tak jarang aku mengeluh, aku pun ingin bebas tanpa menanggung beban sebagai sosok teladan, terkadang ingin nakal semasa itu, aku ingin belajar kalau suka saja. Namun beban itu mau tak mau aku pikul. Apapun yang kulakukan adik-adik pasti meniru. Kakak sendiri bersekolah di luar kota sejak umur 4, 5 tahun dan kami hanya bertemu satu tahun sekali karena keterbatasan ekonomi kami.
Sampai suatu ketika, aku kelas-kelas SMA, kakakku yang kala itu sudah berumur 17 tahun memilih berhenti sekolah. Dia mengatakan dalam bahasa tubuh sederhana dengan jari-jari yang dirangkai menjadi huruf membentuk kalimat “AKU TIDAK MAU SEKOLAH LAGI.” Sontak kami terheran-heran dan dia pun mengerti keterkejutan kami. Penjelasannya cukup singkat namun masih kuingat hingga kini, bahwa sia-sia kakak disekolahkan karena tidak akan mengubah kondisinya, uang biaya sekolahnya untuk adik-adik saja. Dia ingin kami adik-adiknya sekolah yang tinggi. Aku menangis, segala pengorbananku tidaklah ada apa-apanya dibanding kakak. Padahal aku sering mengeluh dan kini aku merasa hina dibanding kakak, apalagi aku adalah manusia normal secara fisik.
Kakakku yang bisu, dalam diamnya dia tak pernah memikir dirinya sendiri. Bahkan ketika aku, adiknya kuliah pun dia masih sempat membelikan beberapa lembar baju dari hasil keringatnya sendiri sebagai kuli bangunan. Ya Allah berikanlah tempat terbaik bagi kakakku kelak di sisi-Mu, hanya itu doaku.
Kakakku hidup mandiri tanpa bantuan ekonomi yang berarti dari orang tua. Dia jauh lebih memahami perasaan orang tua daripada kami, yang normal.
Kakakku yang bisu dan tuli. Tidak pernah sedikit pun aku merasa malu mengatakan dan menceritakan dirinya. Bisudan tuli, bagi segelintir orang adalah aib. Tidak bagiku, karena bisu dia tak pernah mengatakan hal-hal yang melukai hati orang. Berbeda denganku yang terkadang masih suka mengatakan hal-hal tak berguna, pun dia tuli karena tidak perlu mendengar orang-orang bergosip yang akan memancing dosa.
Allah, nikmat-Mu begitu indah. Aku bersyukur memiliki seorang kakak seperti dia yang membuka mata kami untuk senantiasa berterimakasih pada-Mu. Saat nafsu dunia begitu membuncah, aku ingat kakak. Dia teladan hidupku dalam keterbatasannya, dalam diamnya.[]