Ngobrolin Suami, Yuk ?

Ketika beberapa ibu muda tengah berkumpul di sebuah acara pengajian, salah seorang diantaranya adalah seorang ibu muda baru. Maksud saya…baru beberapa hari menikah (Sssttt… masih bau melati !). Sebuah pertanyaan spontan terlontar dari ibu muda baru ini,

“Wajar nggak sih…kalo baru beberapa hari menikah suami sudah bicarakan poligami…?” :(

Eh…secara kompak tanpa dikomando para ibu muda itu menjawab,

“Itu sih, biasaaa…”

Jangankan beberapa hari menikah, yang pada saat malam pertama suaminya sudah bicarakan poligami pun, ada!.

Benarkah sedemikian parahnya (Sebagian) para suami hingga membicarakan hal sensitif itu kepada isteri yang baru saja dinikahinya…?

Hmm…Bagi akhwat yang belum menikah, jangan esmosi eh emosi dulu ya…apalagi jadi takut menikah, persiapkan saja diri untuk menghadapi hal seperti ini di awal pernikahan Anda. Kalau-kalau hal ini terjadi pada Anda. Berikut ini akan saya berikan rahasianya ;)

Umumnya, pengantin baru yang mengalami masalah tersebut adalah pasangan yang tidak menjalani proses pacaran terlebih dahulu. Mereka diperkenalkan oleh pihak ketiga yang sebutan kerennya “Mak Comblang” yaitu guru ngaji, orang tua, kakak, adik, atau teman. Oleh karena tidak saling mengenal lebih dalam sebelumnya, sebagian pasangan merasa kesulitan untuk menyatakan perasaan atau pun menyatakan apa yang ia rasakan di awal pernikahan mereka. Sehingga bahasa air mata, muka cemberut, atau bahasa sindiran kerap digunakan oleh pasangan pengantin baru ini.

Bagi sebagian laki-laki (Terutama yang tidak pernah pacaran sebelumnya), merasa gengsi untuk bertanya, “Apakah kamu mencintai, membutuhkanku, dan takut kehilangan diriku wahai isteriku…?” kepada seorang wanita yang baru saja dinikahinya, yang ia belum mengetahui apakah wanita yang ia nikahi itu juga mencintainya ataukah tidak, sebab tak pernah ada pernyataan cinta sebelum mereka menikah.

Di sinilah sebagian suami itu mengeluarkan jurus ampuhnya, yaitu membicarakan soal poligami. Hanya dengan satu kata itu, jawaban atas keingintahuannya akan cinta, kasih sayang, perasaan membutuhkan, dan takut kehilangan isteri terhadap dirinya akan ia dapatkan. Bila isteri marah, atau menangis, atau ngambek, selain penyesalan, si suami pun akan merasa senang dan bahagia. “Ternyata isteriku ini mencintaiku!” Begitulah kira-kira sorak hati si suami.

Gawatnya, bagaimana bila isteri menganggap hal ini sebagai masalah besar ? Kemudian serta-merta tidak mempercayai si suami ? Lantas dirinya menjadi minder, merasa tidak dicintai, merasa dirinya serba kekurangan hingga suami ingin menikah lagi (Yang ia pikir pernyataan serius)?

Jangan dimasukkan dalam hati. Begitulah cara sebagian suami untuk mengetahui seberapa dalam cinta isteri padanya. Ia gengsi untuk menanyakan secara langsung. Tapi…pura-puralah marah dan kesal, pukul atau cubit ia dengan manja, tunjukkan kecemburuan kita dengan sikap manja, dia pasti akan tertawa senang. Selanjutnya, jangan ragu-ragu menunjukkan dengan kata-kata bahwa kita sangat mencintai dan membutuhkannya, puji dia bila ia memberikan kebaikan pada diri kita, baik dihadapannya maupun dihadapan orang lain. Jangan lupa selalu ucapkan terima kasih atas sekecil apapun kebaikan yang ia tunjukkan, dengan begitu suami akan merasa dihargai.

Bila suami telah merasa dicintai, dibutuhkan, dan dihargai, ia tidak akan menggunakan jurus ampuh itu lagi untuk mengetahui seberapa dalam kita mencintainya. Hei Jeng, kita tidak mau kan kalau pernyataan iseng suami menjadi kenyataan…? :)

www.cahayakhairani.multiply.com