Jangan Biarkan Mukenamu Terbang

Saat ini menjalankan syariat pun seperti ada trendnya. Pernah melihat mukena terbang, memiliki, bahkan memakainya? Menurut kacamata pemikiranku mungkin produk ini juga sedang menjadi icon mukena di pasaran. Mukena ini terbuat dari parasut dengan berbagai macam corak. Harganya relatif murah dan motifnya yang lucu mudah menarik minat pembeli. Bahan dasar mukena terbang ini ringan, mudah ditata lalu dimasukkan dalam tas kecil sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana. Dan saat ini memang sedang menjadi trend mulai dari anak-anak sampai dewasa.

Memang kurasakan ketika muncul fenomena mukena terbang ini, mushola jadi serasa lebih ramai dikunjungi para jamaahnya. Orang yang biasanya lebih suka mengulur waktu shalat, dikerjakan di rumah, atau bahkan ditinggalkan dengan alasan nggak bawa mukena, atau mukena yang tersedia bau, akhirnya pun mulai nimbrung berbondong-bondong berjamaah ke mushola dengan menenteng mukena terbangnya. Kalau dipikir-pikir, ada untungnya juga sih, kalau mukena ini bisa dijadikan sebagai salah satu solusi untuk menyiasati anak-anak yang enggan untuk sholat. Sebab ketika mereka memiliki barang pribadi, hal itu dapat melatih mereka agar lebih bertanggung jawab.

Namun, ada beberapa rambu dan kaidah syar’i yang masih belum sesuai pada mukena terbang ini. Tentu yang kita sebut sebagai seorang muslimah adalah perempuan yang memeluk agama Islam, baik itu yang berkedurung maupun yang belum. Contohnya saja ketika sholat. Mukena sangat dibutuhkan terutama untuk mereka yang masih belum berkerudung untuk menutupi auratnya.

Ketika di suatu mushola kampus, aku bingung memilih mukena karena yang disediakan kebanyakan mukena terbang. Aku kurang suka memakainya karena selain panas, kainnya yang tipis, dan sesuai dengan namanya mukena ini mudah sekali diterbangkan oleh angin, dan seringkali membuat konsentrasiku buyar ketika sholat.

Siang itu usai aku shalat dhuhur, tampaklah berkibar-kibar mukena parasut yang dipakai salah seorang jamaah karena kipas angin yang ada di atasnya sedang menyala. Dari jauh terlihat kasat mata ia tak menutup kepalanya dengan kerudung sehingga nampak samar rambut panjangnya yang dibiarkan terurai. Selain itu, ia juga memakai kaos lengan pendek sehingga kulitnya terlihat. Dan lebih parah lagi ketika ia sujud, dengan serta merta bagian belakang mukena pun tersingkap. Begitu terjadi selama sujud saat shalat berlangsung. Aku hanya berusaha membantunya membetulkan. Nyamankah dia dengan keadaan seperti itu?

Padahal kita semestinya tahu bahwa menutup aurat adalah syarat sah dalam shalat. Dalil atas kewajiban menutup aurat pada saat melakukan shalat adalah firman Allah SWT berikut ini, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A`raf [7] : 31) Aku pun pernah mendengar sampai ada satu mushola yang memang hanya menyediakan mukena terusan untuk mengantisipasi kejadian tersebut, bahkan ada yang memberinya hukum wajib untuk dipakai.

Duhai muslimah, bandingkan ketika pesta atau berangkat kuliah, semua “jor-joran” memakai baju yang paling wangi dan bagus. Namun, ketika kita menghadap Allah SWT pemilik segala apa yang ada di dunia ini mengapa hanya kita persiapkan ala kadarnya? Ridho siapa yang ingin kita raih? Mari merenung kembali. Boleh kita trendy asalkan syar’ie. Tidak ada yang salah dengan mukena terbang, hanya kita harus bijak dalam memakainya. Bukannya jadi korban mode. Oleh sebab itulah, mari perbanyak amalan yang kita lakukan dengan ilmu agar tidak tersesat kemudian.