Kau tidak pernah bisa sombong, mengapa ? Karena kamu sering kali kalah, melawan anggota tubuhmu sendiri. Jangankan yang besar-besar, melawan rasa ngantuk yang datang, kau sudah terlena. Bila keinginan buang hadast kecil atau besar, kamupun tak bisa menahannya, kalah, harus dituruti keduanya, jangan mencoba-coba menahannya behari-hari, penyakit akan segera dating!
Dengan penyakit flu atau sakit gigi saja, kau sudah terampun-ampun, teriak-teriak sendirian, jengkel dan sebagainya, Itu belum disiksa di neraka, baru hanya sakit gigi saja. Belum lagi bila napsu datang susah payah kau melawannya dan seringkali kau kalah, hingga setan tertawa. Para Malaikatpun menangis karenanya, dan Allah SWT “tersenyum” melihat hamba-hambaNya yang tersesat di jalanNya.
Kaupun mungkin kalah dengan anak-anak santri dalam pendekatan dirinya kepada Allah SWT.
Jangankan dengan para kiayi, dengan santrinya saja, sekali lagi mungkin saja kalah, walaupun mereka di jaman sekarang ada yang muncul belum saatnya, seperti dikarbit, atau dipaksa digunakan untuk untuk menarik perhatian public di TV-TV, maka ditambahkan gelar kiayi haji atau ustadz di depan nama “anak kemarin sore”, itu sah-sah saja, siapa tahu dengan gelar tersebut justru menjadi motivasi yang sangat baik untuk bertingkah laku sesuai dengan gelar yang disandangnya, Insya Allah.
Kita kembali pada kekalahan, loh mengapa yang diceritakan tentang kekalahan, bukan kemenangan? Bukankah ini akan menjadi penyurut langkah alias tak positif? Mungkin ada yang menyanggah demikian, namun segala Sesuatu tergantung dari mana cara memandangnya. Karena sesuatu yang baik saja bisa disalah artikan bila yang digunakan kacamata negative. Buktinya? Tak mencuntumkan ayat Qur’an atau hadist saja dalam sebuah tulisan, ada yang “meyanyangkan”.
Pernah ada hambaNya yang sholeh jalan-jalan bersama murid-muridnya, dan ketika ada bangkai seekor kambing tergelatak dijalan, muridnya bilang” bangkai menjijikan!”, Namun yang hambanNya yang sholeh bilang kepada murid-muridnya” lihat giginya yang putih!” Apa itu artinya? Bendanya sama, tapi cara melihatnya berbeda, yang satu melihat kejelaknnya, yang lainnya melihat yang bagusnya.
Nah begitu juga dengan cerita tentang kekalahan atau membicarakan masalah kalah. Dalam segala segi kau selalu dalam keadaan kalah, kalah dan kalah. Kapan kau bisa menang? Jawabnya, bila kau bisa melawan dan memerangi hawa napsumu sendiri dan napsu tersebut dikendalikan olehmu, bukan kau yang dikendalikan oleh nafsu yang ada di dalam dirimu.
Jadi, selama kau yang dikendalikan oleh hawa napsu, selama itu pula kau akan kalah, dan kekalahan melawan hawa napsu berakibat setan makin tambah temannya yaitu kau, Malaikat menangis dan kaupun di akherat nanti termasuk orang-orang yang merugi dan tempatnya adalah di neraka jahanam, itulah seburuk-buruknya tempat. Mari kita berlindung kepadaNya dari panasnya api neraka jahanam tersebut.
Makanya Nabi bersabda:” Peperangan yang terbesar adalah perang melawan hawa napsumu sendiri” karena perang melawan napsu sipatnya abstrak, musuhnya tidak kelihatan, tak nampak jadi, tidak bisa dikalahkan dengan senjata fisik apapun, pedang, golok, pistol, meriam, bom nuklir sekalipun tak mampu menghancurkan hawa nafsu yang ada dalam diri manusia. Senjata fisik apapun namanya, tak berguna untuk melawan hawa napsu, karena hawa nafsu bukan benda fisik tapi meta fisik, abstrak dan begitu halusnya mengalir dalam diri manusia.
Napsumu dapat dikalahkan, juga bukan dengan imanmu, karena imanmupun bahkan seringkali kalah, akalmupun tak dapat melawan napsumu, sering kali akal bahkan dipermainkan napsumu! Benar sekali sabda Beliau, perang terbesar adalah melawan hawa nafsu yang ada dalam diri manusia sendiri, perang Badar belum apa-apa. Kalau pakai sejarah perang modern, perang Dunia Pertama(PD I) dan Perang Dunia ke Dua (PD II) itu belum apa-apa.
Pada PD I dan PD II manusia saling menghancurkan manusia lainnya denagn senjata-senjata modern, dan jutaan manusia tewas karenannya, manusia dikalahkan oleh hawa nasunya sendiri dalam perang dunia itu. Itu perang bukan membela apa-apa, bukan karena Allah SWT. Beda dengan perang Badar, perang yang menegakan agama Allah, perang melawan kaum kafir Qurois, perang menegakan Dinul Islam. Namun dalam sabda Beliaupun Perang Badar masih perang kecil, perang besar yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafsu sendiri.
Jadi, apa yang dapat melawan hawa napsumu sendiri alaias melawan perang besar itu? Tiada lain adalah iradah Allah, hidayah Allah, kehendak Allah, kemauan Allah, rakhmat Allah, kasih sayang Allah, ridho Allah, petunjuk Allah dan seterusnya. Mengapa semua itu berasal dari Allah? Ya, karena hawa napsu diciptakan Allah Dan Dialah yang dapat menaklukannya atau melenyapkannya.
Tanpa bersandar kepadaNya, manusia tak mampu melawan hawa nafsu yang berada dalam dirinya sendiri, maka itulah manusia diajarkan melawan hawa nafsu dengan banyak-banyak istigfar kepadaNya, mohon ampun kepadaNya, sering-sering puasa, karena dengan puasa manusia dilatih untuk mengekang hawa nafsunya sendiri. Baik dengan puasa wajib di bulan ramadhan ataupun puasa sunnah, Senin dan Kamis serta puasa sunnah lainnya dan dengan pasrah kepadaNya.
Sikap pasrah kepada Allah SWT, setelah berusaha, membawa jiwa menjadi tenang. Sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT berdampak sangat positif yaitu hati menjadi lapang dan lega. Sikap tidak bergantung pada apa dan siapapun, kecuali kepada Allah SWT menimbulkan sikap penuh percaya diri, tidak merasa kehilangan pada sesuatu, tidak merasa rugi tak mendapat sesuatu, tetap tabah dan tenang tanpa gejolak.
Bergantung pada manusia, siapapun dia, bisa-bisa menjadi stress! Mengapa? Karena manusia lainpun punya persoalan masing-masing, apalagi bergantung pada orang lain yang tidak bisa dipegang omongannya, kalau kata orang”tak bisa dipegang buntutnya, karena pembicaraannya mencla mencle, pagi bilang tahu, sore bilang tempe” wah bisa-bisa nelangsa karena mengikutinya.
Maka kembalikanlah semua urusan, kepada yang Maha Pengurus Segala urusan, Dialah Allah SWT, yakinlah Allah tidak akan menyia-nyiakanmu. Pasrah, tawakal Alallah, berusaha, lalu berserah diri kepadaNya, Insya Allah kau tidak akan menjadi goncang, pikiramu tenang dan hawa nafsumu akan tunduk dan dapat kau taklukan, bukan dihilangkan, karena kalau hawa nafsu dihilangkan, manusia berhenti menjadi manusia! Itu berarti manusia menjadi malaikat yang tak punya hawa nafsu, bila itu terjadi dunia akan sepi! Ingat, kau cuma berusaha, namun Tuhanlah yang menentukan.
Itulah sikap yang bisa mengalahkan hawa nafsu yang ada pada diri manusia, kepasrahan total kepadaNya yang Maha Kuasa, yang Maha Bijaksana, yang Maha Perkasa. Kalau ada yang masih bilang, “saya sudah pasrah total kepadaNya, kok hawa nafsu masih saja menang?” Berarti ada sesuatu yang salah, tak mungkin manusia yang sudah pasrah total kepadaNya dapat dikalahkan oleh hawa nafu, itu mustahil. Karena orang yang benar-benar taqwa kepadaNya dengan total akan dapat perlindungan dariNya, itu janjiNya.
Bila hawa nafsumu sudah dapat ditaklukan , maka jadilah kau pemenang sejati, kaulah manusia unggul, kau manusia yang sudah dapat mengalahkan hawa nafsu dengan cara mengendalikannya. Dengan demikian jadilah kau pemenang yang hakiki, pemenang sejati pada perang besar, perang sesungguhnya, perang melawan hawa nafsu.
Dan uniknya lagi perang melawan hawa nafsu tak bisa diakui kemenangannya oleh diri sendiri, dan bila kau berkata” saya sudah menang melawan nafsu” Maka pada saat bersamaan kau sudah kalah lagi, mengapa? Karena kau sudah sombong lagi dengan kata-kata seperti itu, orang sombong temannya setan dan setan sangat dekat dengan hawa nafsu!
Moskow, 4 April 2013.