eramuslim.com – Beliau adalah salah seorang pemimpin kaum muslimin, seorang hamba yang shaleh, imamnya orang-orang yang bertakwa, petunjuk bagi orang-orang yang taat, dan kemuliaan bagi ilmu dengan kebijakannya.
Beliau juga dikenal sebagai seorang yang shaleh lagi berhati mulia, lisan yang selalu basah oleh dzikrullah dan dihiasi oleh kejujuran, pendengarannya yang terjaga dari hal-hal yang jelek, dan senantiasa menepati janji. Seakan-akan, beliau telah menerima seluruh kemuliaan Dzat-Dzat Allah, sebagai seseorang yang selalu berdiri untuk melakukan ibadah kepada Rabb Pencipta Alam Semesta.
Dia-lah Ali bin Abi Thalib, sosok yang dimuliakan oleh Allah, sahabat yang dihormati dan khalifah sebagai penunjuk jalan kebenaran.
Sifatnya tercermin dalam kisah salah seorang sahabatnya yaitu Zhirar bin Hamzah Al-Kanani, ketika beliau bertemu dengan Muawiyah untuk meminta darinya akan sifat yang dimiliki oleh Ali .
Al-Kanani pun menuturkan, “Demi Allah us, beliau adalah sosok yang tidak terlalu mementingkan materi dan berpandangan jauh ke depan, bertubuh kuat perkasa, berbicara dengan kalimat yang sangat mulia lagi jelas, menghakimi seseorang dengan adil dan selalu merasakan kekhawatiran ketika memasuki malam yang gelap gulita. Demi Allah us! Beliau memiliki banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan yang terpancar, memiliki ide-ide yang cemerlang, yang selalu memuliakan para pemeluk agama, mengasihi orang-orang miskin, menerima kesalahannya. Beliau adalah orang kuat yang tidak berani berbuat zhalim, beliau adalah orang yang selalu memenuhi janji. Saya bersaksi kepada Allah, aku telah melihatnya pada suatu malam.
Pada saat itu ia memegang erat jenggotnya yang sangat lebat. tubuhnya bergetar hebat layaknya orang yang menggelepar sakit di ranjangnya dan menangis dengan tangisan kesedihan.
Pada saat itu, aku mendengarnya sambil berkata, “Wahai Rabb kami! Wahai Rabb kami! Sungguh diri kami berserah diri kepada-Mu…’ Terdengar untaian doa beliau yang penuh dengan kesungguhan, Kemudian beliau berkata “Wahai dunia, engkau telah hutalak sampai tiga kali. Bagiku engkau adalah tempat yang tidak berarti dibanding akhirat. Menjauhlah dariku! Godalah orang selain aku! Pergi engkau sejauh-jauhnya dariku… Wahai dunia! Sesungguhnya umurmu itu pendek, dan tempatmu itu hina, bahaya yang akan menimpamu sangatlah dekat, ah.. ah… betapa singkatnya waktu persinggahan, dan betapa jauhnya perjalanan serta sepinya jalan.” Mendengar penuturan Al-Kanani, meneteslah air mata Muawiyah membasahi jenggot dan bajunya, ia pun kemudian mengusap dengan jarinya. Pada saat itu, menangislah orang- orang yang ada di sekitarnya.
Dhirar bin Hamzah menuturkan tentang sebagian sifat para sahabat Rasulullah dan shalat mereka serta ibadah mereka, “Saya benar-benar telah melihat sendiri jejak kehidupan para shahabat Rasulullah. Tidak ada seorang pun yang menyerupai mereka. Demi Allah, jika tiba waktu pagi, mereka berada dalam wajah yang pucat, kusut masai, tidak teratur kondisinya dan wajah mereka seperti orang yang tertimpa musibah. Mereka bermalam untuk membaca kitab Allah secara bergantian antara berdiri dan sujud, serta apabila disebut nama Allah tubuh-tubuh mereka bergetar hebat sebagaimana pohon yang terkena tiupan angin, bercucuran air mata sampai membasahi baju-baju mereka. Demi Allah, seolah-olah kaum itu bermalam untuk melakukan hal yang melalaikan mereka dari akhirat.”
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa wajah Ali bin Abi Thalib berubah warna apabila datang waktu shalat, dia berkata, “Telah datang waktu pelaksanaan shalat yang diperlihatkan atas langit, bumi dan gunung tanpa ada penolakan atas penerimaannya dalam kekhalifahan di bumi, dan segala ketakutan daripadanya.”
Penulis; Ahmad Musthafa Ath -Thahthawi, “Shalatnya Para kekasih Allah “, (shalat Ash Shalihin Wa Qashash Al Abidin),
Penerbit Insan Kamil, Juni 2008