Masa muda usiaku kini…warna hidup tinggal ku pilih…namun aku telah putuskan…hidup di atas kebenaran………
Sepenggal syair lagu dari tim nasyid edcoustic, menyadarkan kita tentang usia yang kita jalani sekarang. Yup, usia muda secara biologis! Kenapa biologis? Karena bukan suatu jaminan ketika masih berusia belasan tahun atau masih kepala dua, kita benar-benar masih muda.
Banyak sekali anak-anak usia belasan tahun tetapi ternyata ia sudah tua. Paham maksudnya? Coba kita lihat di sekitar kita atau bahkan kita bercermin pada diri sendiri. Banyak anak muda usia belasan tahun sudah rapuh, malas, -maaf- ‘tidak berguna’ dan pada intinya mereka tidak produktif. Secara usia memang masih muda, tetapi semangatnya sudah sangat tua.
Saya teringat pada sosok bapak tukang becak yang saya naiki ketika berkunjung ke rumah kakak saya di Karanganyar. Umur 80 tahun tidak menyurutkan semangatnya untuk mencari nafkah. Walaupun ke enam anaknya sudah mentas (sudah menikah-jawa), tapi beliau tetap gigih mencari uang untuk menghidupi diri dan isterinya. Ia tidak mau tergantung pada anak-anak dan cucu-cucunya. Bahkan kakek ini sudah mempunyai buyut (anak dari cucu). Subhanallah…
Saya malu sekali ketika ditanya “umur berapa mba?” Dan ternyata di usia yang sudah 22 tahun saya belum bisa memberikan sebuah karya yang dapat dibanggkan minimal untuk diri saya sendiri. Jauh sekali dari pribadi teladan kita, Rosulullah Muhammad SAW. Di usia muda, beliau telah menjadi seorang penggembala kambing yang mengantarnya menjadi sosok manusia sukses bahkan menjadi pemimpin Negara dan pemimpin ummat ini.
Jumlah remaja di Negara ini sangat banyak (walaupun tidak dapat dihitung kuantitasnya). Tapi berdasrakan survey dari…, jumlah usia produktif di Negara kita ada ….% dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah yang cukup signifikan jika kita berharap Negara kiata akan berubah dan perubahan itu berasal dari kaum muda. Ingat salah satu kalimat yang disampaikan ustadz Hassan Al-Banna dalam rislah pergerakannya,….
Kaum muda merupakan asset besar dalam pembangunan. Ia menjadi tumpuan untuk melanjutkan generasi berikutnya. Tetapi, banyaknya kaum muda yang tidak produktif di usianya meyebabkan pembangunan yang seharusnya berjalan lancar malah terhambat oleh kaum muda itu sendiri. Berapa banyak anggaran pemerintah yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan terserap untuk anggaran rehabilitasi mereka yang kecanduan obat-obat terlarang.
Tetapi tidak sedikit juga kaum muda yang telah sukese mengukir prestasi yang membanggakan. Ingat juara olimpiade fisika dari Papua? Atau pemain catur yunior yang pernah bertanding di beberapa kejuaraan naisonal dan internasional. Kita mau menjadi ‘apa’ adalah sebuah pilihan. Mau menjadi kaum muda yang sukses dan berprestasi ataukah jadi kaum muda yang membebani? Wallahu ‘alam.
Untuk adik-adiku yang membuatku selalu merasa muda, keep istiqomah