Oleh : Farah Adibah Dengan riang kulangkahkan kaki memasuki pekarangan rumah. Ah, cukup lama aku meninggalkan orang-orang yang kucintai. Dengan haru yang memenuhi rongga dada, kunikmati setiap langkah rindu.. Namun langkahku terhenti, pandanganku tertumbuk pada sebuah motor tua. Ya, motor itu sudah sangat tua dan tidak bisa lagi dipergunakan sebagaimana mestinya. Tidak berlebihan ketika papa mempertahankannya tetap ada sebagai prasasti kenangan indah di masa lalu.
20 tahun yang lalu motor itu sangat berarti. Allah menyatukan hati papa, mama, aku dan adik-adik (aku empat orang bersaudara) syariatnya lewat kendaraan bekas yang sekarang sudah dipenuhi debu dan karat itu. Sebagai pegawai negeri biasa, papa dan mama hanya bisa mencicil sebuah motor sebagai sarana transportasi kami sekeluarga. Waktu itu aku berusia 5 tahun, adikku no 2 berusia 3 tahun, no 3 berusia 2 tahun dan adik bungsuku berusia kira-kira 5 bulan. Dengan ekonomi yang pas-pasan orang tuaku membesarkan, merawat dan mendidik anak-anaknya tanpa bantuan siapapun, kecuali kalau ada saudara yang bersilaturami dan nginap. Jadi, kalau kedua orang tua pergi, kami semua pasti dibawa.. tentu saja dengan motor tua itu.
Sejenak, senyumku mengembang seiring memori yang tetap mengalunkan kenangan indah. Urutan-urutan di motor itu adalah : adikku no.2 di depan sekali (di tank bensin), papa (sebagai rider), adikku no.3, aku dan terakhir mama duduk miring ke satu arah dengan menggendong adik bungsuku yang masih bayi. Mmh.. unik bukan ? Aku juga ga habis pikir kenapa bisa muat dan kenapa orang tuaku begitu berani ? Tapi sudahlah, semua sudah berlalu dan aku sedang menikmati kebersamaan kami ketika itu. Selama enam tahun parade keluarga dengan motor tua berlangsung.
Ketika adik bungsuku berumur 2 tahun, urutannya mulai berubah. Adikku no.3 di tank bensin, adikku no.2 di belakang papa, kemudian adik bungsuku, aku dan mama dalam posisi bebas. Papa seakan tak pernah bosan menjalani tugas rutinnya. Hal pertama yang dilakukan papa adalah stand by dan menghidupkan motor, kemudian mengangkat adik no. 3 dan mendudukkannya di depan papa, kemudian menunggu mama memposisikan adikku no.2, adik bungsuku dan aku dan terakhir mama mencari posisi (terkesan ribet ya ?… tapi kami menikmatinya lho.. ). Urutan-urutan ini berubah seiring membesarnya ukuran tubuh kami .. (ijinkan aku untuk kembali tersenyum… senyum bahagia, sobat).
Hal yang paling bertahan dalam ingatanku adalah ketika tiba-tiba hujan turun, papa segera menepikan motornya, kami semua diturunkan karena mantel hujan tersimpan di bawah sadel. Mantel dikeluarkan .. kemudian kami kembali menempati posisi dan masuk ke dalam mantel. Mantel satu dipakai ramai-ramai. Pemandangan yang tadinya indah mendadak gelap gulita tapi tawa canda tetap mewarnai perjalanan hingga tempat tujuan.
Namun… perjalanan hidup tidak selamanya bahagia. Di suatu sore, di jalan berpasir (aku tinggal di daerah pantai) dalam keadaan kurang sehat, papa pulang ke rumah untuk istirahat. Namun di perjalanan papa tidak sempat mengelakkan segerombolan sapi yang melintas dan menabrak salah satunya. Papa terpental dari motor. Ditolong oleh seorang pemuda, papa dibawa ke tukang urut. Papa patah kaki dan cuti sampai pulih. Otomatis, kebersamaan di motor tua terhenti untuk sementara waktu. Terasa ada yang lain.. kami merindukan kehangatan berdesakan di motor tua (tak terasa air mataku mengalir).. TK sampai SD ku nikmati penuh kenangan kebersamaan…
Betapa bersyukurnya aku dikarunia keluarga yang hidup pas-pasan oleh Allah. Kenangan ini menjadi milikku… belum tentu dimiliki oleh orang lain. Allah pasti telah merencanakan hal ini untuk keluargaku. Kebahagiaan dan kebersamaan keluargaku dibangun di atas motor tua. Antara percaya dan tidak, tapi aku yakin motor itu jadi salah satu sarana kehangatan aku dan keluarga hingga sekarang.
Ku ingin berterimakasih padamu motor tua. Walau sekarang kau hanya bisa diam mematung, jasa-jasamu tetap terpatri di dalam hati. Dengan menyusut air mata, kulangkahkan kaki menuju pintu dan subhaanallaah suara orang tua dan adik-adikku tetap dengan riuh rendah, sama seperti dulu menyambut kedatanganku… Betapa hangatnya cinta-Mu ya Allah. Ijinkan aku untuk selalu ingin memiliki cinta ini…dalam sabar dan syukurku…
Ayo sobat, bangkitkan kenanangan indah beserta anggota keluarga.. insya Allah kebahagiaan dan semangat akan selalu mewarnai hidup kita. Jangan lupa berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa kepada kita. “Allah mencintai orang yang berkasih sayang”
Untuk papa yang telah mendidikku untuk tegar. Untuk mama yang tlah merawat kami dengan tangan sendiri Untuk adik-adik yang selalu membuatku mataku basah oleh rindu… Untuk sahabat-sahabat yang mencintaiku, sepengetahuanku maupun yang diam-diam, terimakasih….