Gema Ramadhan berkumandang di mana-mana. Di tiap sudut, baik di kota maupun desa, banyak orang yang larut dalam suasana menyambut datangnya Ramadhan. Kebahagiaan ini juga saya rasakan ketika mendengar suara-suara pembacaan ayat suci Alquran di surau-surau, musala-musala, hingga masjid-masjid. Alhamdulillah.
Ada esensi penting dalam bulan suci Ramadhan. Puasa tidak hanya menyehatkan tubuh, tidak sekadar menahan lapar dari pagi hingga petang. Namun, puasa juga merupakan momen untuk membasuh jiwa dengan mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla, meraih mahabah-Nya.
Rasulullah bersabda, ”Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhaan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Al-Bukhari). Dalam hadis lain disebutkan, ”Bau mulut seorang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat dari harumnya misik (minyak wangi yang paling harum di dunia) (HR Al-Bukhari).
Di tengah carut marutnya situasi negeri ini akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut, Ramadhan ini sangat menyejukkan. Betapa tidak, selain krisis ekonomi, negeri ini tengah diterpa krisis moral yang sangat mengkhawatirkan karena rendahnya toleransi sosial kepada kaum duafa. Banyak bayi gizi buruk meninggal karena orang tuanya sangat miskin. Beli minyak tanah untuk menanak nasi saja mereka tak mampu, apalagi untuk membelikan bayinya susu. Tak ayal, ketika bahan kebutuhan pokok makin mahal, asupan gizi bagi bayi-bayi orang duafa tak terpenuhi. Maka, banyak pula nyawa balita gizi buruk tak tertolong.
Ya Allah. Harga elpiji kian melambung dan sulit didapat. Selain itu, banyak masyarakat yang mengeluhkan karena langkanya minyak tanah di beberapa daerah. Hal tersebut tentu saja menjadi pemandangan dan fakta yang memprihatinkan. Negeri ini seolah bukan tempat yang nyaman buat orang miskin dan terpinggirkan. Negeri ini seakan tak berpihak pada kaum duafa. Di negeri ini, orang miskin seperti dilarang sakit. Sebab, mereka dinilai tak mampu membayar biaya pengobatan dan rumah sakit. Dengan demikian, banyak kaum papa dan duafa menangis, tak tahu akan mengadu kepada siapa ketika membutuhkan perhatian dan pertolongan.
Di negeri yang kaya sumber daya alamnya ini, ternyata miskin dengan sumber daya pemimpin yang jujur dan amanah. Yang banyak dan sering terjadi justru wakil rakyat dan pemimpin korup. Tak banyak bukti realisasi janji mereka pada saat berkampanye dulu. Di negeri ini, orang miskin semakin tersudut karena kebutuhan akan pendidikan juga tak terpenuhi. Orang miskin seolah dilarang mendapatkan pendidikan yang layak. Betapa tidak, biaya sekolah yang kian mahal tak bisa mereka jangkau. Untuk makan saja sulit, makan sehari dua kali saja sudah untung, bagaimana mereka menyekolahkan anak-anak mereka?
Tak heran, pendidikan gratis dan layak bagi orang miskin menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Janganlah program-program terbaru malah menyulitkan mereka. Ketika menengok seorang kawan di RSU dr Soetomo Surabaya, saya terenyuh melihat banyaknya warga pemegang kartu askeskin yang dirawat di situ. Tak tega saya melihat kenyataan bahwa ada warga yang memilih rawat jalan untuk menghemat biaya. Padahal, saat itu dia diharuskan rawat inap. Tentu, hal tersebut juga banyak terjadi di negara ini. Semua serbaduit. Mau buang air kecil saja bayar, apalagi masuk rumah sakit. Tentu, tidak kecil biaya perawatan di rumah sakit.
Kenyataannya, warga yang memiliki kartu askeskin belum tentu mendapatkan perawatan terbaik. Subhanallah. Sayang, tingginya angka kemiskinan dan kematian bayi busung lapar tidak membuat nurani dan mata hati para elite politik melek. Yang menyakitkan hati rakyat, makin banyak para wakil rakyat yang ditangkap karena terlibat kasus suap dan korupsi. Nilainya tidak main-main, bahkan sampai ratusan juta. Negara dirugikan, rakyat dibohongi. Padahal mereka, para wakil rakyat itu, dibayar dari APBN.
Itu berarti mereka digaji dari uang rakyat. Namun, para wakil rakyat tersebut justru menyelewengkan amanah dan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Astaghfirullah. Karena itu, datangnya bulan penuh ampunan ini amat menyejukkan. Ramadhan menjadi momen yang tepat untuk lebih mendekatkan diri kepada Ar Rahman. Apalagi, di bulan suci ini terdapat malam lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Subhanallah.
Karena itu, Ramadhan adalah momen yang tepat untuk memohon ampunan dengan tobat yang sebenar-benarnya. Mari berlomba-berlomba dalam menebar kebaikan dan mempererat ukhuwah Islamiah. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang memohon ampunan-Nya. Wallahu ‘alam bishshawab. Marhaban yaa Ramadhan [email protected]