Ada kelapa muda yang dikemas cantik, jus jeruk yang menyegarkan, dan aneka macam sirup warna-warni serta es krim yang dibalut roti dengan topping coklat, menambah berat ujian kami menjalankan puasa di panas yang menyengat. Belum lagi cara orang Thai yang senang berbusana sekenanya di musim panas saat itu membuat kami harus ekstra hati-hati menjaga pandangan mata. Semoga ujian-ujian ini menambah besar pahala kami, aamiin.
Dari kita untuk kita, mungkin itulah istilah yang tepat bagi kami sebagai kaum minoritas dan para perantau. Agar lebih bersemangat mengisi bulan Ramadhan, kami disibukkan dengan berbagai kegiatan.
Mulai dari menyiapkan sahur dini hari di rumah masing-masing, disambung pagi hari kaum ibu melakukan taddarus bersama dengan target khatam Qur’an, dilanjutkan dengan sore hari menyiapkan buka puasa di rumah sampai sholat tarawih di mesjid kesayangan kami di KBRI pada malam harinya.
Selain itu setiap Sabtu dan Minggu diisi dengan buka bersama untuk seluruh warga Indonesia yang ada di Thailand. Para ibu siap bahu membahu menyediakan hidangan berbuka puasa.
Saat-saat seperti itu menambah gairah ibadah kami sehingga tak terasa sebulan berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya menyambut hari kemenangan, Idul Fitri.
Bicara soal puasa, aku jadi teringat cerita seorang sahabat yang lupa mematikan kompor di rumahnya. Kala itu, saat tiba di rumah sehabis bertaddarus, sahabatku yang juga seorang ibu rumah tangga memanaskan semur daging untuk menu berbuka mereka sekeluarga magrib nanti.
Sambil menunggu masakan menjadi hangat, sahabatku duduk menyimak berita Indonesia melalui saluran antena parabola yang tersedia di apartemennya. Tak semua apartemen menyediakan saluran Indonesia. Berita dari tanah air menjadi dambaan kami para perantau. Tak terasa, panas yang menyengat saat berpuasa membuatnya haus dan letih….ia pun tertidur di bangku sofa.
Semilir asap harum semur daging yang terbawa angin menyadarkannya dari tidur. Wangi sekali, siapa yang masak ya? Pikir temanku. Seketika sahabatku melompat dari kursinya tersadar bahwa saat itu ia sedang menghangatkan semur daging untuk berbuka.
Tak tahu sudah berapa lama ia tertidur, segera iapun berlari menuju dapur. Wah, gosong sudah menu andalan berbuka! Batinnya berseru. Di luar dugaan, ternyata Subhanalloh…..semur daging itu masih utuh dan masih berair!
Sahabatku terheran-heran, rasanya tak mungkin semur itu masih utuh. Dalam benaknya terbayang daging yang menghitam disertai kepulan asap memenuhi ruangan diiringi bunyi alarm kebakaran yang membisingkan seisi apartemen.
Namun yang dijumpainya sungguh bagaikan mimpi. Tak ada daging gosong, justru semurnya bertambah kental dan dagingnya bertambah empuk sekaligus ia telah mendapatkan nikmat tidur yang tiada disangka-sangka sebelumnya.