Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Tak ada berita dari kakakku. Kami berniat pergi ke suatu tempat bersama. Seharusnya kami sudah tiba di sana sesuai perjanjian. Namun aku masih menunggu kakak di rumahnya. Lima menit berlalu, aku mencoba menghubungi kakak.
“Mbak, di mana sekarang? Jadi gak?”
“Aduh, ma’af Mbak gak bisa ikut. Mbak mau melayat gurunya Fauzan”.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun.”
Tak seorangpun tahu kapan datangnya ajal. Tak seorangpun dapat mengira siapa yang lebih dulu dipanggil-NYA. Semua rahasia Yang Maha Berkehendak.
Ya, siang itu sebelum pergi denganku, kakak berniat membesuk guru TK Fauzan. Fauzan adalah anak ketiga kakak yang belajar di sebuah sekolah Islam di bilangan Jakarta. Sebut saja Bu Guru Ika. Bu Ika tengah hamil delapan bulan. Menanti hadirnya anak pertama, buah hati yang dinantikannya.
Sejak awal kehamilan, tak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Semua terlihat berjalan dengan lancar, begitulah menurut teman Bu Ika. Hingga suatu hari, entah kenapa Bu Ika mengalami batuk-batuk. Bu Ika menganggapnya biasa saja, juga bagi suami, keluarga dan teman-temannya yang lain. Namun dalam keadaan hamil, tentu Bu Ika menjadi peduli dengan batuknya sehingga ia pun berobat ke dokter.
Hari demi hari berlalu, Bu Ika keheranan mengapa batuknya tak kunjung sembuh. Obat yang diberikan dokter seakan tak membuahkan hasil. Batuknya semakin mengganggu, apalagi dengan perut yang buncit, terasa seperti ada yang menekan-nekan bayinya. Keadaan demikian membuat Bu Ika beralih ke lain dokter untuk mendapatkan obat yang dapat menyembuhkan batuknya. Penuh harap batuknya menjadi reda.
Lagi-lagi, dokter kedua belum mampu menyembuhkan batuknya. Bu Ika kemudian dilarikan ke rumah sakit besar karena kondisinya semakin memburuk. Bu Ika seketika harus dimasukkan ke dalam ruang perawatan intensif atau ICU (intensive care unit). Semua panik dan heran. Apa yang sebetulnya terjadi dengan Bu Ika? Bukankah ia hanya sakit batuk biasa? Kenapa ia harus berada di ruang ICU?
Kakakku bersama beberapa orang temannya siang itu bermaksud membesuk Bu Ika di rumah sakit. Namun di tengah perjalanan, kakak mendapatkan berita Bu Ika telah meninggal dunia, bersama dengan bayi dalam kandungannya. Bayinya tak dapat diselamatkan. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’uun.
Tak ada jawaban yang memuaskan tentang penyakit Bu Ika. Tak ada yang mengira batuk bisa menyebabkan kematian. Kematian yang sekaligus dan berbarengan terhadap dua anak manusia. Ibu dan anak. Ikhtiar dan do’a sudah diupayakan, namun takdir mengatakan lain. Yang harus ada tinggallah kepasrahan dan keikhlasan atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Bu Ika pergi begitu cepat dalam usia yang masih terbilang muda. Suami, keluarga, dan guru-guru teman seperjuangan Bu Ika berlinangan air mata sambil berdo’a mengelilingi jasad Bu Ika.
Bu Ika yang sholeha, datang ke rumah sakit dalam keadaan masih mampu berjalan, pulang ke rumah hanya tinggal menjadi sebuah nama. Bu Ika tersenyum dalam balutan kerudung panjangnya. Wajahnya bercahaya. Bu Ika berpulang ke pangguan Ilahi dalam keadaan syahid. Khusnul khotimah. Selamat jalan Bu Ika, surga menantimu bersama buah hati dalam pelukanmu.
Kematian, itu adalah rahasia Alloh SWT. Kita terkadang lupa dan menganggap bahwa ajal masih jauh. Apalagi jika kita merasa masih muda, sehat dan kuat. Ingatlah, belum tentu orang yang sakit-sakitan ada dalam urutan awal. Boleh jadi orang yang sehat wal’afiat wafat lebih dahulu. Kita tak boleh lalai bahwa siap atau tidak, kematian pasti datang menghampiri, entah kapan dan di mana.
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu…” (QS. An-Nisa’ [4] : 78)
Ayo, niatkan segala aktivitas dengan ibadah kepada Sang Kholik. InshaAlloh menjadi pahala dan tabungan kita di alam kubur dan yaumul akhir nanti. Tentu kita senang jika kedatangan tamu yang berwajah putih, bersih dan bercahaya menjemput kita. Mari bertanya pada diri sendiri. Sudahkah kita siap atau setidaknya mulai mempersiapkannya?
“…sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, dia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (QS. Al-‘An`am [6] : 61)
Wallohua’lam bishshowaab
Mkd/bintaro/19.02.2011