Debar-debar Saat Sunatan

Bismillah,

Hampir di setiap libur panjang akhir semester, banyak janur berdiri di pinggir-pinggir jalan. Bukan selalu pertanda ada sebuah pernikahan lho! Tetapi bisa juga pertanda perayaan sunatan bagi anak laki-laki di sebuah keluarga. Ya, bagi umat Islam sunat memang merupakan salah satu ajaran sunnah Rasul yang dianjurkan bagi orang tua kepada setiap anak laki-lakinya.

Dari Abu Harairah radhiyallahu’anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” lima hal yang termasuk fitroh yaitu: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim)

Lain Aak (kakak) lain pula Dede (adiknya). Di usianya yang baru menyelesaikan taman kanak-kanak, Aak sudah tak sabar ingin disunat. Tentu saja, aku dan suami senang bercampur haru, apa yang membuatnya terburu-buru karena kami tak pernah memaksanya untuk segera disunat.

“Aku ingin disunat dong, Bunda!”

“Kenapa Ak, kok buru-buru. Aak ingin beli sesuatu?”

“Gak Bun, aku ingin nabung aja”.

Wah! Hebat sekali obsesinya. Aku dan suami girang bukan kepalang. Maka saat liburan sekolah tiba, Aak pun disunat. Semua berjalan dengan aman, lancar, dan terkendali.

Lain lagi dengan Dede. Dede terlihat masih tenang-tenang saja walaupun usianya sudah menginjak kelas tiga SD. Tak ada tanda-tanda ia ingin segera disunat. Ada rasa ketar-ketir dalam hatiku. Maklumlah, bagi kebanyakan orang Sunda, kebiasaan menyunati anak umumnya dilakukan pada anak dengan usia yang tergolong muda. Rata-rata sebelum kelas tiga SD. Sebetulnya aku tak mau memaksa Dede, tapi aku penasaran ingin sekedar tahu kapan ia siap disunat.

Kapan mau disunat, De?” , selidikku.

Ntar Bun, kalo sudah siap nanti aku bilang sama Bunda”, jawab Dede dengan enteng.

Dua bulan kemudian, liburan sekolah tiba. Dede masih terlihat adem ayem tak menyinggung soal sunat-menyunat. Seminggu, liburan sekolah berlalu begitu saja. Tiba-tiba, aku dan suami terlonjak gembira mendengar sebaris kalimat yang diucapkan Dede dengan mantap.

“Bunda-Ayah, aku mau disunat”

“Wah hebat! Alhamdulillah, kita ke dokter ya besok”

Segera aku dan suami berkonsultasi dengan dokter bedah untuk merencanakan waktu yang tepat untuk sunatan Dede. Kami bergerak dengan cepat, khawatir Dede berubah pikiran jika kami menunda-nunda sunatannya.

Saat yang mendebarkan tiba. Aku dan Dede berangkat ke rumah sakit ditemani nenek dan kakek (orang tuaku). Suami berhalangan menemani Dede karena ada tugas ke luar negeri yang tidak bisa ditinggalkan.

Dede pun dibius lokal dan tak lama kemudian dokter mulai beraksi mengoperasi Dede.

“Aduh, sakit!” jerit Dede.

Dokter menambah suntikan. Lima menit berlalu namun Dede tetap menjerit kesakitan. Aku mulai panik. Lantunan do’a tak henti kuucapkan. Kugenggam erat tangan Dede. Begitu pula nenek dan kakek, sambil berdo’a mereka menggenggam tangan Dede dan membelai-belai tubuh cucunya tercinta.

Kok masih terasa ya, dok?” Aku bertambah khawatir.

Coba diajak bicara, Bu”

Aku terus berusaha menenangkan Dede sambil terus berdo’a. Hati dan mulutku tak henti-henti menyebut asma-NYA. Terlihat, Dede menahan sakit yang luar biasa, bibirnya kebiruan. Allohu Akbar!!

“Dok, kenapa masih sakit begini ?”

Kali ini aku betul-betul ketakutan. Operasi sunat yang biasanya berlangsung hanya lima belas menit, sudah hampir setengah jam belum juga selesai. Peluh mengalir di wajah dokter yang berusaha secepat mungkin menyelesaikan operasi sunat Dede. Dokter menambah suntikan obat bius, namun obat bius sepertinya tak mau berkompromi dengan Dede. Waktu terasa berjalan sangat lambat.

“Allah Yang Maha Agung, kuatkanlah anakku tersayang”.

Akhirnya, waktu yang ditungggu-tunggu datang juga. Sunat Dede selesai sudah. Aku menarik napas lega. Kami mengucap syukur tak henti-henti.

“Alhamdulillah yaa Allah, akhirnya selesai juga”.

Sebelum kami pulang, dokter berpesan bahwa rasa sakit pasca (setelah) operasi akan terasa saat di rumah.

Dede sudah bisa tersenyum lebar saat tiba di rumah. Dede memang anak yang kuat dan pemberani.

“Dede hebat dan kuat, sayang. Selamat ya, sudah disunat. Anak pintar. Ayah-bunda, nenek-kakek, semua bangga sama Dede.”

Satu jam berlalu, dua jam, tiga jam, enam jam berjalan tak ada keluh kesah kesakitan keluar dari mulutnya. Begitu seterusnya sampai beberapa hari selanjutnya. Tak ada rengekan manja dari bibirnya yang mungil. Dede memang anak yang hebat.

Dalam kelegaan sebetulnya ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Tentang obat bius! Obat bius yang tak mempan buat Dede. Aku memutar otak karena penasaran.

Astagfirullohal’adziiim, aku lupa satu hal penting! Oh, aku jadi teringat sesuatu. Beberapa waktu yang silam, Leli (adik suami) pernah bercerita. Sewaktu Leli mengalami keguguran dan harus dikuret, dokter yang telah membiusnya keheranan. Leli sudah tiga kali diberi obat bius tapi entah kenapa Leli tak kunjung tidur juga. Biasanya dengan satu kali suntikan, pasien langsung tertidur.

Akhirnya dokter mengganti jenis obat bius untuk Leli dengan jenis yang lain. Cukup satu kali suntikan, Leli akhirnya tertidur. Dokter berkesimpulan bahwa Ibu Leli tahan obat bius, sehingga tidak semua obat bius mempan baginya.

Duggg!!! Hatiku seperti dipalu. Yaa Allah, ampunilah aku yang telah lalai mengingat riwayat keluarga dan lupa menceritakannya kepada dokter. Dede sayangku, ma’afkan Bunda yang khilaf. Seharusnya Bunda menceritakan kisah Tante Leli yang mungkin punya kesamaan genetik dengan Dede kepada dokter bedah sebelum menyunat Dede.

Sejak kejadian itu aku menjadi lebih cerewet memberi ceramah jika ada keluarga yang disunat. Sunatan Dede menjadi pelajaran berharga bagiku agar lebih berhati-hati dengan hal yang berbau bius-membius tertutama bagi anak-anak kami. Entahlah, aku yang awam ini tidak banyak tahu tentang ilmu kedokteran. Yang aku tahu pasti, aku sangat bersyukur Dede diberi kekuatan lahir dan batin. Terima kasih Allah, wahai Dzat Yang Maha Kuat.

Kini Dede sudah kelas 6 SD. Dede pandai sekali bersosialisasi. Hampir semua orang senang berada di dekatnya. Sepertinya ia punya magnet besar yang bisa menarik perhatian orang lain.

Dede cintaku, Bunda doa’kan selalu, semoga Dede menjadi anak yang sholeh, menjadi penyejuk hati Ayah dan Bunda, menjadi pemimpin orang-orang beriman, diberikan keberkahan dan kebahagian dalam hidup, dan menjadi ahli surga. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua, aamiin. I love you forever.

Wallohua’lam bishshowaab

(mkd/bintaro/24.02.2011)