Alkisah seorang tuna netra bernama Kusnadi, yang berprofesi sebagai tukang pijat. Cerita ini dikisahkan oleh seorang trainer yang menjadi langganan Mas Kus ini ketika mahasiswa dulu. Saat itu Mas Kus berusia 27 tahun. Singkat cerita, pada suatu kesempatan si trainer ini bertanya-tanya tentang kehidupan sang tukang pijat langganannya itu. Berpenghasilan seadanya dan tinggal mengontrak di sebuah tempat kos. Si trainer ini bertanya mengapa tidak tinggal saja di mess karena sewa kamar-nya jauh lebih murah. Kemudian Mas Kus menjawab, bahwa ia ingin membantu adik-adiknya (sesama tukang pijat-tuna netra) dengan memberikan kamar mess itu.
Tak habis pikir, si trainer ini bertanya kembali, kenapa ia berlaku begitu. Mas Kus mejawab bahwa kini ia sudah berpenghasilan dan karena itu ia harus belajar mandiri. Si trainer ini bertanya kembali, apakah penghasilannya cukup dan masih tersisakah uang untuk ditabung. Mas Kus kembali menjawab, dengan tenang, bahwa penghidupannya masih mencukupi dan masih bisa menabung, walaupun hanya beberapa perak.
Kembali penuh keheranan, si trainer bertanya, untuk apa uang tabungannya kelak. Mas Kus mengungkapkan kisahnya, bahwa ia terlahir buta dan merasa sebagai orang paling naas di dunia. Tidak pernah melihat indahnya mentari pagi, warna-warni bunga, dll. Namun, ketika orang tua-nya memasukkan ia ke panti, ia sadar bahwa dirinya tidak se-naas itu. Ada banyak orang yang mengalami nasib serupa.
Sejak saat itu, ia bertekad untuk bisa memberikan kebahagiaan untuk orang lain, meski dengan keterbatasannya. Ia tidak ingin terkungkung dalam perasaan itu. Oleh karena itu, tabungannya kelak akan dibelikan gitar agar dengannya ia dapat membahagiakan orang dengan nyanyian. Si trainer mendengar dengan seksama dan mulai dihinggapi perasaan aneh. Sederhana, menyentuh, dan dalam.
Setelah beberapa hari, si trainer berkunjung ke rumah Mas Kus dan membawakan gitar miliknya. Ia kemudian menyodorkan gitar itu dan Mas Kus mulai memainkan beberapa lagu. Ada pemandangan yang indah di situ, raut wajah Mas Kus menyiratkan kebahagiaan yang tidak terucap. Si trainer mengatakan kepada Mas Kus bahwa ia dengan tulus-ikhlas ingin meminjamkan gitar itu sampai Mas Kus memiliki gitar sendiri.
Namun, seperti yang telah diduga sebelumnya, Mas Kus memasukkan gitar ke sarungnya dan mengembalikan kepada si trainer. Sekali lagi si trainer mengatakan bahwa ia tulus-ikhlas dengan semua ini. Apa jawaban Mas Kus? Katanya, ’izinkan saya membahagiakan adik-adik saya dengan keringat saya sendiri’… Perasaan itu hinggap lagi, sederhana, menyentuh, dan semakin dalam.
Ada lagi kisah yang lain, kalau sudah pernah nonton film-nya pasti tahu kisah ini. Kisah seorang anak perempuan 15 tahun, Ikeuchi Aya yang divonis mengidap penyakit langka yang menyerang otak (lupa namanya^_^) dan menyebabkan kematian secara perlahan. Yup, 1 litre of tears. Diawali dengan kematian fisik akibat rusaknya koordinasi dengan otak secara bertahap hingga kematian sebenarnya.
Tapi, apa yang telah dipilih Aya adalah sesuatu yang luar biasa. Melalui Aya No Niki (buku harian Aya) yang diterbitkan, ia telah menjadi inspring to stay alive bagi banyak orang, terutama orang yang bernasib serupa. Hingga akhir hayatnya ia tetap menjadi pribadi yang bersemangat dan setelah kepergiannya ia tetap hidup di hati banyak orang. Jadi teringat, keinginannya di akhir buku harian: live on, forever…
Pastinya masih banyak kisah lainnya tentang kesejatian manusia di sekitar kita. Tentang makhluk bernama manusia yang ditakdirkan dengan keterbatasan, namun hendak atau bahkan telah berhasil menyentuh pelangi dan menjadi sebuah kemanfaatan bagi manusia lainnya. Kisah yang terkadang sederhana, bisa jadi menyentuh, namun yang pasti sangat dalam makna-nya.
Fragmen-fragmen kehidupan ini bisa jadi merupakan salah satu bentuk tarbiyyah (pengkaderan) langsung dari Allah kepada kita, jika dan hanya jika kita mau melihat, berpikir, dan merasakan sekitar. Alhamdulillah, atas kesempurnaan fisik penciptaan kita. Namun, kini pertanyaannya adalah sudah sampai tangga mana kita hendak menyentuh pelangi?
270107
[email protected]