Menurut Anda, apa ukuran paling sederhana untuk bisa melihat kesungguhan seseorang dalam melakukan sesuatu? Tentu yang paling banyak melakukan pengorbanan kan? Baik itu tenaga, waktu ataupun uang. Nah, saya pikir anda tidak akan keberatan kalau kita sederhanakan saja dalam satu kata: kelelahan.
Kelelahan mewakili tingkat optimal seseorang dalam melakukan sesuatu. Kelelahan merupakan efek dari sebuah totalitas: semua potensi sudah diberikan sampai batas kemampuan. Apa yang mampu anda simpulkan saat melihat seorang pemain bola tidak henti-hentinya berlari untuk merebut bola, untuk mencari ruang, menerima umpan, menutup pergerakan lawan, bahkan sampai mengancam daerah lawan? Tentu anda akan melihat dia sebagai pemain yang bagus. Yang total untuk bermain bagi timnya. Dan itu tergambar saat pertandingan usai; keringat yang mengucur deras, napas tersengal-sengal, dan langkahnya yang gontai. Dia lelah sekali.
Tapi mari kita lihat lebih dalam lagi, apa yang ada di balik itu semua. Semangat? Ya benar, semangat! Dan itu muncul dari keinginan yang begitu kuat dalam hatinya. Inilah yang membuat dia terus berlari selama pertandingan. Hingga dia lupa akan lelahnya.
Siapa pun akan senang saat melihat orang yang sungguh-sungguh dalam pekerjaannya. Setidaknya ada penghormatan dan simpati untuknya. Jika orang itu adalah seorang karyawan, maka dijamin sang majikan akan menyukainya. Nah, sebagai orang yang beriman, tentu kita menyadari akan posisi kita sebagai hamba Allah Swt. Di mana tugas kita selama di dunia adalah beribadah kepada-Nya; melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Maka di sisi ini, kesungguhan kita dalam beribadah juga bisa dilihat dengan jelas. Dengan ukuran yang bernama kelelahan. Dan sungguh, Allah sangat menyukai hal itu.
”Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia). ”(QS. 20:75).
Tapi bukan berarti, kelelahan menjadi ukuran segalanya. Karena kelelahan sebenarnya hanyalah tampilan luar dari kesungguhan dan kejujuran; yang kemudian melahirkan keinginan yang kokoh, untuk terus berjuang sampai titik akhir, tetap bersemangat sampai batas kemampuan. Sehingga ada kalanya kelelahan itu tidak terlihat, karena memang pekerjaan yang dilakukannya belum selesai -ia keburu dipanggil olehNya- atau mungkin juga ia tidak sempat melakukannya sama sekali. Bukan karena ia tidak mau. Tapi kesempatan belum datang kepadanya.
Nah, di saat seperti ini kesungguhan dan kejujuran yang ada dalam dirinya berwujud lain; penyesalan, kekecewaan dan bahkan terlihat jelas dalam tangisan tulus mereka. “Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan (untuk berjihad), lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu. " lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. ”(QS. 9:92).
Betapa dalam untaian nasihat Rasulullah untuk isterinya tercinta, saat ia menghibur istinya yang mengeluhkan rasa lelahnya, ia berkata ”Ganjaranmu tergantung kadar lelahmu. ”(HR Muslim). Yah, kelelahan kita tidak akan sia-sia, karena semuanya tercatat rapi dan tak terlewatkan sedikit pun dalam pandangan-Nya. Maka berlelah-lelahlah saudaraku. Hingga batas kemampuan kita. Jika terasa diri mulai lemah semangat, ingatlah kelelahan kita di dunia ini dalam taat pada-Nya, akan berganti kesenangan yang abadi, berupa Nikmat surga-Nya. Dan di sana tidak akan ada lagi kelelahan dan kesusahan.
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.
Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS. 35:34-35)
”Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya. ” (QS. 15:48)