Setelah menempuh perjalanan pulang dari kantor sekitar lima belas menit, sampailah aku di rumah. Alhamdulillah, di sini tidak ada kemacetan lalu lintas. Di beberapa ruas pinggir jalan sepanjang perjalanan pulang masih terlihat kerindangan pepohonan asli kawasan hutan. Lingkungan asri yang tetap dijaga kelestariannya.
Kutekan bel di depan pintu rumah sambil kuucapkan salam, ” Assalamu ’alaikum! ” Tak beberapa lama putriku yang sulung membukakan pintu ruang tamu. Disambutnya aku dengan ciuman tangan sambil membalas ucapan salam. Si bungsu yang sedang mengerjakan PR di kamarnya, keluar pula menyambutku. Isteriku sedang menyiapkan secangkir teh hangat untukku di ruang makan. Keceriaan isteri dan anak saat aku pulang kerja menghilangkan kepenatan setelah bekerja seharian. Do’a selalu kulantunkan untuk mereka setiap usai sholat, " Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS Al-Furqaan [25]:74).
Setelah mandi, aku segera menuju ke ruang makan untuk menikmati teh hangat bersama isteri. Stoples makanan kecil kubuka, ada kripik oncom kesukaanku. Tetangga depan rumah yang baru pulang kampung di daerah Jawa Barat rupanya membawa oleh-oleh kripik oncom dan sekotak dodol Garut. Hubungan antar tetangga di sekitar rumah sangat akrab. Pemberian makanan antar tetangga merupakan salah satu bukti keakraban yang telah terjalin.
Sebagai suatu sarana hubungan antar manusia, kehidupan bertetangga telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadis. Suatu tatanan masyarakat yang baik dapat terwujud jika kehidupan bertetangga memiliki keharmonisan dan keselarasan.
Substansi dari kehidupan bertetangga yang harmonis dan selaras adalah berbuat baik kepada tetangga. "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. " (QS An Nisaa’ [4]: 36 ).
Dalam hal tertentu, kedudukan tetangga jauh lebih penting daripada saudara atau kerabat. Tetangga merupakan pihak pertama yang dapat dimintai pertolongan dengan segera, saat kita berada dalam situasi sulit dan kritis, sedangkan posisi berjauhan dari saudara dan kerabat. Sehingga, tidak selayaknya kita bersikap acuh tak acuh terhadap tetangga. Demikian pentingnya tetangga, sehingga Rasulullah SAW bersabda: ” Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tetangganya. ”(HR Muttafaq ’alaih)
Hakikat tetangga yang paling umum adalah tetangga rumah. Namun, sesungguhnya tetangga tidak hanya sebatas pada pengertian di atas saja, bahkan lebih luas lagi. Karena pengertian tetangga juga berlaku di tempat bekerja mencari nafkah, di tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Dengan demikian, hak-hak sebagai tetangga harus diperhatikan juga.
Tetangga adalah lingkungan terdekat dengan kita. Mau tidak mau, kita sering berjumpa dengan mereka. Menampilkan senyum, melambaikan tangan, mengucapkan salam atau bahkan saling berkunjung ke rumah merupakan sarana silaturahim antar tetangga.
Dengan terjadinya hubungan baik antar tetangga, akan dirasakan manfaat di dalam kehidupan bertetangga. Lingkungan terasa tentram, antar tetangga timbul rasa empati, sehingga akan berusaha saling menjaga, saling menolong dan saling menasihati ke arah kebaikan. Kita berupaya juga agar pikiran, perasaan dan tindakan kita tidak membuat tetangga merasa tidak aman dan tidak nyaman. ” Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata benar atau diam. ” (HR Bukhari ).