Beberapa hari yang lalu ketika saya sedang telpon ke Jakarta, ada curhat yang cukup panjang dari seorang kerabat saya tentang anak-anaknya. Betapa sulitnya mendidik anak yang sudah mulai besar. Dari penggunaan cara halus dengan bujukan, sampai cara kasar dengan hukuman, sudah dilakukan, tetapi perilaku sang anak tetap tidak mau berubah.
Bahkan dari hari ke hari semakin memburuk. Tidak pernah lagi mau menuruti perintah orang tua, meski mendapat hukuman sekeras apa pun. Sikapnya menunjukkan penentangan yang keras, yang semakin melukai perasaan kedua orang tuanya.
Belum lama ini saya bertemu dengan seseorang yang saya anggap memiliki banyak pengalaman dalam mendidik anak. Dari kalangan terpelajar dan sering menjadi rujukan dalam berbagai masalah kehidupan. Pendeknya, seseorang yang dihormati oleh banyak orang. Saya bertanya tentang pengalaman beliau mendidik kesepuluh anaknya. Ternyata tidaklah mudah. Memang anak-anak beliau termasuk anak-anak yang baik bila dilihat dari luar, tetapi tetap saja ada masa-masa sulit dalam mengendalikan perilaku anak-anaknya, terutama di saat menjelang dewasa.
Anak-anak beliau tentu saja lahir dari keluarga baik-baik dan tumbuh dengan memegang erat nilai-nilai Islam. Tetapi ternyata tidak luput dari masalah ini. Di masa-masa remaja, di mana seorang anak sedang ingin menunjukkan bahwa ia sudah dewasa, sementara dirinya sendiri belum siap untuk lepas dari tanggung jawab orang tua, di sinilah masalah sering muncul.
Terjadi banyak pemberontakan dari sang anak untuk melawan kehendak orang tuanya. Beliau menceritakan bagaimana anaknya yang pertama ternyata pernah juga mencoba melihat blue film atau mencoba merasakan dugem. Sesuatu yang jauh dari bayangan kedua orang tuanya. Inilah masa-masa “jet coaster” dalam mendidik anak.
Tetapi alhamdulillah, dengan pendekatan yang tepat, sang anak kembali kepada fitrahnya, menjalani kehidupan yang Islami. Dan syukurnya lagi, masalah ini tidak timbul pada anak -anak yang lain. Pemberontakanmemangtetap ada, tetapi dalam skala yang lebih ringan, dan selalu bisa disikapi dengan tepat oleh kedua orang tuanya.
Sampai sini saya jadi merenung tentang faktor apa yang menjadikan kita sebagai orang tua yang sukses dalam mendidik anak. Mengapa ada orang tua yang selalu mengalami masalah yang sama dalam mendidik semua anaknya. Mangapa anak sering tidak mau mengikuti kehendak orang tuanya. Pemberontakan-pemberontakan yang terus menerus, dari sejak kecil sampai dewasa. Hal ini bukan cuma terjadi pada orang tua-orang tua yang tidak berpendidikan, orang tua yang memiliki pendidikan tinggi pun ternyata tidak selalu sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Dari banyak kasus yang sempat mampir dalam memori saya, saya mengambil kesimpulan bahwa tidak ada orang tua yang memiliki skill yang sudah sempurna ketika pertama kali menjadi orang tua. Orang tua bukanlah orang yang serba bisa dan serba tahu, sehingga mampu menyelesaikan semua masalah dalam pendidikan anak. Meskipun orang tua tersebut memiliki berbagai gelar yang disandang di belakang namanya, bukanlah jaminan ia mengetahui secara pasti seluk beluk dunia anak.
Perlu mental seorang pembelajar yang mau berendah hati mengakui bahwa dirinya sedang belajar. Sehingga ketika menghadapi kesulitan dalam pendidikan anak-anak, selalu ada usaha untuk mencari solusi, berdialog, berusaha menjadi teman bagi sang anak. Berusaha mencari tahu apa kebutuhan sang anak yang sesungguhnya. Mencoba memasuki dunia sang anak.
Bukannya memaksakan solusi yang mungkin kurang tepat bila diterapkan kepada sang anak. Inilah salah satu kiat sukses mendidik anak yang saya dapat dari banyak contoh nyata di sekitar saya. Terutama dalam menghadapi anak-anak yang menjelang dewasa.
Hmm, mungkin inilah salah satu pelajaran yang saya dapat saat ini. Semoga bisa menjadi rujukan berharga untuk mendidik anak-anak saya kelak.
http://hifizahn. Multiply. Com