Menjadi Ibu Rumah Tangga, Berani?

ibu anakSeorang sahabat mengungkapkan rencananya untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat kerjanya. Ia merasa tidak takut meninggalkan karirnya yang sudah belasan tahun dirintisnya dari bawah. “sayang juga sebenarnya, dan ini merupakan pilihan yang berat, terlebih ketika saya merasa sudah berada di puncak karir, ” ujarnya.

Lalu ke mana setelah resign? “yang ada di pikiran saya saat ini hanya satu, menjadi ibu rumah tangga. Sudah terlalu lama saya meninggalkan anak-anak di rumah tanpa bimbingan maksimal dari ibunya. Saya sering terlalu lelah untuk memberi pelayanan terbaik untuk suami. Bahkan sebagai bagian dari masyarakat, saya sangat sibuk sehingga hanya sedikit waktu untuk bersosialisasi dengan tetangga dan warga sekitar”

Tapi, ibu nampaknya masih ragu? “bukan ragu. Saya hanya perlu menata mental sebelum benar-benar mengambil langkah ini”.

“Rasanya masih malu jika suatu saat bertemu dengan teman-teman sejawat atau rekan bisnis. Saya belum menemukan jawaban yang pas saat mereka bertanya, “sekarang Anda cuma jadi ibu rumah tangga?”

Saya tersenyum mendengarnya, mencoba memahami kesesakan benaknya saat itu. Teringat saya dengan seorang sahabat lama yang saat di sebuah forum wanita karir di Jerman lantang menjawab, “profesi saya ibu rumah tangga, jika di antara para hadirin ada yang mengatakan bahwa ibu rumah tangga bukan profesi, saya bisa menjelaskan secara panjang lebar betapa mulianya profesi saya ini dan tidak cukup waktu satu hari untuk menjelaskannya”.

Luar biasa. Sekali lagi luar biasa. Saya harus hadiahkan acungan jempol melebihi dari yang saya miliki untuk sahabat yang satu ini. Saya tuturkan kisah ini kepada sahabat yang sedang menata hati meyakinkan diri untuk benar-benar menjadi ibu rumah tangga, bahwa ia takkan pernah menyesali pilihannya itu. Kelak ia akan menyadari bahwa langkahnya itu adalah keputusan terbaik yang pernah ia tetapkan seumur hidupnya.

Naluri setiap wanita adalah menjadi ibu. Adakah wanita yang benar-benar tak pernah ingin menjadi ibu? Percayalah, pada fitrahnya wanita akan lebih senang memilih berada di rumah mendampingi perkembangan putra-putrinya dari waktu ke waktu. Menjadi yang pertama melihat si kecil berdiri dan menjejakkan langkah pertamanya. Ia tak ingin anaknya lebih dulu bisa berucap “mbak” atau “bibi” ketimbang ucapan “mama”. Tak satupun ibu yang tak terenyuh ketika putra yang dilahirkan dari rahimnya lebih memilih pelukan baby sitter saat menangis mencari kehangatan.

Ibulah yang paling mengerti memberikan yang terbaik untuk anaknya, karena ia yang tak henti mendekapnya selama dalam masa kandungan. Sebagian darahnya mengalir di tubuh anaknya. Ia pula yang merasakan perih yang tak tertahankan ketika melahirkan anaknya, saat itulah kembang cinta tengah merekah dan binar mata ibu menyiratkan kata, “ini ibu nak, malaikat yang kan selalu menyertaimu”. Cintapun terus mengalir bersama air kehidupan dari dada sang ibu, serta belai lembut dan kecupan kasih sayang yang sedetik pun takkan pernah terlewatkan.

Ibu akan menjadi apapun yang dikehendaki. Pemberi asupan gizi, pencuci pakaian, tukang masak terhebat, perawat di kala sakit, penjaga malam yang siap siaga, atau pendongeng yang lucu. Kadang berperan sebagai guru, kadang kala jadi pembantu. Jadi apapun ibu, semuanya dilakukan tanpa bayaran sepeserpun alias gratis.

***

Sahabat, bukan malu atau bingung saat harus berhadapan dengan rekan bisnis. Katakan dengan bangga baru sebagai ibu rumah tangga. Sebab sesungguhnya, mereka pun sangat ingin mengikuti jejak sahabat, hanya saja mereka belum mengambil keputusan seperti sahabat. Tersenyumlah karena anak-anak pun bangga dengan langkah terbaik ibunya. –Gaw-