Suhu politik semakin memanas, seiring makin dekatnya pelaksanaan pilpres. Tiga kubu; Sby –Boediono, JK- Wiranto, Mega-Prabowo masing-masing telah menebarkan mesin penjaring suara hingga ke pelosok desa. Sebuah usaha yang memang seharusnya ada, bila ingin menjadi pemenang di pilpres nanti.
Kesibukan masing-masing kubu, memang luar biasa. Berbagai acara di adakan. Temu wicara di televisi, tontonan gratis, hingga hal lainnya yang mengundang sebuah tanya, “Kenapa baru sekarang mau memikat hati rakyat?” Seharusnya jauh-jauh hari sudah terjun ke masyarakat, dengan kegiatan yang dapat membantu mengurangi kesusahan rakyat yang semakin terhimpit ini. Kegiatan yang dilakukan atas dasar cinta tanah-air. Yang tidak hanya di slogankan, tapi dibuktikan jauh sebelum gaung perebutan kekuasaan di adakan. Hingga tanpa di bujuk atau pun diiming-imingi uang, rakyat akan tahu siapa yang memang layak mereka pilih. Jika mereka telah lakukan hal itu, maka itu menandakan telah mengikat HATI rakyat..
Sebuah partai yang berbasis Islam, telah mengikat HATI ku. Bukan karena aku jadi pengurusnya, tapi karena membuatku memerhatikan sepak terjang kegiatan da’wah yang dilakukan. Subhanallah, mereka seperti roda mesin yang tanpa henti berjalan dan bergerak untuk mencerahkan umat. Kadang satu orang perempuan, dapat membina empat sampai lima halakah per minggunya. Disamping menyandang status ibu dan wanita karier. Sebuah semangat yang patut diacungin jempol..
Tapi ada sebuah sisi yang membuatku bersedih. Mereka yang punya binaan tak mampu mengukir prasasti di hati binaannya, untuk sebuah kedekatan. Yang ada sepertinya hanya sebuah tuntutan untuk selalu berjalan di rel Ilahi. Mungkin karena sedikitnya waktu, dan banyaknya halakah yang di isi, mereka tidak sempat untuk memerhatikan halakah binaannya.
Saat seorang binaannya mengalami sakit, mereka hanya dapat mengunjungi satu kali di awal sakitnya, tapi untuk selanjutnya? Tentu saja pekerjaan yang sangat berat, karena mereka juga punya tanggung-jawab di tempat lain. Atau saat seorang binaannya tertimpa musibah, karena orang-tuanya meninggal, maka yang datang hanyalah seorang murabbi atau teman halakahnya saja yang berta’jiah ( itu pun dalam keadaan tergesa-gesa, karena masih harus memenuhi tanggung-jawab yang lain ) Kemana partai yang memayungi mereka? Padahal orang tersebut adalah binaan yang berlevel kelas akar rumput, yang sangat memerlukan perhatian dan rasa sayang dari orang-orang di atasnya.
Ketika seorang perempuan di rundung duka, karena orang-tuanya menghadap Ilahi, ada seorang temannya yang berbisik kepadaku :”Nggak ada seorang pun pengurus partai secara resmi datang untuk mengucapkan bela sungkawa. Biasa, kami kan hanya orang kecil di banding mereka. Mungkin bila yang meninggal ini adalah tokoh partai, pastilah akan datang orang bejibun.” Sebuah kata-kata yang membuat hatiku tersentak. Begitukah cara pandang orang-orang yang di akar rumput atas partai yang memayunginya selama ini?
Saat aku mengikuti sebuah ta’lim, sang pembicara juga mengingatkan tentang arti silaturahim yang harus kami pahami. “Janganlah terlalu berharap untuk di perhatikan. Baik ketika kita sakit ataupun keluarga kita. Yang penting adalah kita satu tujuan yaitu mencari ridha Allah Swt.” Kelihatannya dia mengetahui banyak kekecewaan yang telah melanda di lingkungan halakahnya. Tapi tidakkah dia tahu, Islam terikat dengan sebuah persaudaraan. Bagaimana nilai sebuah persaudaraan dapat tertanam, bila hati mereka tak pernah diikat dengan kebaikan yang menyentuh nurani mereka yang terdalam?
Mungkin saja terlihat barisan yang rapi untuk pencapaian sebuah tujuan. Tapi, untuk urusan hati siapa yang tahu? Terlihat jelas, ketika pemilu legislative di adakan, partai yang berbasis Islam ini turun drastis dalam pemilihan suara. Padahal kadernya sangat banyak di Sengata. Tapi kenapa bisa begitu? Yah itu tadi, mereka seakan-akan lupa akan perasaan sayang yang harus di tanam di setiap kadernya. Hingga hati setiap kader di level akar rumput di ikat oleh caleg dari teman, tetangga ataupun lainnya. Mereka telah mengabaikan sebuah hati di ladang mereka sendiri.
Tapi bagaimana sebuah partai yang berbasis Islam dapat mengesampingkan nilai silaturahim? Bagaimana bisa sebuah partai yang ingin memenangkan kekuasaan, tidak mau berjuang mengikat HATI pengikutnya. Walaupun memang kita tahu, mereka sangat super sibuk untuk sebuah perjuangan da’wah. Tapi sungguh kasihan, bila mereka hanya berkutat di wilayah da’wah tanpa dapat menyentuh dan menularkan rasa sayang di antara mereka, khususnya orang-orang yang merasa dirinya berada di tingkat terbawah di partai tersebut.
Sengata, 8 Juni 2009
Halimah taslima
Forum Lingkar pena ( FLP ) Cab. Sengata