Jaraknya memang cukup jauh. Jika ditempuh dengan berjalan kaki mungkin bisa memakan waktu sekitar setengah jam perjalanan. Namun entahlah, aku memilih untuk lebih baik berjalan saja malam itu, tidak untuk menggunakan bis kota sepert biasanya. Melewati keramaian malam di tengah hiruk pikuknya suasana ibu kota.
Beberapa lampu jalanan meskipun remang namun masih setia mengarahkan langkah kaki ini, setidaknya untuk tidak dibuatnya aku terseok dalam memilah pijakan dimalam itu. Beberapa proyek penggalian jalan memang masih terlihat di sekitar pinggiran jalanan.
Merasakan langsung bagaimana suasana malam di jalanan ibu kota, tanpa kita berada dalam sebuah kendaraan memang sering membuatku merasa menghadirkan kesan tersendiri. Bagaimana tidak, hal ini memang bisa disebut sering aku lakukan. Ketika diri-diri ini merasa sulit untuk bisa mensyukuri semua nikmat dan karunia-Nya, dengan melakukan hal ini alhamdulillah sedikitnya bisa menjadikan diri untuk kembali biasanya menerima semuanya dengan penuh kesabaran dan kesyukuran.
Memang semestinya sebagai seorang muslim tentunya hal terbaik ketika kita mendapatkan kabar bahagia dari orang lain, kitapun ikut merasakan kebahagiaannya. Namun, dasar mungkin karena masih lemahnya iman ini kadang kondisi tersebut malah menyudutkan diri untuk kemudian melenakan hati dan terlupa mensyukuri atas segala apa yang telah aku dapati selama ini. Padahal dalam diri ini aku yakin, bahwa tak ingin sedikitpun aku untuk menjadi bagian dari orang-orang yang hanya mampu bersedih serta kecewa dalam kebahagiaan orang lain, ataupun justru bahagia dalam kesedihan orang lain, na’udzubillah…
Dan jika malam itu, aku memilih untuk merenungkan segalanya, bersama dengan langkah-langkah kecil kaki ini ternyata memang subhanalloh luar biasa.
Di sana, disepanjang perjalanan itu aku dapat melihat betapa sayangnya Alloh padaku, ketika mata ini menyaksikan tubuh-tubuh kaku yang terlelap dalam kedinginan malam tergeletak hanya di bawah sebuah jembatan penyeberangan saja, ketika mata ini menyaksikan seorang anak kecil masih harus berlari-lari sambil meneriakkan minuman dagangannya meloncat dari satu bis kota ke bis kota lainnya, ketika seorang kakek tua harus tergopoh-gopoh untuk berdiri dan mengulurkan sebuah topinya untuk hanya sekedar meminta belas kasihan dari mereka yang melewatinya, bahkan juga ketika aku harus menyadari ketika seorang ibu dengan berlinang air mata mencoba tetap tegar sambil menyapu jalanan ibu kota meskipun malam telah cukup larut daripadanya.
"Hhhh………….."
Meskinya tak ada lagi yang bisa meluluhkan hati ini, untuk bisa tetap bersyukur dalam kondisi apapun. Memang tak akan pernah bisa berhenti jika kita hanya menatap langit, kemudian mencoba meraihnya, dan ketika sampai di atas langit ternyata selalu saja ada langit selanjutnya.
Setiap orang memang telah memiliki jalannya masing-masing yang jauh-jauh hari telah Alloh tuliskan dalam Lauh Mahfuz-Nya. Sehingga tak heran semestinya ketika jalan kehidupan itu menghampiri masing-masing di antara kita dengan rupa cerita yang berbeda. Tinggal di mana posisi kita untuk bisa mentafakuri semuanya, untuk kemudian bersujud bersyukur atas segalanya.
Mungkin semestinya kita tuliskan dalam sebuah karton berukuran besar sebuah kalimah Alloh, "Lain syakartum la’azidannakum walain kafartum Inna adzabi syadiid." Barang siapa yang bersyukur maka Alloh akan menambahkan nikmat-Nya, namun barang siapa yang kufur maka sebaliknya, azab Alloh sangatlah pedih. Lalu kemudian karton itu kita tempel tepat dihadapan kita, atau mungkin tepat di sebelah tempat tidur kita, agar maknanya terus menerus terngiang dalam hati ini. Agar artinya terus-menerus terpatri dalam jiwa ini. Hingga tidak lagi terlupa dan tidak akan lagi pernah terlupa.
Untuk kemudian bayangku menerawang, mengingat kembali ayat-ayat Illahi yang kini seakan hadir dan menjelma dalam benak ini. "Fa bi ayyi alaa’irobbikumaa tukadzdzibaan…?", "Fa bi ayyi alaa’irobbikumaa tukadzdzibaan…?"
Berulang, dan terus berulang ayat-ayat itu hingga akhirnya ada tetes air mata diujung mata ini.
Yaa Rabb…
Ampuni kami yaa Rabb…
Betapa rapuh kami ini yaa Rabb, betapa lemah diri ini…
Untuk itu kami mohonkan padamu Rabb,
Jadikanlah diri ini untuk semakin dekat dengan-Mu, kuatkanlah iman didada ini, kokohkanlah keyakinan atas segala kuasa-Mu ya Rabb, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang pandai untuk senantiasa mensyukuri segala nikmat dan karunia dari-Mu.
Andaikan mereka-mereka yang hanya tidur di bawah kolong jembatan, ataukah mereka-mereka yang setiap hari berjuang keras dihamparan jalanan ibu kota ini masih mampu tersenyum menatap hari esok. Mungkin saatnya diri inipun harus bisa lebih dari hanya tersenyum, namun juga percaya, bahwa rahmat dan kuasa-Nya akan selalu bersama mengiringi langkah-langkah kecil ini.
Wallahu’alam bish-shawab