Setiap kita sudah tentu sering dan bahkan mungkin selalu melakukan amal kebaikan. Apakah yang kita harapkan dari amal kebaikan tersebut? Pastinya, siapapun orangnya, pasti menginginkan setiap amalan yang sudah dilakukannya mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa pahala dan ridha-Nya. Siapapun orangnya, pasti mengharapkan kebaikan dari setiap perbuatan yang dilakukan yang tiada henti-hentinya di dunia ini lebih-lebih lagi bila si pelaku telah meninggal dunia. Siapapun orangnya, pastilah menginginkan amal yang dilakukannya bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Bulan Ramadhan, bulan penuh ibadah telah berlalu. Setiap orang beriman sudah pasti mengisi hari dan malam Ramadhan dengan berbagai macam ibadah. Mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus, infak dan sedekah, menghadiri masjlis ilmu, dan banyak lagi. Setiap ibadah tersebut, Allah telah menjanjikan balasan.
Barang siapa yang berpuasa dan mendirikan malam ramadhan dengan penuh keimanan, akan Allah ampuni dosa-dosanya sebagaimana keadaan ia dilahirkan ibunya. Barang siapa membaca Al-quran, maka setiap huruf akan mendapatkan sepuluh kebajikan. Barang siapa yang berinfak dan bersedekah, maka baginya balasan pahala yang puluhan bahkan ratusan kali lipat. Bahkan harta yang diinfakkan atau disedekahkan tidak akan berkurang, melainkan bertambah dan bertambah. Barang siapa yang menghadiri masjlis ilmu, maka duduk di dalamnya lebih baik daripada sholat sunnah seribu rakaat. Para malaikat pun membentangkan sayap untuk menaunginya dengan rahmat. Itulah janji Allah. Subhaanallah.
Di saat Ramadhan berakhir, adakah ibadah yang sudah dilakukan berbekas dalam diri dan jiwa? Tat kala Idul Fitri menjelang, kita tak mampu lagi menjaga lidah kita dari bergunjing dan berkata-kata kasar. Tat kala kita tidak lagi mengawali hari-hari dengan bersantap sahur, masihkah kita mampu untuk hadir di masjid untuk memnunaikan shalat shubuh berjama’ah? Tat kala bulan sedekah sudah bergulir, masihkah adakah rasa untuk berbagi kepada sesama melalui sedekah dan infaq? Tat kala bulan pendidikan sudah berlalu, masihkah adakah keinginan untuk mewujudkann ilmu yang kita peroleh dengan amalan-amalan sebagai bukti nyata?
Jika selepas Ramadhan, diri ini tidak bisa menghindar dari sikap mengumpat di balik setiap amalan, hanya mengharapkan pujian dan dunia semata di setiap perbuatan, sombong (takabbur), rasa bangga terhadap kehebatan diri dan meremehkan orang lain (‘ujub), dengki (hasad) yang tidak senang jika orang lain lebih baik dari dirinya, serta riya tanpa keikhlasan karena Allah semata ketika beribadah.
Lantas, jika demikian halnya, akankah amal ibadah kita bisa menembus langit?
–oo0oo–
Robbanaa zholamnaa anfusanaa wa in lam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khoosiriin.
Bangrif@gmail. Com