Satu, satu, aku sayang Alloh
Dua, dua, sayang Rasulullah
Tiga, tiga, sayang Umi, Abi
Satu dua tiga sayang semuanya……
Lagu itu dinyanyikan dengan riang oleh dua anak, yang aku pikir masih usia TK. Dua anak bersama ibunya itu duduk persis di bangku sebelahku, di bis Patas AC yang aku tumpangi. Keduanya nampak menikmati perjalanan sambil terus mengulang-ulang lagu yang dulu biasa saya nyanyikan dengan syair; satu-satu aku sayang ibu, dua-dua aku sayang ayah…..
Aku tersenyum mendengar syair lagu yang diganti dengan kata aku sayang Alloh dan sayang Rasulullah. "Kreatif juga orang yang mengubah syair lagu itu. Maksudnya mungkin untuk menanamkan rasa cinta pada Alloh dan Rasulullah sejak dini. Ah, aku juga ingin mengajarkan lagu ini nanti pada ponakan-ponakanku di rumah," kataku dalam hati, supaya tertanama rasa sayang dan cinta pada Alloh Swt dan Rasulullah sejak mereka kecil.
Mendengar lagu itu, tiba-tiba saja aku jadi teringat peristiwa yang belakangan membuat heboh seluruh dunia. Umat Islam seolah dibangunkan dari tidurnya, akibat pembuatan dan publikasi kartun Nabi Muhammad Saw. Mereka berunjuk rasa, memprotes, bahkan melakukan boikot atas kartun-kartun yang menghinakan Nabi Muhammad Saw. Meski patut disayangkan, sejumlah aksi unjuk rasa berakhir anarkis, bahkan sampai menelan korban jiwa. Ujung-ujungnya, mereka yang membenci Islam, semakin memojokkan Islam dan umat Islam sebagai umat yang menyenangi kekerasan.
Kemarahan mereka memang bisa dipahami, karena gambar-gambar kartun itu sungguh melukai hati umat Islam. Betapa tidak, Nabi Muhammad Saw yang dikenal sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan lembut hati, digambarkan seperti seorang teroris yang kejam dengan lilitan bom yang siap meledak di kepalanya. Sungguh sebuah penghinaan yang menyakitkan.
Sekarang, aksi-aksi protes itu memang sudah mereda. Tapi, apakah peristiwa ini meninggalkan bekas di hati kita, untuk lebih mencintai Rasulullah dan menghayati ajaran-ajarannya? Selama ini, kita mengenal sosok Rasulullah dari kisah-kisah seputar dirinya, sebagai sosok manusia istimewa, pemimpin umat, suami, ayah, kakek, bahkan pengusaha yang sungguh berakhlak mulia. Tetapi, sudahkah kita berusaha mengamalkan dan mencontoh sikap-sikapnya yang sangat terpuji, sehingga cinta kita pada Rasulullah bukan sekedar cinta buta, tapi cinta yang melahirkan ketaatan pada Allah Swt dan sikap mulia dalam kehidupan kita sehari-hari?
Mengingat ini, aku jadi malu sendiri. Selama ini aku merasa sudah sangat mencintai Rasulullah. Salam dan sholawat selalu aku panjatkan untuknya. Bahkan hatiku terasa teriris dan meneteskan air mata, ketika aku melihat gambar-gambar kartun itu. Namun semuanya itu, tiba-tiba menyentak kesadaranku, bahwa kecintaanku padanya selama ini belum banyak yang aku wujudkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Aku merenung, pantaskah aku mengatakan mencintai Rasulullah kalau dalam keseharianku, aku sering melanggar nasehat-nasehatnya? Kadang karena pekerjaan yang menumpuk, aku sengaja mengulur-ulur waktu sholat, kadang aku malas banyak membaca Al-Quran dan sholat malam seperti yang dianjurkannya, malas diajak bersilatuhrahmi, malas berpuasa sunnah seperti yang diamalkannya, belum lagi sifatnya yang welas asih bahkan terhadap musuhnya, sabar, pemaaf, sederhana, jujur, amanah, adil dan gemar bersedekah meski dalam keadaan sulit sekalipun dan masih banyak hal-hal yang kelihatannya sepele tapi sebenarnya merefleksikan sejauh mana aku mengenal dan mencintai Rasulullah.
Aku kembali teringat sebuah buku yang pernah aku baca tentang keagungan Rasulullah. Dalam buku itu disebutkan bahwa kecintaan pada Rasulullah adalah cerminan kecintaan pada Alloh. Dan Alloh memperkuatnya dalam firman-firmannya;
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah… "(al-Hasyr: 7)
"Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling dari ketaatan itu, maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka." (an-Nisaa: 80)
"Sesungguhnya pada Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan hari akhirnya, serta mengingat Allah sebanyak-banyaknya." (al-Ahzab: 21)
Ah… ternyata kecintaanku pada Rasulullah selama ini cuma di permukaannya saja, tapi aku masih belum mampu memahami makna cinta itu. Aku belum bisa mengamalkan dan mencontoh perilakunya yang sangat mulia dalam kehidupan keseharianku. Ya… Alloh, ampunilah hambamu yang lemah dan hina ini. Beri hamba hidayah dan kemudahan untuk menjadi umatmu yang berakhlak mulia, semulia manusia pilihamu Muhammad Saw.
Bis patas AC yang aku tumpangi terus melaju di jalan tol yang licin. Gerimis kecil membasahi kaca jendela dan aku merasakan udara semakin dingin. Namun hatiku bersenandung kecil….. ungkapan cinta penyair Taufik Ismail terhadap Rasulullah Muhammad Saw;
Rindu kami padamu ya Rasul
Rindu tiada terperi,
Berabad jarak darimu ya Rasul
Serasa engkau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suarga
Dapatkah hamba membalas cintamu
Secara bersahaja…..
Jakarta, 3 Februari 2006
Rubina Qurratu’ain Zalfa’
([email protected])